Sinopsis dan Review Tick, Tick… Boom, Biografi Jon Larson


Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.
Sebelum tayang di Netflix tanggal 19 November 2021 yang lalu, Tick, Tick… Boom! ditayangkan di AFI Fest sembilan hari sebelumnya. Sejak penayangan perdananya, film ini mendapat sambutan yang luar biasa dari penonton dan kritikus film.
Tick, Tick… Boom! adalah film biografi yang mengangkat perjalanan Jonathan Larson, komposer, penulis lagu dan sutradara teater asal Amerika. Dalam karirnya yang singkat, Jon banyak memasukan isu-isu sosial yang berhubungan dengan kecanduan obat, homophobia, multikulturalisme dan isu-isu sosial lainnya dalam karyanya.
Muatan isu tersebut bisa dilihat dalam karyanya yang berjudul Rent dan Tick, Tick… Boom. Bagaimana perjalanan sang musisi brilian tersebut? Berikut sinopsis dan reviewnya!
Baca juga: Sinopsis dan Review Roxanne Roxanne, Biografi Ratu Rap
Sinopsis

Tahun Rilis | 2021 |
Genre | Biography, Drama, Musical |
Sutradara | Lin-Manuel Miranda |
Pemeran | ∙ Andrew Garfield ∙ Alexandra Shipp ∙ Robin de Jesús ∙ Joshua Henry ∙ Vanessa Hudgens |
Review | Baca di sini |
Andrew Garfield kembali ke layar lebar dengan perannya yang baru. Bukan sebagai superhero, melainkan sebagai Jonathan Larson, musisi muda Amerika yang terkenal dengan karya-karya musikalnya.
Jonathan Larson atau Jon bekerja sebagai pramusaji di sebuah resto, Moondance Diner. Lelaki yang hampir menginjak usia 30 tahun tersebut sedang menghadapi dilema yang besar. Ia bermimpi untuk menjadi komposer, namun minder dan tidak yakin dengan jalan yang ia ambil.
Di usianya yang akan bertambah dalam beberapa hari ke depan, ia merasa belum berhasil menembus dunia teater seperti panutannya, Stephen Sondheim (Bradley Whitford) yang sukses menembus panggung teater di usia 27 tahun.
Saat ini Jon sedang mempersiapkan Superbia sebagai karya terakhirnya. Jika karya tersebut tidak berhasil melambungkan namanya, ia akan menyerah dan akan menjalani hidup baru. Maka dari itu Superbia dipersiapkannya habis-habisan.
Ia bahkan mengesampingkan sahabatnya, Michael (Robin de Jesus), dan pacarnya, Susan Wilson (Alexandra Shipp) serta hal-hal yang tidak berhubungan dengan musikalnya. Jon merasa ini adalah kesempatan terakhirnya dan ia harus memberikan yang terbaik.
Untuk menggarap Superbia, Jon butuh dana yang besar. Pekerjaannya di Moondance Diner tidak bisa memberikannya lebih banyak. Oleh sebab itu, jon menerima tawaran dari Michael untuk bekerja di kantor periklanan tempatnya bekerja.
Satu masalah teratasi, lalu muncul tekanan dari Susan. Sebelumnya Susan pernah bercerita bahwa ia mendapat tawaran pekerjaan menjadi tutor tari di Berkshires. Ia ingin Jon ikut dan memulai hidup baru bersamanya di sana.
Karena kesibukkannya, Jon masih belum memutuskan dan memang ia tidak bisa menerima tawaran tersebut. Ia harus tetap di New York dan menyelesaikan proyek tersebut. Akhirnya, Susan pergi tanpa Jon.
Setelah Susan pergi, Jon masih belum menemukan inspirasi. Selain itu, ia mendapat kabar duka terus-menerus. Di masa itu, kasus HIV memang sedang marak dan banyak korban berjatuhan, termasuk teman-teman di sekitar Jon. Mendengar hal itu, hati Jon semakin hancur.
Saat semangatnya muncul, masalah lain ikut menyertainya, padahal ia hanya punya beberapa jam untuk merampungkan lagu. Ia pun akhirnya berhenti dan pergi ke kolam renang untuk menenangkan diri.
Berada di kolam renang memberikannya ilham untuk melanjutkan proyek tersebut. Ia dapat mengaransemen sampai akhirnya menjadi satu lagu yang utuh. Workshop yang dikerjakannya dengan sepenuh hati itu berjalan dengan sukses dan ia dibanjiri pujian dari berbagai kalangan.
Namun, belum ada tawaran dari produser mana pun atas karyanya tersebut. Ia pun akhirnya menyerah dan berlari ke Michael untuk meminta pekerjaan di perusahaannya. Namun, melihat kesuksesan workshop kemarin, Michael mendorong Jon untuk melanjutkan karirnya.
Jon yang sudah putus asa menuduh Michael tidak mengerti betapa kehilangan waktu untuk mengejar cita-cita itu sangat menyakitkan. Namun, Michael membantah bahwa Jon tidak kehilangan waktu apapun, justru Michael yang telah berada di posisi tersebut.
Michael akhirnya mengungkapkan bahwa ia positif HIV. Jon tidak tahu lagi harus berkata apa sebab ia sangat terkejut. Yang ia tahu dirinya dan Michael kini sudah berdamai dan saling memaafkan.
Keesokan paginya, masih dengan perasaan yang diliputi kecemasan dan putus asa, Stephen Sondheim menelpon Michael. Ia mengaku terpesona dengan workshop Jon hari itu dan ingin membahasnya lebih lanjut. Kontak telepon tersebut benar-benar mengangkat semangatnya kembali.
Semuanya kini mulai berjalan dengan baik dan ia akan mulai mengerjakan proyek selanjutnya, yakni Tick, Tick… Boom. Sayangnya sebelum hal itu terwujud, Jon meninggal karena penyakit Aneurisma Aorta yang luput terdiagnosis.
Jon memang sudah meninggal, namun karya-karyanya tidak padam. Karya yang telah dibuat sang musisi banyak dianugerahi penghargaan bergengsi di bidang seni pertunjukan.
Penampilan Gemilang Andrew Garfield

Nama Andrew Garfield dikenal sebagai pemeran Peter Parker dalam film The Amazing Spiderman 2 (2012). Karakter tersebut sangat erat dalam diri Andrew Garfield. Namun, lewat peran Jonathan Larson, Garfield menunjukan bahwa ia adalah aktor dengan talenta yang luar biasa.
Membawakan peran ini, Garfield menampilkan bakatnya bernyanyi dan bermain piano. Sang sutradara, Lin-Manuel Miranda percaya bahwa Garfield adalah aktor serba bisa yang akan menyuguhkan penampilan istimewa.
Dan, ternyata begitulah faktanya, Garfield benar-benar bernyanyi dalam film tersebut sekaligus bermain piano. Ia menghabiskan waktu satu tahun untuk latihan vokal dan piano demi perannya.