showpoiler-logo

Sinopsis & Review Trial by Fire, Usaha Membela Terpidana Mati

Ditulis oleh Dhany Wahyudi
Trial by Fire
3
/5
showpoiler-logo
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Seorang terpidana hukuman mati terus berusaha membela dirinya sendiri atas dakwaan pembunuhan ketiga putrinya dalam kebakaran rumahnya.

Tahun terus berlalu dalam penantian datangnya hukuman, muncul sebuah asa dari seorang wanita yang peduli dengannya dan mencoba membuka kembali kasusnya dengan membawa bukti-bukti baru.

Trial by Fire adalah film drama biografi karya sutradara yang terbiasa menangani film-film besar, Edward Zwick. Dirilis oleh Roadside Attractions secara terbatas pada 17 Mei 2019, film ini tayang perdana di Telluride Film Festival pada 31 Agustus 2018.

Berdasarkan sebuah artikel yang terbit di majalah The New Yorker di tahun 2009 silam, film ini menceritakan ketimpangan sistem hukum di Texas yang memunculkan kemungkinan orang tidak bersalah dijatuhi hukuman mati.

Akankah lewat penjabaran kasus ini sang terpidana lolos dari hukuman matinya? Atau tetap harus tunduk pada kebobrokan sistem? Simak review kami tentang film yang mengambil setting waktu antara tahun 1991 hingga 2004 berikut ini.

Sinopsis

Trial by Fire

Pada 23 Desember 1991, Cameron Todd Willingham terbangun dari tidurnya mendapati rumahnya dalam kondisi terbakar. Todd berlari keluar dan mengambil palu dari mobilnya untuk memecahkan kaca demi berusaha menyelamatkan ketiga putrinya di dalam.

Tapi dia gagal menyelamatkan mereka dan terpaku di halaman rumahnya hingga pemadam kebakaran dan polisi datang ke lokasi.

Dalam persidangan, jaksa penuntut memaparkan sejumlah bukti kepada juri dan hadirin yang mengarah kepada dakwaan pembunuhan yang dilakukan Todd kepada ketiga putrinya.

Jejak rekam dan efek kobaran api, kulkas yang menutup pintu belakang, dan pernyataan dari saksi mata, teman satu sel, dan ahli forensik sudah cukup membuat Todd dijatuhi hukuman mati, meski dia menyatakan diri tidak bersalah.

Awal masuk penjara, Todd mengalami banyak masa sulit dengan banyak berkelahi dan dipukuli oleh sipir hingga dia ditempatkan di sel isolasi yang membuatnya banyak mengingat kenangan bersama Stacy, istrinya.

Mereka memang sering terlibat pertengkaran karena Stacy sering selingkuh yang menyulut kemarahan Todd dengan memukuli pasangan selingkuhnya.

Berkat saran dari tahanan yang menjadi temannya, Ponchai James, Todd berusaha mencari pengacara baru untuk membelanya agar bisa naik banding.

Oleh pengacara baru, Todd diberikan banyak buku untuk dipelajari demi bisa mencari kesalahan dalam persidangan yang bisa membuatnya mengajukan sidang ulang. Tapi, 7 tahun pun berlalu dalam ketidakpastian.

Hingga akhirnya surat dari Todd sampai ke alamat Elizabeth Gilbert, seorang dramawan dengan dua anak dan mantan suami yang sedang sakit.

Tertarik dengan sosok Todd, Liz mengunjunginya di penjara dan terkesan dengan sikapnya yang sopan dan memiliki hal yang sama dalam rasa cinta kepada anak-anak mereka masing-masing.

Liz mulai mencari celah untuk membantu Todd membuka kasus hingga terkadang mengabaikan urusan kedua anaknya yang baru saja ditinggal wafat oleh ayah mereka.

Bersama pengacara Todd, mereka mulai mengunjungi para saksi satu persatu yang ternyata kesaksian mereka di laporan kepolisian dan persidangan berbeda.

Lewat salah satu saksi, yaitu mantan teman satu sel Todd, terkuak fakta bahwa mereka disuap oleh seorang pejabat yang kini adalah gubernur Texas.

Juga dari pernyataan saksi ahli yang menguatkan bahwa penyidikan TKP tidak ilmiah dan langsung menjatuhkan tuduhan kepada Todd sebelum mereka mulai melakukan tugas mereka, tapi sayangnya pernyataan ini juga ditolah gubernur tanpa alasan.

Apakah Liz dan sang pengacara bisa mengajukan naik banding? Atau minimal menunda eksekusi hukuman mati bagi Todd?

Tonton film dengan kisah yang menarik ini hingga akhir untuk mendapatkan jawabannya. Sedikit informasi, siapkan tisu atau saputangan untuk menghapus air mata.

Berdasarkan Kisah Nyata

Berdasarkan Kisah Nyata

Trial by Fire mengambil kisahnya dari sebuah kejadian nyata yang dialami oleh Cameron Todd Willingham, terpidana mati dengan dakwaan pembunuhan terhadap ketiga putrinya dalam kebakaran di rumahnya.

Dari pembukaan film yang cukup mendebarkan, sebenarnya sudah terlihat jelas bahwa Todd ingin masuk lagi ke dalam rumah yang sedang dilalap api itu dengan disaksikan oleh tetangganya.

Tapi kemudian kesaksian sang tetangga berubah ketika di persidangan yang langsung membuat pola cerita semakin jelas dalam menunjukkan kebobrokan sistem hukum di negara bagian Texas yang terkenal dengan banyaknya jumlah hukuman mati dari seluruh negara bagian di Amerika Serikat.

Ketimpangan di persidangan yang sangat terburu-buru diperlihatkan dengan gamblang kepada kita. Kemudian Todd dimasukkan ke penjara khusus terpidana mati sambil menunggu tanggal eksekusinya.

Sampai disini kita beberapa kali disuguhkan adegan flashback yang menceritakan kehidupan rumah tangga antara Todd dan Stacy

Adegan flashback itu untuk menggambarkan sikap arogan dan penuh emosi dari seorang Todd yang dianggap oleh penegak hukum adalah alasan kuat dia didakwa sebagai pembunuh.

Ketimpangan Sudut Pandang dalam Pemaparan Cerita

Ketimpangan Sudut Pandang dalam Pemaparan Cerita

Setelah setengah film berjalan, karakter Elizabeth Gilbert baru dimunculkan dan langsung masuk ke inti badai pergulatan jiwa Todd dalam penantian eksekusi dan pencarian cara agar pernyataan tidak bersalahnya didengar oleh negara.

Geoffrey Fletcher sebagai penulis naskah cukup apik memasukkan sekelumit kehidupan Liz yang rumit secara singkat dan padat, sehingga tidak terasa mengganggu kontinuitas cerita.

Latar belakang kehidupan Liz ditampilkan dengan baik lewat cerminan aktivitas kesehariannya di rumah bersama kedua anaknya. Meski begitu, disinilah terlihat ketimpangan dalam porsi penggarapan di sisi penceritaan.

Edward Zwick terlihat lebih nyaman dan cermat dalam menampilkan karakter Liz dengan kehidupannya dibandingkan karakter Todd yang meski ditampilkan dalam beberapa adegan flashback tetap tidak menambah hal baru yang harus diungkap dari dirinya, kecuali sikap arogan dan amarah yang selalu meledak.

Dan dari sini, kita merasakan ketidakadilan hukum lebih lekat dari sudut pandang Liz daripada sudut pandang Todd sebagai sang terpidana.

Entah ini blunder atau memang penempatan sisi yang diinginkan oleh Zwick sebagai sutradara untuk menempatkan kita berada di posisi Liz, bukan di posisi Todd. Jika ingin dikatakan berimbang, di setengah film akhir, karakter Liz lebih berperan penting daripada Todd.

Kurang Tensi Ketegangan

Kurang Tensi Ketegangan

Bisa dibilang, sebagai film bertema hukum apalagi terkait kasus hukuman mati, film Trial by Fire kurang memiliki tensi ketegangan. Cerita bergulir dengan lambat, kelam dan datar di setengah awal film, kemudian menjadi sedikit lebih cerah dengan kehadiran Liz.

Dikabarkan tetap setia dengan pola penceritaan artikelnya, justru membuat ritme film ini terkesan tidak stabil dan kurang fokus. Apalagi ditambah dengan penggunaan cara penyampaian yang tidak membantu mengolah emosi kita.

Contohnya dengan menghadirkan sosok “hantu” putri sulung Todd di dalam kamar tahanan yang menemani kesendirian Todd dalam diam. Juga hubungan antara Todd dengan salah satu sipir yang awalnya bersikap kasar padanya lalu menjadi baik dengan hanya satu adegan pembeda saja.

Dan satu hal yang masih menggantung di akhir film, kita tidak diberitahu apa motif pejabat negara yang kemudian menjadi gubernur sehingga bisa menyuap para saksi untuk membuat pernyataan palsu demi memberatkan Todd.

Trial by Fire memanglah bukan film yang bisa masuk kategori terbaik di film bertema tentang dunia hukum. Meski sudah mengangkat salah satu kisah nyata dari sebuah kasus yang memunculkan polemik.

Film dengan durasi 2 jam 7 menit ini sempat kehilangan fokus dan pengalihan perspektif yang cukup mengganggu ritme film, apalagi ditambah dengan kurangnya tensi ketegangan yang dihadirkan.

Tapi, film dengan sinematografi yang didominasi warna suram ini masih layak untuk disimak dan sebenarnya ditolong oleh kekuatan akting Laura Dern yang mampu menampilkan ketulusan hati seorang wanita yang peduli akan ketimpangan hukum di negaranya.

cross linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram