showpoiler-logo

Sinopsis & Review Asih, Hantu yang Menginginkan Seorang Anak

Ditulis oleh Suci Maharani R
Asih
2
/5
showpoiler-logo
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Masih ingat dengan sosok Kuntilanak yang hampir saja menculik Riri dalam film Danur: I Can See Ghost (2017)? Asih adalah sosok Kuntilanak kejam yang pernah mengganggu keluarga Risa Saraswati.

37 tahun sebelum Asih bertemu Risa, ternyata ia pernah mengganggu keluarga lain yang baru memiliki bayi. Kisah ini bisa kamu tonton dalam film Asih (2018), film horor yang termasuk dalam Danur Universe.

Film ini bakalan digarap oleh sutradara handal Awi Suryadi dan Shareefa Daanish kembali memerankan karakter Asih. Sementara Citra Kirana, Darius Sinathrya dan aktris senior Marini bakalan berperan sebagai keluarga yang diganggu oleh Asih.

Kisah yang disampaikan diadaptasi dari novel berjudul sama yang dibuat oleh Risa Saraswati dan katanya bakalan mengungkap sia Asih yang sesungguhnya.

Memiliki kisah hidup yang sangat tragis, sebenarnya apa yang membuat seorang gadis bernama Kasih bisa dikenal dengan nama Asih si Kuntilanak? Bikin penasaran bukan? Untuk mendapatkan jawabannya, kamu bisa membaca sinopsis dan ulasan film Asih (2018) hanya di Showpoiler!

Baca juga: Inilah Urutan Film Danur Universe yang Perlu Diketahui

Sinopsis

Sinopsis

Seorang perempuan berjalan melewati derasnya hujan, langkah kakinya terlihat berat dan di tangannya ia terlihat menggendong bayi yang baru lahir.

Di bangunan kosong itu, ia memandikan bayinya sambil menyanyikan lagu “indung-indung” dalam lirih. Awalnya Asih menuangkan air ke tubuh si bayi, hingga perlahan ia menenggelamkannya hingga tidak terlihat lagi tanda-tanda kehidupan dari si jabang bayi.

Tangisnya membasahi wajahnya, dalam hujan Asih berjalan menuju sebuah pohon besar. Cukup lama ia terdiam, hingga wanita ini nekat menyilet lengannya dan mati lemas dalam kesendirian.

Perempuan itu dulunya dikenal dengan nama Kasih (Shareefa Daanish), tapi entah kenapa masyarakat menyebutnya Asih. Beralih ke desa sebelah, sepasang suami istri tengah menanti kelahiran anak pertama mereka.

Pasangan itu bernama Puspita dan Andi yang sibuk mempersiapkan kelahiran anak mereka. Masih berjarak satu bulan lagi dari tanggal kelahiran, namun Andi sudah mempersiapkan segalanya untuk sang putri yang masih dalam kandungan. Bahkan pasangan ini sudah mempersiapkan nama untuk putri mereka yaitu Amelia.

Suatu malam, Puspita merasakan hal aneh ketika lampu rumahnya tiba-tiba mati. Perempuan ini pergi keluar rumah sambil mencari ibu mertuanya (Marini) dan sang suami.

Namun pintu rumahnya tiba-tiba tertutup dengan sendirinya, saat kembali ke dalam rumah air ketubannya pecah. Malam itu Puspita melahirkan putrinya, meski usia kandungannya belum genap sembilan bulan.

Pada awalnya kehidupan Andi, Puspita dan ibu mereka sangat bahagia, karena Amelia membuat keluarga terasa lebih hangat. Namun lambat lahun kejadian aneh mulai berdatangan, berawal dari Ibu Andi yang kerap mendengar seorang wanita bersenandung lagu “indung-indung”.

Beberapa kali Ibu kerap melihat sosok perempuan masuk ke kamar Amelia, padahal Puspita sedang berada di luar. Awalnya Puspita merasa ibu mertuanya semakin pikun dan lalai minum obat, tapi pemikirannya berubah pasca mendengar cerita Bu Sekar (Djenar Maesa Ayu).

Wanita yang membantunya melahirkan tersebut mengisahkan sebuah kejadian menyeramkan dari kampung sebelah. Ia berkata ada seorang wanita yang membunuh anaknya yang baru lahir dan bunuh diri, tapi jasadnya tidak ditemukan.

Bu Sekar menyuruh Amelia untuk berhati-hati, jangan menyimpan tempat tidur bayi di depan jendela, menyimpan gunting di bawah bantal sebagai proteksi.

Namun ada satu yang paling penting, setiap jam 10 malam ada seorang kakek yang berkeliling dan memukul tiang listrik beberapa kali. Jika jumlah pukulan lebih dari biasanya, artinya ada hal yang tidak beres.

Benar saja, malam itu Puspita mendengarkan bunyi ketukan tiang listrik lebih dari biasanya. Namun yang membuatnya geram, ternyata Andi juga belum menguburkan ari-ari Amelia.

Teror Asih pun mulai menghantuinya, Kuntilanak itu menginginkan Amelia. Puncaknya ketika Puspita sedang memandikan Amelia, Asih berhasil membawanya, bisakah Amelia pulang kepada kedua orang tuanya?

Lekat dengan Mitos-Mitos Lokal

Lekat dengan Mitos-Mitos Lokal

Dari kisah yang disampaikan oleh Awi Suryadi lewat film Asih (2018) ada satu hal yang paling mencolok, yaitu mitos lokalnya. Tidak hanya satu, tapi ada beberapa mitos yang berkembang di tanah Sunda dan Jawa yang ditampilkan dalam film ini.

Berlatar tahun 70-an, mitos horor memang sedang berkembang dan begitu dipercaya oleh banyak orang. Seingat saya ada empat hingga lima mitos yang ditampilkan dan keseluruhannya berhubungan dengan bayi yang baru lahir.

Pertama tidak boleh menyimpan tempat tidur bayi di depan jendela, karena bisa mengundang demit untuk mengintip si jabang bayi. Lalu ada mitos soal ciapan anak ayam di malam hari yang berarti ada sosok kasat mata tengah melintas.

Atau mitos paling populer, jangan membiarkan bayi berada di luar rumah ketika maghrib. Kehadiran mitos-mitos ini jelas jadi kunci dan modal utama yang bikin Asih (2018) terasa menegangkan.

Penempatan pamali ini juga terbilang cukup baik, tidak ditumpuk di satu plot saja. Jadi setiap pamali tidak hanya diceritakan, tapi diperlihatkan juga akibatnya jika dilanggar.

Aktornya Luar Biasa, tapi Devolopmen-nya Nihil

Aktornya Luar Biasa, Tapi Devolopmen-nya Nihil

Modal untuk memperkuat alurnya sudah ada, bahkan para pemeran utamanya juga memberikan akting yang matang, tapi Asih (2018) terasa kurang menggugah. Ternyata hal ini terjadi karena development karakternya tidak berjalan dengan baik atau kurang diperdalam.

Awi Suryadi memberikan opening yang misterius dan menegangkan, ketika Kasih memutuskan untuk membunuh anaknya dan bunuh diri. Ia juga memberikan kilasan bagaimana orang tua Kasih dan masyarakat desa mengusirnya karena hamil di luar nikah.

Bagi saya hal ini cukup kuat untuk menggambarkan rasa bencinya pada orang-orang dan rasa rindunya pada sang anak. Namun apa yang membuat Asih tertarik pada Amelia? Hal ini yang tidak diceritakan dan dieksplor dengan baik.

Lalu untuk karakter Andi, karakter ini paling jelek pengembangannya. Andi yang awalnya tidak percaya dengan yang dikatakan istri dan ibunya, tiba-tiba mengubah pemikirannya.

Semua ini karena Andi bertemu dengan Asih yang sedang memakan ari-ari putrinya di belakang rumah. Kenapa aneh? Puspita dan sang Ibu tidak pernah mengatakan wujud Asih, tapi Andi langsung mengenali sosok itu sebagai Asih.

Karakter dengan pengembangan terburuk adalah sosok Mbah Marwan yang diperankan oleh Alex Abbad. Sebagai karakter orang pintar, Mbah Marwan terasa kurang alim.

Caranya mengusir Asih bukannnya dengan ayat-ayat Al-Quran, melainkan berdialog. Hal yang paling lucu, kacamata hitam yang digunakannya terasa cukup modern untuk latar tahun 70-an.

Storytelling dan Skoringnya Cukup Menarik

Storytelling dan Skoringnya Cukup Menarik

Menonton Asih (2018) sebenarnya saya merasa cukup enjoy, karena gaya storytelling yang diberikan terasa sangat clean dan smooth.

Awi Suryadi sudah banyak belajar dari berbagai kritikan yang diterimanya pasca menggarap film Danur: I Can See Ghost (2017). Kali ini ceritanya dibawakan dengan sangat santai, minim kebisingan dari background musik dan lainnya.

Atmosfer dalam film ini terasa lebih kelam dan hal ini didukung dengan sinematografinya. Gambar-gambarnya memang cukup klise, tapi tidak ada yang terkesan monoton.

Unsur horornya diperlihatkan dengan cukup baik, melihat sosok Asih di lorong rumah dalam keadaan sunyi. Hal ini bikin saya merasa semakin merinding, apalagi pencahayaan alaminya bikin suasana makin menegangkan.

Sementara untuk jumpscare-nya, Awi Suryadi juga mengubah gayanya. Asih (2018) sendiri menjadi salah satu film horor yang minim Jumpscare, tapi sekalinya hadir, benar-benar bikin merinding.

Awi Suryadi memilih untuk memberikan visual nyata dari sosok asih dengan gambar close up ke wajahnya. Ia memberikan musik latar dengan volume yang lebih tinggi, sehingga penonton benar-benar terkejut.

Asih (2018) menjadi pembuktian bagi Awi Suryadi, bahwa ia seorang sutradara yang terus mengembangkan kemampuannya.

Ia terbuka dengan berbagai kritikan, hingga berhasil memberikan tontonan yang menarik dalam mengisahkan Kuntilanak bernama Asih. Meski begitu, film ini memang agak datar dan kurang bisa mengeksplor karakter-karakternya dengan baik.

cross linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram