bacaterus web banner retina

Sinopsis dan Review Film Animasi Wonder Park (2019)

Ditulis oleh Dhany Wahyudi
Wonder Park
2.5
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

June memiliki daya imajinasi yang kreatif dimana bersama ibunya dia membuat Wonder Park di rumahnya. Tapi setelah ibunya pergi berobat untuk waktu yang lama, hidupnya berubah seketika, begitupun dengan Wonder Park imajinasinya. Wonder Park adalah film animasi yang dirilis oleh Paramount Pictures pada 15 Maret 2019.

Merupakan film animasi kedua dari Paramount Animation yang juga adalah kolaborasi pertama mereka dengan Nickelodeon Movies, proyek ini sebenarnya sudah dicanangkan sejak tahun 2012 tetapi sempat terhenti sebelum datangnya studio animasi dari Spanyol, Ilion Animation Studios, di tahun 2015 yang akan mengerjakan animasinya dibawah arahan mantan animator Pixar, Dylan Brown.

Proyek pun berjalan, tetapi sutradara film ini tidak diberikan kredit karena sudah dipecat di bulan Januari 2018 atas alasan “inappropriate and unwanted conduct.” Para animator yang meneruskan pekerjaannya tidak ada yang ingin namanya dimunculkan dalam kredit karena takut mempengaruhi karir mereka. Akhirnya, film ini hadir tanpa nama sutradara dalam kreditnya.

Lalu, ditengah rumitnya produksi film ini, apakah berpengaruh terhadap hasilnya? Simak review kami tentang film yang kini sudah bisa dinikmati lewat layar Netflix ini.

Sinopsis

Sinopsis
  • Tahun: 2019
  • Genre: Adventure, Animation, Comedy, Family, Fantasy
  • Produksi: Paramount Animation, Nickelodeon Movies, Ilion Animation Studios
  • Sutradara: Dylan Brown (Uncredited)
  • Pengisi Suara: Brianna Denski, Jennifer Garner, Matthew Broderick, Mila Kunis, Ken Jeong

June Bailey adalah gadis kecil yang memiliki imajinasi yang tinggi. Bersama ibunya, dia membuat taman bermain imajinatif, meski hanya berupa cetak biru. Suatu hari June dan teman-temannya membuat salah satu wahana permainan di lingkungan mereka yang mengakibatkan banyaknya keluhan dari para tetangganya. Akibatnya, orang tuanya hanya mengizinkan June membuat Wonder Park di rumah saja.

Ibu June yang sakit harus dirawat di kota lain dan meninggalkan June hanya bersama ayahnya saja. Sikap June berubah seiring rasa frustrasi yang menderanya dan dia menjadi tidak peduli dengan Wonder Park lagi, bahkan dia membakar cetak birunya. Suatu hari, June bersama teman-teman sekolahnya pergi ke kamp matematika, tetapi di perjalanan dia turun dari bus dan berencana kembali ke rumah.

Tapi ternyata di dalam hutan, June menemukan taman hiburan yang terbengkalai. Ternyata itu adalah Wonder Park hasil imajinasinya yang dihuni oleh hewan-hewan berbicara rekaannya: Boomer si beruang biru, Greta si babi hutan, Gus dan Cooper si berang-berang kembar, Steve si landak dan Peanut si simpanse. Saat ini Wonder Park dikuasai oleh awan hitam yang membawa kegelapan.

Kegelapan ini mempengaruhi boneka simpanse yang tadinya adalah suvenir taman hiburan berubah menjadi jahat layaknya zombie, sehingga Greta dan teman-temannya memberi mereka nama Chimpanzombies. June yang mengaku sebagai kreator Wonder Park mencoba untuk memperbaiki dan menjalankan kembali taman ini dengan serpihan cetak biru yang tersisa dari kebakaran.

Saat hendak memperbaiki gerigi jam yang menjadi daya utama taman, mereka diserbu oleh Chimpanzombies. June terpisah dari rombongan dan masuk ke Zero-G Land, wahana anti gravitasi. Disana June bertemu dengan Peanut yang dikira sudah mati oleh rekan-rekannya, ternyata Peanut kehilangan motivasi untuk menjaga Wonder Park.

Setelah gagal membawa kembali Peanut, June pun ditinggalkan oleh teman-temannya. Menyadari jika Peanut disandera dan akan dikirim ke Darkness, June dan teman-temannya berupaya menyelamatkan Peanut dengan menggunakan wahana-wahana yang berfungsi. Bersama Peanut, June berhasil menghidupkan kembali daya utama taman dengan menggunakan spidol ajaib.

June berjanji kepada Peanut akan terus membisikkan ide-ide untuknya dan dia kembali ke rumah dengan semangat baru untuk membangun kembali Wonder Park miliknya di rumah yang kemudian dikunjungi oleh anak-anak lain. Kebahagiaannya bertambah ketika ibunya sudah kembali dengan sehat.

Kental dengan Aroma Pixar

Kental dengan Aroma Pixar

Setelah menyimak Wonder Park secara keseluruhan, mau tidak mau, kita akan menemukan banyak kemiripan dengan Inside Out (2015), terutama penggambaran imajinasi pemikiran dan perasaan seorang anak-anak. Bisa dimaklumi karena sutradara Dylan Brown adalah animator jebolan Pixar yang sudah terlibat sejak proyek awal A Bug’s Life (1998) hingga Ratatouille (2007).

Brown dipercaya Paramount Animation untuk mengarahkan film yang seharusnya menjadi debutnya ini, sayangnya karena tuduhan pelecehan seksual, Brown dipecat dan pekerjaannya dilanjutkan oleh beberapa animator lain yang tidak mau ditampilkan namanya dalam kredit sebagai sutradara. Efeknya, bisa jadi Wonder Park adalah film animasi pertama yang tampil tanpa sutradara.

Animasi Dinamis dan Berwarna

Animasi Dinamis dan Berwarna

Dengan animator lulusan Pixar yang menggawanginya, tentu saja hasil animasi Wonder Park tampil sangat halus, dinamis dan berwarna. Sudah bisa dipastikan, anak-anak yang menontonnya akan langsung menyukai dengan apa yang dilihatnya juga dengan beberapa karakter hewan berbicara yang memang bisa mencuri perhatian.

Ilion Animation Studios yang baru berdiri di tahun 2002 dan baru memiliki tiga film termasuk Wonder Park ini merupakan pemain baru di dunia animasi. Berlokasi di Madrid, film ini adalah film terakhir mereka dengan nama yang lama, karena sejak tahun 2020 mereka diakuisisi oleh Skydance dan berubah nama menjadi Skydance Animation Madrid dan sudah mengantungi dua judul film untuk rilis tahun 2022 nanti.

Bujet yang dikeluarkan oleh Paramount Animation sebesar $90 juta untuk film ini dibayar dengan visualisasi animasi yang baik, sayangnya film ini termasuk box-office bomb karena pendapatan yang didapatkan tidak bisa menutupi biaya yang sudah dikeluarkan. Di Amerika, film ini hanya menghasilkan $45 juta saja, setengah dari biaya produksi.

Cerita yang Kurang Bumbu

Cerita yang Kurang Bumbu

Kelemahan Wonder Park adalah di sisi cerita. Naskah yang ditulis oleh Josh Appelbaum dan Andre Nemec, yang sepertinya ingin meniru Inside Out, kurang greget dan lekat di benak penonton. Imajinasi June yang berubah seiring dengan kerentanan psikologisnya sebagai efek dari rasa frutrasi ditinggal oleh ibunya tidak diolah dengan baik, sehingga kurang menciptakan rasa simpati pada tokoh utamanya.

Penyakit yang menderita ibunya dan perubahan emosi June terasa terlalu cepat dan tidak terbangun dengan baik. Ketika ibunya berobat ke luar kota pun, peran sang ibu tidak tampil lagi hingga muncul kembali di akhir film, sehingga ikatan emosinya terlepas begitu saja, padahal faktor penyakit ibunda ini bisa menjadi elemen cerita yang kuat jika digali lebih dalam.

Sedangkan penggambaran wahana permainan di Wonder Park sangat imajinatif sehingga terkesan tidak mungkin dibayangkan oleh seorang anak-anak sekalipun. Lihat saja ada satu wahana yang berbentuk bola kemudian dilempar ke wahana lain yang jauh tanpa ada tali atau kabel satu pun. Terlalu imajinatif bukan? Tapi sah-sah saja sih, karena ini kan dunia imajinasi, semua bisa dibayangkan.

Wonder Park memang tidak akan pernah masuk ke dalam jajaran film animasi terbaik, tapi dengan tampilan animasi yang imajinatif, dinamis dan berwarna, film ini bisa menjadi tontonan yang bisa dinikmati oleh seluruh anggota keluarga. Bisa dipastikan, anak balita akan senang menontonnya, seperti yang dirasakan oleh putri saya yang bahkan menganggap June sebagai animasi dirinya.

Meski tidak begitu sukses, Paramount Animation sudah merencanakan serial animasi sebagai kelanjutan film ini yang akan ditayangkan di channel Nickelodeon atau media streaming terbaru mereka, Paramount+. Sebelum serialnya resmi dirilis nanti, saksikan dahulu film ini bersama seluruh keluarga di akhir pekan melalui Netflix, ya!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram