bacaterus web banner retina

Sinopsis dan Review Film Netflix When We First Met (2018)

Ditulis oleh Dhany Wahyudi
When We First Met
2.5
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Noah bertemu Avery di pesta Halloween dan jatuh cinta tapi terjebak dalam situasi friendzone. Tiga tahun kemudian, Avery bertunangan dengan pria lain. Noah kembali dengan mesin waktu untuk memperbaikinya. Adam Devine mengejar si cantik Alexandra Daddario berkali-kali di film komedi romantis yang juga dibintangi Robbie Amell dan Shelley Hennig ini.

When We First Met adalah original film Netflix yang disutradarai oleh Ari Sandel yang dirilis pada 9 Februari 2018. Menggabungkan kisah cinta dengan berkali-kali kembali ke waktu yang sama dengan mesin waktu memang menjadi tema kisah yang terkesan usang dan sering difilmkan, tapi film ini memiliki akhir cerita yang berbeda dari film lainnya.

Pasti penasaran kan dengan akhir ceritanya? Agar semakin penasaran, baca review kami terlebih dahulu tentang film yang berlokasi syuting di New Orleans ini.

Sinopsis

When We First Met

Noah dan Avery bertemu di pesta Halloween pada tahun 2014. Tiga tahun kemudian dia menghadiri acara pertunangan Avery dan Ethan, pria yang ditemuinya sehari setelah pesta Halloween. Noah menenggak terlalu banyak minuman beralkohol dan mabuk. Dia masuk ke photo booth dan tiba-tiba terbangun di pagi hari tepat tiga tahun yang lalu. Menyadari itu, Noah berencana untuk mengubah takdirnya di pesta itu.

Noah meniru kepribadian Ethan untuk menarik hati Avery, tapi kemudian disangka Carrie, teman karib Avery, sebagai penguntit. Noah terbangun di tahun 2017 tetap berstatus sebagai penguntit. Untuk kesempatan kedua, Noah meminta saran dari Max, teman karibnya yang terkenal mudah dekat dengan wanita. Noah berhasil menggaet Avery dengan sikap “bad boy” dan membuatnya jatuh cinta.

Terbagun tiga tahun kemudian, Noah menjadi pacar Avery tetapi benar-benar menjadi “bad boy” sejati yang egois. Saat lari pagi bersama Ethan dan Carrie, Noah sadar jika Avery lebih tertarik dengan Ethan. Carrie memberinya saran bahwa Avery sepertinya lebih menyukai pria yang mapan. Di kesempatan ketiga, Noah memasukkan lamaran kerja di perusahaan tempat Max bekerja dan diterima.

Dengan sikap dewasanya, Noah berhasil merebut cinta Avery dan terbangun tiga tahun kemudian menemukan Avery sebagai istrinya di sebuah rumah yang seperti istana dengan pekerjaan sebagai wakil direktur di perusahaannya. Yang tidak dia sadari, Max membencinya karena ternyata Noah berkhianat kepada Max untuk mendapatkan jabatan bergengsi itu.

Di pesta pertunangannya dengan Avery, Ethan patah hati dan menenggak minuman keras hingga mabuk. Setelah Noah mengantarnya pulang, Noah berbicara lagi dengan Carrie, dan dia menyadari jika memang Avery dan Ethan adalah jodoh yang takdirnya tidak akan pernah bisa diubah bagaimana pun caranya. Noah kemudian merasakan dalam hatinya, jika ternyata bukan Avery yang mengertinya, tapi Carrie.

Untuk keempat kalinya dia kembali ke tahun 2014 dan mempertemukan Avery dan Ethan di pesta itu. Tiga tahun kemudian mereka bertunangan tetapi lebih cepat sehari dari sebelumnya sehingga jalan hidup Carrie pun berbeda, dia melanjutkan hubungannya dengan mantan pacarnya. Noah menyadari jika memang tidak boleh ada takdir yang diubah secuil pun, dan dia kembali untuk kelima kalinya.

Kali ini semua dia jalankan seperti apa yang semestinya terjadi dan akhirnya Noah kembali ke situasi semula dimana dia bersama Carrie di pesta pertunangan Avery dan Ethan.

Tema Klise dengan Cerita yang Dangkal

Tema Klise dengan Cerita yang Dangkal

Tema film dengan kisah kembali ke masa lalu untuk mengubah takdir dengan mesin waktu sudah seringkali ditampilkan dalam berbagai genre, seperti di trilogi Back to the Future (1985-1990), Groundhog Day (1993) dan The Butterfly Effect (2004), sehingga film ini seperti mencoba mengulang kembali premis yang sama tapi dengan bumbu komedi yang kental.

Pastinya kita akan dibuat tersenyum berkali-kali ketika Noah kembali ke masa lalu hanya untuk gagal dan gagal lagi. Sangat absurd memang, tapi dalam hati kecil kita pasti ada secuil keinginan yang sama dengan yang Noah lakukan, sehingga membuat kita cukup betah untuk duduk dan menyimak film hingga akhir dan selalu menebak apa lagi yang harus dilakukan untuk memperbaiki masa depan.

Jangan harapkan penjelasan ilmiah tentang photo booth yang berfungsi sebagai mesin waktu bagi Noah, karena itu tidak akan kita temukan jawabannya. Sangat tidak memuaskan bagi kita yang selalu kritis dengan sebuah cerita film. Dan untuk alur kisahnya pun kita sudah bisa menebak jika Noah akan berakhir bersama Carrie karena sudah ada secercah petunjuk di awal film.

Sebagai penulis naskah, John Whittington sudah berusaha keras untuk membuat film ini penuh dengan nuansa humor, tapi sayangnya tidak ada satupun lelucon yang memorable, sehingga saat film berakhir, tidak akan ada kesan yang tersisa.

Performa Para Aktor yang Menjadi Penyelamat Film

Performa Para Aktor yang Menjadi Penyelamat Film

When We First Met menjadi film pertama dari deretan filmography Adam Devine di Netflix yang kemudian diikuti oleh Game Over, Man! (2018) dan Isn’t It Romantic (2019). Di film ini, peran yang dibawakan oleh Devine merupakan karakter yang sering dia bawakan, seperti di film Mike and Dave Need Wedding Dates (2016), sehingga dia tampil meyakinkan, meski sedikit menyebalkan.

Karakter seperti yang dibawakan Devine di sini sedikit mengingatkan kita dengan Jack Black dalam film-film hits-nya, seperti School of Rock (2003) dan Envy (2004). Lincah berbicara, penuh musikalitas, tampil percaya diri, tapi sebenarnya memiliki hati yang rapuh. Bisa dibilang, yang membuat kita betah menyimak film ini adalah karena penampilannya yang komikal.

Selain Devine, ada satu aktris yang tampil gemilang. Siapa dia? Yang pasti bukan Alexandra Daddario, meski dia tampil lepas, tapi aktingnya tidak berisi. Justru sidekick-nya, Shelley Hennig, yang tampil lebih baik dan memiliki tatapan penuh harapan dalam setiap dialognya dengan Devine sebagai Noah. Aktingnya yang memukau ini membuat kita, juga Noah, tergugah hatinya dan percaya jika dialah jodohnya.

Mungkin belum banyak yang mengenal mantan Miss Teen USA ini. Tapi bagi yang sering menonton film horror pasti sudah melihat penampilannya di film Ouija (2014) dan Unfriended (2014). Aktris ini memiliki cukup banyak prestasi mentereng, antara lain Emmy Award dari aktingnya di opera sabun Days of Our Lives dan Teen Choice Award di serial TV Teen Wolf.

Takdir Takkan Bisa Diubah

takdir tidak bisa diubah

When We First Met menceritakan usaha seseorang yang bisa kembali ke masa lalu untuk mengubah jalan hidupnya atau takdirnya agar bisa bersama orang yang dicintainya di masa depan. Tetapi ternyata sekuat apapun dia berusaha dengan berkali-kali mencoba untuk mengulanginya, tetap dia tidak akan menemukan apa yang sesuai dengan harapannya.

Sejatinya, takdir manusia tidak akan bisa diubah karena itu memang menjadi kekuasaan Tuhan saja, dan takdir sendiri sudah ditulis jauh sebelum manusia diciptakan, jadi tidak mungkin kita bisa mengubah takdir kita. Film ini menggunakan tema fantasi yang mencoba membuat kita untuk berandai-andai seperti yang dilakukan Noah, meski kita tahu jawabannya adalah tidak mungkin.

When We First Met bisa menjadi hiburan atas kekecewaan kita karena gagal mendapatkan cinta dari orang yang disayangi, atau yang terjebak dalam friendzone, dalam konteks komedi tentunya. Bagi yang pernah berada di situasi itu atau pernah merasakannya pasti akan tertawa lepas dengan apa yang ditampilkan di dalam film ini.

Meski ceritanya memiliki banyak lubang karena naskah yang lemah, tapi film ini tetap bisa dinikmati berkat performa akting yang cukup baik dari Adam Devine dan Shelley Hennig. Rasanya film ini cocok untuk ditonton sendirian di akhir pekan yang lengang. Segera masukkan ke watchlist kalian ya!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram