showpoiler-logo

Sinopsis & Review Social Death Vote, Ketika Hidupmu Ditentukan Netizen

Ditulis oleh Suci Maharani R
Social Death Vote
2
/5
showpoiler-logo
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Sosial media menjadi wadah untuk mengutarakan keluh kesah banyak orang dibalik nama anonim. Tapi, bagaimana jika sosial media dijadikan sebagai tempat voting untuk menentukan hidup seseorang?

Hal inilah yang dilakukan oleh Ice Panuwat Premmaneenan. Ia menggunakan sosial media untuk mengekspos dan menjadikannya wadah membalaskan dendamnya.

Semua ini dilakukannya hanya untuk satu orang, memberikan para korbannya rasa sakit yang sama seperti gadis yang dicintainya.

Inilah Social Death Vote (2018), sebuah drama yang diproduksi oleh Channel 3 Thailand dan disutradarai oleh Champ Weerachit Thongjila. Meski dramanya terasa thrilling, sayangnya alur ceritanya mungkin akan membuat kamu sedikit bingung.

Lalu hal apa saja sih yang dilakukan oleh Ice Panuwat Premmaneenan dibalik identitas anonym yang digunakannya di media sosial? Buat kamu yang sudah penasaran, bisa membaca sinopsis dan ulasan Social Death Vote (2018) hanya di Showpoiler.

Baca juga: Sinopsis & Review Drama Thailand, Good Old Days (2022)

Sinopsis

Sinopsis

Kisah cinta masa sekolah, menjadi salah satu hal paling sulit untuk dilupakan. Hal ini juga yang terjadi pada Best (Atom Pariya Piyapanopas) gadis imut ini memang tidak akan melupakan hal tersebut.

Bukan karena cinta ini terasa indah, justru cinta ini malah menghancurkan kehidupannya. Best adalah anak pindahan dari Chiang Mai dan baru memulai hari-harinya di sekolah baru.

Gadis yang ceria dan ramah ini, cukup populer karena kecantikannya. Hingga suatu hari, Best jatuh cinta pada kakak kelasnya yang bernama Arm (Martin Sidel).

Best mengakui, bahwa Arm memperlakukannya dengan baik dan kejujuran pria itu membuatnya jatuh hati. Namun, cinta ini berubah jadi bencana ketika video seks mereka tersebar ke seluruh sekolah.

Best langsung dicap sebagai wanita murahan, bahkan hujatan yang didapatkannya di sosial media. Bahkan berita ini sudah sampai ke orang tuanya dan membuat Best memutuskan untuk bunuh diri.

Kejadian ini tidak hanya membuat keluarga Best terpukul, tapi ada satu pria lain yang merasa sangat kehilangan dan patah hati dengan yang terjadi pada Best. Pria itu bernama Q (Ice Panuwat Premmaneenan) yang diam-diam mencintai Best, tapi tidak pernah berani untuk mengungkapkannya.

Q jatuh hati dengan keceriaan gadis itu, pasalnya hanya Best yang mau mendekati dan mengajaknya berbicara. Setelah tahu apa yang terjadi pada Best, pria ini langsung menggila dan berusaha untuk balas dendam pada semua orang yang menyakiti Best.

Awalnya, Q mendatangi Arm dan memukuli anak laki-laki itu dengan brutal. Namun hal ini tidak memuaskan rasa kesalnya, apalagi saat Q melihat hujatan yang diberikan untuk Best. Sejak saat itu, Q mulai menargetkan beberapa anak populer yang ikut menghakimi Best.

Sosok awal yang ia jadikan sasaran adalah Arm dan adiknya yang bernama Bam (Leegade Supawan Poolcharoen). Q sengaja membeli beberapa kamera mini dan menaruhnya di rumah kakak beradik itu untuk mempermalukan mereka.

Ia membuat sebuah live streaming di Facebook, tepat saat Bam sedang mengganti pakaian di kamarnya. Belum puas dengan aksi balas dendamnya, Q mencari mangsa lain untuk ia hancurkan hidupnya.

Ia sengaja membuat page bernama “Sex Vote” untuk memilih murid mana yang akan ia ekspose. Kali itu, Joe (First Chalongrat Novsamrong) terpilih untuk menjadi korbannya.

Pria ini mengekspos orientasi seksual pemain bulu tangkis populer di sebuah sekolah ternama. Ia memposting video seks Joe dengan pelatih prianya dan saat Joe berselingkuh dengan istri tetangganya.

Kegilaan Q semakin menjadi-jadi, saat pria itu memposting video seks menyimpang dari adik Tee (Tee Thanapon Jarujitranon) dan video pria itu bersama sang kekasih prianya.

Q juga mengincar Beauty (England Lita Janvarapa) yang pernah menghujat Best di media sosial. Lalu, ia mengekspos Fang (Mai Rapeeporn Surawan‎) seorang gadis pintar tapi memiliki fantasi seks kasar.

Terakhir, ia juga mengganggu Day (Bright Vachirawit Chivaaree) dengan menyebarkan video seksnya. Sebenarnya Q tidak pernah benar-benar senang dengan seluruh aksi balas dendamnya ini. Pasalnya, Q juga menyadari bahwa perbuatannya ini sama saja seperti orang yang menyebar luaskan video seks Best.

Apalagi, adik laki-laki Best sudah berulang kali memberitahunya bahwa semua perbuatannya ini menyimpang dan buruk. Lalu, sampai kapan Q hidup dalam halusinasi dan kegilaannya untuk membalas dendam pada orang yang tidak bersalah?

Premisnya Bagus, Tapi Alurnya Berantakan

Premisnya Bagus, Tapi Alurnya Berantakan

Untuk pertama kalinya, saya merasa sangat kecewa dengan drama buatan Channel 3 Thailand ini. Social Death Vote (2018) sebenarnya memiliki premis yang sangat unik dan menarik banget.

Sayangnya, drama yang ditulis dan disutradarai oleh Champ Weerachit Thongjila memiliki banyak kekurangan. Hal pertama yang paling saya sayangkan adalah alur ceritanya yang benar-benar tidak tertata dengan rapi.

Pertama, perpindahan satu plot ke plot lainnya terasa kurang smooth. Terkesan seperti plotnya dipaksa diselesaikan, lalu memasukan materi dan cerita lain untuk episode selanjutnya.

Lalu alur maju mundur yang ditampilkan dalam episode satu. Saya sempat bingung, karena saat klimaks video seks Best meledak, tiba-tiba saja plotnya diganti dengan pertemuan Best dan Q.

Keluhan lainnya, saya benar-benar kesal kenapa setiap kilasan “previous episode” selalu saja ada adegan yang tidak diceritakan. Contohnya mengenai Best, awalnya saya pikir gadis ini pindah, ternyata dari ia memutuskan untuk bunuh diri.

Kehidupan Best dan Q juga dipotong sepenggal-sepenggal dan ditempatkan seenaknya saja. Bahkan untuk plot twist mengenai masa kecil Q yang ternyata korban KDRT dari ayahnya, juga terasa kurang nendang.

Belum lagi plot twist soal Best yang ternyata masih hidup, potensi ini dibuang begitu saja dengan plot yang terasa random dan terburu-buru. Hal ini juga mempengaruhi development karakter untuk seluruh cast Social Death Vote (2018).

Ice dan Atom Tampil dengan Akting yang Berkelas

Ice dan Atom Tampil dengan Akting yang Berkelas

Dibalik alurnya yang sangat menyebalkan dan bikin saya harus benar-benar fokus dan mengulang menonton drama ini. Setidaknya, ada satu hal yang membuat saya tetap semangat menonton Social Death Vote (2018).

Mau tahu alasannya? Karena saya menyukai akting dari para pemerannya, terutama untuk Ice Panuwat Premmaneenan sebagai Q dan Atom Pariya Piyapanopas sebagai Best.

Keduanya menjadi daya tarik utama dari Social Death Vote (2018), bagi saya pribadi. Tanpa kemistri dan akting mereka yang apik, saya pikir drama ini akan terasa kosong.

Atom Pariya Piyapanopas membuat penonton berpikir bahwa drama garapan Champ Weerachit Thongjila hanya romansa anak sekolah. Namun, karakternya yang hangat, ceria dan lugu ini malah bikin seseorang jadi gila.

Sementara untuk Ice Panuwat Premmaneenan, selain wajahnya yang tampan dan tubuh semampainya. Aktor kelahiran tahun 1995 ini memberikan akting dan ekspresi wajah yang bikin thrilling para penonton.

Ice benar-benar bisa menyampaikan emosi yang dirasakan oleh Q kepada para penontonnya. Ekspresi wajahnya, saat tertawa dan marah bikin saya sangat merinding.

Di sisi lain, saya bisa melihat ada cinta yang tulus saat Q berkhayal Best ada disampingnya. Akting terhebatnya, saya menyukai saat Q berada di kantor polisi dan mengakui kesalahannya.

Emosi yang ditampilkannya, ada rasa frustasi, penyesalan, marah dan kebahagiaan yang tercurahkan. Kisah cinta Q dan Best, menjadi kisah cinta yang tragis dan membuat saya bersimpati pada mereka.

Mengangkat Isu Sosial dan Pengaruh Buruk Media Sosial

Mengangkat Isu Sosial dan Pengaruh Buruk Media Sosial

Setelah menonton enam episode dari Social Death Vote (2019), saya menangkap tiga isu besar. Mulai dari seks bebas di kalangan anak muda, hal berbahaya dari sosial media hingga anak korban KDRT.

Tiga isu ini menjadi hal yang paling mencolok dari drama yang dibintangi juga oleh Bright Vachirawit. Dari seluruh episode drama ini, terlihat jelas bagaimana anak muda sangat dekat dengan seks bebas.

Saya berpikir, sikap lumrah mengenai isu ini bukanlah hal yang bisa dianggap remeh. Saya memahami pesan yang ingin disampaikan oleh Champ Weerachit Thongjila, bahwa seks bebas merusak hidupmu.

Lalu soal bahayanya media sosial, drama ini secara gamblang memperlihatkan bahwa netizen memang mudah sekali memberikan komentar dalam postingan apapun. Lalu bagaimana orang berpikir bahwa hal-hal yang mereka rekam dan posting hanya akan meningkatkan popularitas saja.

Tapi mereka tidak berpikir, bahwa komentar dan postingan tersebut bisa saja merusak hidup dan masa depan seseorang. Perilaku seperti ini memang harus menjadi sorotan, karena hal ini sangat berbahaya untuk mental generasi mendatang.

Lalu soal anak-anak korban KDRT, hal ini diperlihatkan dari kehidupan masa kecil Q. Background ini memang membuat perilaku Q menjadi lebih mudah diterima.

Pasalnya, obsesinya pada Best bukan soal cinta saja. Tapi pria itu, memang merindukan sosok yang memberikannya kasih sayang dan rasa aman. Makanya, Q bisa berubah menjadi sosok heartless ketika melakukan aksi balas dendam.

Kualitas Dramanya Cukup Enjoyable

Kualitas Dramanya Cukup Enjoyable

Terakhir saya juga ingin menyinggung soal kualitas Social Death Vote (2019) yang digarap Champ Weerachit Thongjila. Secara sinematografi, sebenarnya gambar-gambar yang ditampilkan memang lebih menjanjikan dan enjoyable.

Pemilihan vibes warna natural dan set yang digunakan, benar-benar lokal Thailand dan dibuat se-relate mungkin dengan kenyataan.

Lalu soal skoring dramanya, saya pikir tidak ada yang spesial dari hal ini. Terasa sangat basic dan tidak ada background music yang benar-benar menambah unsur thriller dalam drama ini.

Sebenarnya hal ini sangat di sayangkan, karena saya berharap ada sisi dramatis dalam drama ini. Lalu soal detail-detail, harus saya akui rasanya tidak mungkin semudah itu untuk bisa menyusup ke rumah orang lain.

Apalagi saat Q mendekati korban-korbannya, saya yakin semua orang ramah tapi tidak seramah itu sampai membiarkan orang asing masuk ke rumah. Secara keseluruhan, memang kualitas Social Death Vote (2019) ini sangat jauh dari drama-drama populer Channel 3 lainnya.

Inilah sinopsis dan ulasan singkat saya mengenai Social Death Vote (2019). Drama yang dibintangi oleh deretan selebriti muda Thailand ini sebenarnya memiliki premis yang oke banget.

Sayangnya, eksekusi sutradara Champ Weerachit Thongjila malah membuat penontonnya bingung. Alurnya terlalu berantakan, development karakternya buruk, padahal isu sosial yang diangkat sangat penting.

cross linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram