bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Truth or Dare, Permainan Pembawa Petaka

Ditulis oleh Aditya Putra
Truth or Dare
2.5
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Berkumpul bersama teman-teman merupakan kegiatan yang menyenangkan. Kita nggak perlu malu untuk mengekspresikan diri. Selain itu, kita bisa mengobrol, bercerita, bercanda sampai tertawa hingga lupa akan waktu. Bahkan bukan nggak mungkin, kita jadi melakukan tindakan-tindakan yang gila karena terbawa suasana.

Ketika berkumpul, tiap lingkaran pertemanan punya permainan favorit masing-masing untuk dimainkan. Salah satu yang paling populer adalah Truth or Dare yang mengharuskan kita menjawab pertanyaan dengan jujur atau melakukan tantangan apabila nggak mau memberi jawaban. Di film Truth or Dare, permainan itu justru membawa petaka. Sinopsis dan review filmnya bisa kamu simak di sini.

Baca juga: Film Horror Terbaru yang Wajib Ditonton di Tahun Ini

Sinopsis

Review Truth or Dare

Di sebuah kota di Meksiko, Giselle masuk ke dalam toko untuk membeli rokok. Di wajahnya terdapat luka. Ketika menghampiri kasir untuk membayar belanjaannya, sang kasir mengangkat telpon yang berdering. Kasir itu menjatuhkan gagang telpon di tangannya, kemudian bertanya pada Giselle akan memilih truth atau dare. Giselle yang ketakutan membakar seorang wanita di toko itu kemudian berlari.

Di tempat lain, Olivia Barron yang merupakan seorang siswi SMA diajak menghabiskan waktu liburan musim semi ke Meksiko oleh sahabatnya, Markie. Olivia menolak ajakan Markie dengan alasan akan terlibat dalam kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan hidup. Setelah dibujuk dengan dalih menjadi liburan terakhir sebelum lulus, Olivia pun luluh.

Di Meksiko, Olivia dan Markie berpesta bersama pacar Markie, Lucas, sepasang kekasih Penelope dan Tyson serta Brad. Di bar, Olivia bertemu dengan seorang pria bernama Carter. Carter mengajak Olivia untuk minum di sebuah gereja yang nggak dipergunakan lagi. Sesampainya di gereja, Carter mengajak Olivia dan teman-temannya untuk bermain truth or dare.

Olivia bersama teman-temannya bergantian bermain truth or dare. Tyson mencoba bertanya pada Olivia tentang perasaannya pada Lucas. Markie yang nggak tahu apa-apa, mulai curiga bahwa Olivia menyimpan perasaan pada pacarnya.

Carter mendapat pertanyaan tentang alasan membawa Olivia dan teman-temannya ke gereja. Carter kemudian menjelaskan bahwa mereka dibawa untuk bermain truth or dare. Permainan harus terus berjalan kalau nggak mau memakan korban.

Sekembalinya dari Meksiko, Olivia berhasil memperbaiki hubungannya yang merenggang dengan Markie. Markie akhirnya yakin bahwa Olivia adalah orang yang bisa dipercaya. Pun Olivia yang mengatakan bahwa Markie-lah satu-satunya orang yang bisa dia percayai setelah ayahnya meninggal. Dia pun membantah punya perasaan pada Lucas.

Kehidupan Olivia yang terganggu karena permainan truth or dare berlanjut. Dia menemukan tulisan truth or dare di berbagai medium yang ditemuinya. Sempat merasa itu hanyalah halusinasinya saja, dia akhirnya memutuskan untuk memilih truth. Dia mendapat pertanyaan tentang apa yang disembunyikan oleh sahabatnya. Jawabannya adalah Markie sering berselingkuh di belakang Lucas.

Jawaban Olivia mengejutkan orang-orang yang berada di perpustakaan, termasuk Lucas dan Markie. Pada malam harinya, Ronnie mendapatkan giliran untuk dare. Tantangannya adalah dia harus menunjukkan penisnya pada semua pengunjung bar. Ketika naik ke atas meja billiard, dia diejek oleh teman-temannya dan mengurungkan niatnya. Karena melanggar aturan, Ronnie pun bunuh diri di bar.

Olivia bercerita pada Brad, Tyson dan Penelope bahwa tindakannya di perpustakaan adalah karena keterpaksaan. Brad dan teman-temannya awalnya nggak percaya tapi setelah melihat video Ronnie bunuh diri, mereka mulai percaya bahwa mereka sedang bermain dalam permainan yang mematikan. Lucas mendapat giliran truth, dia pun menelpon Olivia dan menjelaskan bahwa menyukai Olivia.

Markie menjadi orang yang mendapat giliran untuk bermain dare. Tantangannya adalah harus mematahkan tangan Olivia. Olivia meminta Markie untuk memukul tangannya dengan palu, kalau enggak, nyawa Markie-lah taruhannya.

Berbagai pertanyaan dan tantangan yang bisa menghancurkan hidup Olivia dan teman-temannya terus datang. Ternyata hal itu berhubungan dengan sosok mistis di Meksiko. Akankah Olivia bersama teman-temannya bisa selamat?

Mengangkat Unsur Kekinian

Mengangkat Unsur Kekinian

Blumhouse Productions merupakan production house yang dikenal dengan memproduksi film-film horror. Truth or Dare merupakan salah satunya. Film karya sutradara Jeff Wadlow ini mencoba mengangkat tema horror dengan mengombinasikannya dengan unsur kekinian. Hal itu merupakan langkah lanjutan sebagaimana plot menampilkan para remaja yang berkaitan erat dengan media sosial.

Di awal film, Olivia digambarkan sebagai seorang YouTuber yang punya banyak subscriber. Selain itu, banyak adegan yang menampilkan bagaimana Olivia dan teman-temannya menggunakan media sosial dan fitur lain dari internet. Bahkan untuk mencari jalan keluar dari permainan truth or dare, mereka menggunakan bantuan Google.

Truth or Dare seperti ingin merekam fenomena yang ada di suatu waktu tertentu. Hal tersebut seperti pengulangan dari Unfriended yang juga menggunakan formula serupa.

Yang membedakan hanyalah Truth or Dare dalam ceritanya mengambil lokasi di dua negara berbeda yaitu Amerika, tempat Olivia bersama teman-temannya sekolah dan Meksiko sebagai awal petaka dari permainan yang mereka mainkan.

Baca juga: Review dan Sinopsis Film Horror Fantasy Island (2020)

Emosi yang Ditampilkan

Emosi yang Ditampilkan

Truth or Dare memilih pendekatan yang serius sebagai film horror. Padahal, banyak juga film horror yang lebih memilih nuansa lebih komikal sebagai ceritanya. Pemilihan pendekatan yang serius sayangnya menjadi kelemahan terbesar Truth or Dare. Jalan cerita yang kurang masuk akal walau menggunakan mahluk supranatural diperparah dengan adegan sadis yang nggak realistis.

Pendalaman karakter yang minim menjadi kelemahan lain dalam film yang ceritanya dibuat oleh Michael Reisz ini. Tempo yang cepat dengan jumpscare yang lemah menjadi andalan padahal dengan pendekatans serius, pendalaman karakter merupakan hal yang penting. Alhasil, film ini terasa begitu hampa. Kita hanya menyaksikan satu per satu karakter tewas dan semakin lama semakin membosankan.

Dari segi sinematografi, film ini nggak menghadirkan sesuatu yang baru. Pergerakan kamera ketika menampilkan jumpscare nggak cukup untuk menambah kengerian. Bahkan kehadiran jumpscare-nya sendiri pun terasa begitu mudah untuk ditebak. Pemilihan tone pun menguatkan anggapan bahwa film ini seperti film yang dirilis di tahun 90-an.

Formula Film Horror

Formula Film Horror

Dari segi cerita, Truth or Dare yang mengusung tema kekinian malah jauh dari kata menyegarkan. Formula film-film horror tahun 90-an dipakai lagi, karakternya harus mati dengan cara yang aneh seperti Final Destination. Pengungkapan sosok kuncinya pun sangat terbatas. Nggak heran kalau banyak yang beraggapan sosok itu cuma tempelan demi membuat situasi menjadi kritis.

Karakter-karakter yang ada di film ini pun sangatlah tipikal film horror. Seorang karakter yang baik hati, karakter yang sebenarnya berkhianat, karakter yang sok jago dan cinta segitiga kembali ditampilkan.

Hal itu seperti menguatkan anggapan bahwa film ini terjebak dalam segala bentuk klise dari genre horror. Penggunaan elemen teknologi lebih maju dalam cerita pun nggak cukup membuatnya menjadi tontonan yang seru.

Truth or Dare merupakan tipikal film horror yang klise. Penggunaan elemen teknologi dan tren terkini gagal dimanfaatkan dengan maksimal. Durasi selama 100 menit pun terasa membosankan dengan cerita yang mudah diprediksi.

Kalau kamu nonton film ini, jangan terlalu berharap pada kengeriannya, cukup nikmati saja ceritanya. Atau mungkin kamu punya pendapat berbeda? Mari bagikan di kolom komentar, teman-teman!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram