showpoiler-logo

Review & Sinopsis Film What They Don’t Talk About When They Talk About Love

Ditulis oleh Aditya Putra
What They Don’t Talk About When They Talk About Love
4
/5
showpoiler-logo
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Ketika ada perasaan suka pada seseorang, kita akan merasakan berbagai gejolak. Senyam-senyum ketika mengingat wajahnya. Ada motivasi lebih untuk beraktivitas di esok hari. Ada rasa penasaran tentang siapa dia dan bagaimana kehidupannya. Bahkan bisa juga menjadi galau kalau kenyataan nggak berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Membicarakan cinta nggak akan ada habisnya. Walau bisa tertebak bagaimana suka dan dukanya, tetap saja ada misteri yang tersimpan yang memberikan sensasinya sendiri. Hal itu berlaku bagi semua orang, nggak terkecuali penyandang disabilitas sebagaimana di film What They Talk About When They Talk About Love. Kamu bisa menyimak review dan sinopsisnya di sini!

Sinopsis

Sinopsis

Diana adalah seorang remaja perempuan yang mempunyai kelainan dalam penglihatan. Matanya hanya bisa melihat sesuatu dalam jarak pandang yang sangat terbatas yaitu 2 cm. Dalam beraktivitas, dia menggunakan alat bantu berupa teropong kecil agar bisa melihat objek yang jaraknya di luar jarak pandangnya yang biasa.

Berbagai kegiatan dilakukan Diana agar membuatnya merasa benar-benar menjadi perempuan. Dia rajin menyisir rambutnya dan berdandan. Tapi ada satu yang menurutnya terasa kurang yaitu dia belum juga mendapatkan menstruasi pertamanya. Maka dari itu, ketika dia menstruasi, dia sangat berbahagia dan membagikan kabar bahagia itu pada ibunya.

Selain mendapat menstruasi, Diana juga mendapat kebahagiaan lain yaitu kedatangan murid baru di SLB tempatnya belajar. Murid itu bernama Andhika yang menjadi penyandang tunanetra karena mengalami kecelakaan. Kehadiran Andhika memberi perasaan berbeda pada Diana. Dia rela menunggu pujaan hatinya di depan kelas, menggunakan parfum sampai belajar berdandan.

Diana punya teman dekat di SLB bernama Fitri. Fitri merupakan penyandang tunanetra yang punya ketertarikan pada hal-hal berbau supranatural. Dia mempercayai keberadaan mahluk astral bahkan terobsesi. Dia mendengar cerita tentang mitos hantu dokter di kolam sekolah yang dapat mengabulkan permintaan.

Fitri mulai menulis surat untuk hantu dokter penunggu kolam. Setiap malam Jumat, dia menceritakan segala kegelisahan dan pengalaman yang nggak dia ceritakan pada orang lain pada surat-suratnya. Tindakan Fitri itu dilihat oleh, seorang lelaki bisu yang tinggal di seberang SLB tempat Fitri dan Diana sekolah.

Edo diam-diam menyukai Fitri dan melihat cara untuk mendekati perempuan yang disukainya adalah lewat surat. Dia memutuskan untuk berpura-pura menjadi hantu kolam renang yang dijadikan tempat bercerita oleh Fitri. Dia pun membalas surat Fitri yang girang karena suratnya dibalas. Edo mengajak Fitri bertemu pada malam Jumat dan berkomunikasi menggunakan braille.

Fitri sama sekali nggak tahu kalau hantu dokter yang disuratinya itu sebenarnya adalah Edo. Begitu juga dengan Diana yang belum mengetahui bahwa Andhika sebenarnya sudah punya pacar. Edo memutuskan untuk mengakui siapa dirinya yang sebenarnya pada Fitri. Pun Diana yang memilih menyatakan perasaan cintanya pada Andhika. Akankah ada akhir bahagia untuk mereka?

Premis Menarik

Premis Menarik

Cinta merupakan tema universal yang selalu mempunyai bahan untuk dibahas dalam bentuk film. Banyak judul film yang mengusung tema serupa, tapi selalu saja ada cerita yang ingin coba disampaikan. Begitu juga yang coba disampaikan dalam premis film What They Don’t Talk About When They Talk About Love dari Mouly Surya yaitu cinta yang dirasakan penyandang disabilitas.

Di film ini Mouly mencoba untuk memperlihatkan bagaimana para penyandang disabilitas merasakan cinta sebagaimana manusia pada umumnya. Dia nggak ingin menyajikan cerita melodramatis untuk mengeksploitasi penyandang disabilitas dan meraih simpati. Alih-alih yang dihasilkannya adalah cinta khas remaja lengkap dengan segala problematikanya.

Keberanian menggunakan premis tersebut layak diapresiasi lebih dan terasa menyegarkan di tengah kisah cinta biasa. Selain itu, ada juga semacam dunia paralel yang ditampilkan di film ini. Dunia paralel itu berisi tentang bagaimana jika para karakter nggak memiliki kekurangan mereka lengkap dengan kemungkinan-kemungkinannya yang terjadi.

Sinematografi Pintar

Sinematografi Pintar

Film What They Don’t Talk About When They Talk About Love menggunakan tempo pelan di sepanjang film. Keputusan itu bukan tanpa alasan, Mouly dikenal sebagai sutradara yang kerap menggunakan konsep arthouse. Alhasil, kita akan dibawa mengamati gerak dan gestur para karakter dengan dialog yang terbilang diminimalisir, dan suasana di sekitar mereka.

Dari segi sinematografi, film ini dibuat dengan pintar. Pergerakan kamera saat mengikuti karakter kemudian bergerak ke karakter lain berjalan dengan mulus. Begitu juga dengan banyaknya pengambilan gambar di sekitar karakter yang seperti digunakan untuk mengeliminasi perlunya dialog. Seakan-akan gambar itu yang ikut berdialog.

Pemilihan arthouse khas Moully bisa berjalan beriringan dengan cerita. Ada adegan ketika gambar diblur seakan-akan kita sedang merasakan apa yang dilihat oleh Diana. Ada juga suara yang dibuat sunyi agar merasakan yang dirasakan oleh Edo. Dan gambar yang dibuat gelap seperti yang dilihat oleh Fitri dalam hidupnya. 

Scoring Cantik

Scoring Cantik

Di awal film, kita akan dipertontonkan adegan saat anak-anak SLB menyanyikan lagu Vina Panduwinata yang berjudul Burung Camar. Lagu ceria itu seperti sebuah suntikan motivasi untuk penyandang disabilitas agar bisa menjalani hidup dengan kepala tegak dan nggak menyerah begitu saja. 

Adegan itu merupakan sebuah perwujudan yang mungkin biasa dilakukan di SLB walau banyak juga yang menggunakan cara berbeda. Sepanjang film, kita akan diberi sajian scoring cantik. Musik yang disajikan sebagai latar belakang adegan bisa mengikuti suasana yang ditampilkan. Musik dan adegannya saling mendukung untuk menguatkan cerita.

Ketika ceria, musik akan mengiringi dengan nuansa yang ceria. Begitu juga ketika suasana sedang hangat, maka musik yang digunakan akan terasa mengalun dengan indah. Scoring dalam film berkonsep arthouse merupakan unsur yang sangat penting dalam mendukung suasana. Film ini berhasil mengombinasikannya dengan sangat baik.

Penampilan Apik Tiga Karakter Utama

Penampilan Apik Tiga Karakter Utama

Mengusung tema percintaan penyandang disabilitas merupakan tantangan yang nggak mudah untuk ditaklukan oleh para aktor dan aktris. Perlu persiapan yang lengkap dari mulai riset sampai pendalaman. Tampaknya hal itu dilakukan dengan baik oleh tiga karakter utama yaitu Karina Salim, Ayushita dan Nicholas Saputra.

Karina Salim bisa memerankan Diana yang karakternya lugu dengan sangat baik. Begitu juga dengan Ayushita sebagai Fitri yang harus memperlihatkan banyak ekspresi termasuk tampil centil tampak natural melakoninya. Pun dengan Nicholas Saputra sebagai Edo yang tampil jauh berbeda daripada filmnya yang lain yaitu sebagai anak punk di film ini. 

What They Don’t Talk About When They Talk About Love menunjukkan bagaimana kehidupan remaja penyandang disabilitas yang nggak berbeda dengan orang lain. Hebatnya sisi rapuh dari mereka bukan menjadi fokus utama. Sebagai gantinya kita bisa belajar dan tersentuh dari apa yang sebelumnya nggak kita ketahui atau bicarakan tentang mereka.

Film ini bukan film cinta biasa. Kalau kamu ingin film cinta yang akan memberi kamu perasaan yang berbeda ketika menontonnya, jangan sampai lewatkan film ini teman-teman! Film ini cocok untuk ditonton sendiri atau beramai-ramai. Kamu juga bisa ikut membagikan kesanmu tentang film ini di kolom komentar, teman-teman!

cross linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram