bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Tunnel (Indonesia), Misteri Pembunuh Berantai

Ditulis oleh Suci Maharani R
Tunnel (Indonesia)
3.8
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Tunnel (Indonesia) adalah drama seri Indonesia original Goplay yang bisa kamu tonton di Netflix. Fyi, drama produksi BASE Entertainment dan Fourcolours Films ini remake dari drama Korea Selatan populer. Tunnel (2019) adalah drama bergenre thriller dan kriminal yang disutradarai oleh Shin Yong Hwi.

Untuk versi Indonesia, drama ini disutradarai oleh Ifa Isfansyah, Wicaksono Wisnu Legowo dan Sidharta Tata. Sementara Donny Alamsyah, Andri Mashadi, Hana Malasan, Verdi Solaiman dan Kiki Narendra akan didapuk sebagai pemeran utamanya.

Meski disebut remake, ternyata ada perbedaan yang signifikan terutama untuk alur ceritanya yang terasa sangat lokal. Bahkan adaptasi cerita yang ditulis oleh empat scriptwriter ternama Indonesia ini, terasa lebih misterius dan tidak kalah bikin deg-degan.

Sebenarnya, pembunuh berantai seperti apa sih yang dihadirkan dalam Tunnel (Indonesia). Penasaran dong? Buat kamu yang ingin tahu cerita lengkapnya, kamu bisa membaca sinopsis dan ulasan lengkapnya hanya di Bacaterus.

Baca juga: Sinopsis & Review Tunnel, Upaya Menyelamatkan Diri dari Runtuhan

Sinopsis

Sinopsis

30 tahun yang lalu, tepatnya di tahun 1990 pihak kepolisian Yogyakarta dikejutkan dengan penemuan sesosok mayat perempuan. Namun yang bikin mereka bergidik ngeri, mayat perempuan ini ditemukan dalam keadaan tangan kanan diamputasi dan dijadikan sesajen di atas tubuhnya sendiri.

Seorang polisi bernama Tigor (Donny Alamsyah) dan juniornya Yoyok (Vincent Tio) berpikir kasus ini akan selesai dalam tiga hari. Namun kenyataannya, mereka belum juga menemukan titik terang mengenai pembunuh wanita malang tersebut.

Justru Tigor dan Yoyok dikejutkan dengan penemuan mayat kedua di sebuah terowongan. Seorang ibu muda meregang nyawa dengan cara mengenaskan, meninggalkan suami dan bayinya.

Tigor merasa sangat terpukul, apalagi melihat nasib anak laki-laki yang terus menangis mencari ibunya. Dalam penyelidikan, Tigor menemukan sesuatu yang aneh dari mayat kedua ini. Ia melihat ada dua buah titik yang ditinggalkan di kaki korban.

Setelah berdiskusi dengan dokter forensik, Tigor yakin bahwa tanda titik ini dapat membawanya pada sang pembunuh. Bahkan, tanda titik yang sama juga ditemukan di mayat nomor tiga yang mereka temukan tak lama kemudian.

Anehnya, jumlah titik yang ia temukan di korban nomor tiga justru berjumlah empat. Artinya, ada satu korban lagi yang memiliki tiga titik dan belum mereka temukan hingga sekarang.

Tak ingin melewatkan bukti, Tigor berinisiatif untuk kembali ke terowongan dan melakukan olah TKP sendirian. Disanalah ia bertemu dengan seorang pemuda dan sempat bergulat dengannya, hingga Tigor tidak sadarkan diri.

Keesokan harinya, Tigor terbangun dan dikagetkan dengan kenyataan. Ia heran, bagaimana mungkin kantornya diisi oleh orang-orang yang tidak dikenal. Bahkan kalender menunjukkan tahun 2020 bukan 1990, hal ini sangat mustahil.

Hingga sebuah kesalah pahaman membuat seorang polisi muda bernama Tito (Andri Mashadi) menjebloskannya ke dalam sel tahanan. Untungnya ada Kasat Ario Sulistyo (Verdi Solaiman) atau Yoyok yang menyadari, bahwa pria yang ada di hadapannya itu adalah seniornya di masa lalu.

Yoyok ingat dengan sebutan “bengak” yang khas dengan seniornya yang sudah menghilang selama 30 tahun. Baik Yoyok dan Tigor tidak menyangka, bahwa mereka akan bertemu lagi dalam kondisi yang sangat sulit untuk dijabarkan ini.

Untuk menyembunyikan identitas Tigor, Yoyok meminta seniornya itu untuk bekerjasama dengan Tito. Pada awalnya, mereka menginvestigasi kasus kematian seorang ODGJ di rumah sakit jiwa. Hingga penemuan mayat perempuan dengan kondisi yang sama seperti 30 tahun lalu mendatanginya.

Bahkan salah satu mayat perempuan yang mereka temukan, ternyata memiliki tiga titik di kakinya. Sejak saat itu Tigor yakin, ia datang untuk menyelesaikan kasus yang tidak bisa ia selesaikan 30 tahun lalu.

Satu persatu bukti dan mayat-mayat perempuan dengan tangan kanan teramputasi dan dijadikan sajen terus berdatangan. Dari laporan yang ada, para perempuan ini adalah korban dari seorang dukun gila bernama Ki Slamet yang pernah ditangkapnya dua tahun lalu.

Tito yang pernah menangkap Ki Slamet (Rukman Rosadi) mengaku sangat kesal dan bertanggung jawab atas para korban baru dari pria gila itu. Namun yang membuat Tigor tidak menyangka, ternyata Tito adalah putra dari korban kedua yang ia temukan 30 tahun lalu.

Untungnya berkat bantuan Sita yang seorang psikolog kriminal semakin mendekatkan mereka pada sosok Ki Slamet. Titik terang ditemukan, ketika salah satu korban Ki Slamet sempat menelpon polisi.

Mereka berhasil menemukan cara untuk menjebak Ki Slamet dan menangkap pria itu. Namun dari penelitian dan berbagai temuan yang didapatkan oleh Sita (Hana Malasan), ia percaya bahwa ada dua pembunuh yang memakai metode sama.

Bahkan Tigor pun merasa ada yang aneh disini, pasalanya Ki Slamet tidak tahu soal tanda titik di kaki korban. Sita mengutarakan, bahwa cara amputasi dari beberapa korban sangat berbeda. Korban dengan tanda titik diamputasi dengan sangat rapi.

Sementara korban yang diamputasi Ki Slamet, terlihat dipotong dengan cara yang berantakan. Benarkah pelaku pembunuhan ini tidak hanya satu orang? Lalu siapa yang sudah membunuh ibu Tito 30 tahun yang lalu?

Adaptasi Ceritanya Lokal Abis dan Bikin Deg-Degan

Adaptasi Ceritanya Lokal Abis dan Bikin Deg-Degan

Sempat harap-harap cemas, ternyata drama seri garapan Goplay ini malah bikin saya tercengang. Salah satunya dari adaptasi ceritanya yang sangat brilian. Digarap oleh empat penulis, Ratih Kumala, Ambaridzki Ramadhantyo, Nonny Boenawan dan Kanya K. Priyanti bekerjasama dengan sangat baik.

Jujur, saya tidak menyangka kalau Tunnel (Indonesia) akan menyuguhkan cerita seperti ini. Secara garis besar, intisari kisahnya tetap sama. Mengisahkan seorang polisi yang terlempar ke masa depan dan berurusan dengan pembunuh berantai gila.

Bedanya, versi Indonesia memiliki signature yang terasa lokal abis. Pertama, mereka mengganti mencekik memakai stocking jadi mengamputasi tangan kanan lalu dijadikan sesajen di atas tubuh korban.

Unsur klenik ini menjadi ciri yang khas sekaligus kekuatan Tunnel (Indonesia), pasalnya hal gila ini memang terjadi dan dipercayai di Indonesia. Saya juga memuji tambahan obsesi Dr. Iwan kecil pada kisah ibu dan anak dalam komik klasik “Pitulungan”.

Sementara untuk Ki Slamet, alasan pria ini meniru perbuatan Dr. Iwan karena ia ingin mendapatkan kekuatan mistis dengan cara menumbalkan para wanita.  

Mengubah signature yang sudah melekat dalam Tunnel (2019) ke versi Indonesia, tentu bukanlah hal yang mudah. Namun saya mengapresiasi kreativitas para penulis ceritanya, apalagi mereka tidak tergoda untuk menambahkan kasus lain dan hanya fokus pada pembunuhan berantai saja.

Berbagai kejutan dan hal-hal menarik lainnya, membuat saya deg-degan selama menonton drama garapan sutradara Ifa Isfansyah ini.

Pemeran Utamanya Sangat Menjanjikan

Pemeran Utamanya Sangat Menjanjikan

Donny Alamsyah dan Andri Mashadi bisa dikatakan sebagai duo yang bikin Tunnel (Indonesia) seru untuk diikuti. Kemistri dan bromance keduanya, memang bikin greget.

Seperti kucing dan anjing, keduanya selalu saja berselisih paham. Namun di satu sisi, keduanya memiliki visi dan misi yang sama. Akting mereka benar-benar bikin saya enjoy dan sekilas lupa dengan duo Choi Jin Hyuk dan Yoon Hyun Min.

Rasanya tidak salah jika saya harus membandingkan duo polisi dari Tunnel (Indonesia) Indonesia dengan versi Korea Selatan. Bagi saya, kemistri dan karakter yang dibawakan oleh Donny Alamsyah dan Andri Mashadi terasa lebih enjoyable untuk ditonton.

Kedua pasangan sebenarnya memiliki kemistri serta bromance yang kuat, hanya saja Donny Alamsyah dan Andri Mashadi membawanya ke level yang lebih tinggi. Sementara untuk Hana Malasan, jujur saja lebih menyukai karakter Ayu dibandingkan Shin Jae Yi yang diperankan Lee Yoo Young.

Hana Malasan benar-benar memperlihatkan sosok psikolog kriminal yang sikapnya sangat dingin. Pembawaan karakter dan aktingnya terlihat natural dan meyakinkan. Saya mengapresiasi usaha Hana Malasan berimprovisasi dan membuat karakter ini lebih nyata.

Sementara untuk duo pembunuh berantai, Dr. Iwan yang diperankan Kiki Narendra dan Ki Slamet oleh Rukma Rosadi tidak kalah bikin kesal.

Kedua villain utama ini, benar-benar menampilkan kegilaan mereka dengan cara yang berbeda. Kalau soal akting dan kemistri, bagi saya mereka sangat luar biasa. Meski sudah tahu alurnya, tetap saja mengejutkan melihat bagaimana alur kejahatan keduanya di buat.

Detail Kecil yang Terasa Mengganggu

Detail Kecil yang Terasa Mengganggu

Meski dari segi cerita, development karakter hingga akting yang ditampilkan dalam Tunnel (Indonesia) terlihat luar biasa.

Sebenarnya ada beberapa hal yang membuat saya kurang sreg, terutama soal sinematografi dan cara para polisi menginvestigasi kasusnya. Untuk cara investigasi di tahun 90-an, sepertinya saya tidak memiliki banyak masalah karena memang masih sangat minim.

Namun cara investigasi di tahun 2020, rasanya banyak detail-detail kecil yang mereka lewatkan. Seperti bagaimana cara olah TKP hingga cara mereka menginvestigasi.

Entahlah, sepertinya kedua hal ini selalu saja minim dalam drama atau film bergenre kriminal. Saya merasa hal ini bukan hanya karena riset yang kurang dalam, tapi memang minimnya informasi bagaimana polisi bekerja di Indonesia.

Sementara untuk sinematografi, sebenarnya berbagai gambar yang diperlihatkan sudah cukup baik. Hanya saja jika dibandingkan dengan Tunnel (2019), jujur saya lebih menyukai sinematografi yang diberikan oleh sutradara Shim Yong Hwi.

Pasalnya, gambar-gambar yang diperlihatkan memang bikin penasaran dan bikin rasa penasaran para penonton jadi lebih besar lagi. Menjadi remake resmi dari Tunnel (2019) karya sutradara Shim Yong Hwi, harus diakui bahwa Tunnel (Indonesia) tidak kalah seru.

Bahkan drama seri garapan sutradara Ifa Isfansyah ini secara mengejutkan menyuguhkan cerita yang khas dan dekat dengan masyarakat lokal. Unsur klenik yang diperlihatkan, benar-benar khas dan hal ini menjadi kekuatan yang membedakan antara versi Indonesia dan Korea.

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram