bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review The Wonder, Antara Mukjizat dan Penderitaan

Ditulis oleh Dhany Wahyudi
The Wonder
3.7
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Seorang perawat dari Inggris didatangkan ke pedalaman Irlandia untuk mengamati seorang gadis cilik yang tetap sehat padahal sudah tidak makan sejak 4 bulan yang lalu. Dia mencurigai ada yang diam-diam memberinya makan dan menutupi kebohongan itu dengan kedok agama. Semakin lama kondisi tubuh sang gadis melemah. Apa yang harus dia lakukan?

The Wonder adalah film drama psikologis karya Sebastian Lelio yang dirilis oleh Netflix pada 16 November 2022. Merupakan adaptasi dari novel karya Emma Donoghue yang juga menulis naskahnya, film yang dibintangi oleh Florence Pugh ini tayang perdana di Telluride Film Festival dengan respon positif.

Pergulatan jiwa seperti apa yang dialami oleh para karakter dalam film The Wonder ini? Simak review berikut ini untuk mengetahuinya lebih dalam.

Baca juga: 10 Film Adaptasi Novel Klasik Terbaik Sepanjang Masa

Sinopsis

Sinopsis

Irlandia, 1862. Elizabeth Wright, perawat yang pernah turun di Perang Krimea, didatangkan ke sebuah desa kecil di pedalaman Irlandia.

Dia diminta oleh sebuah komite dari tetua setempat untuk mengamati Anna, gadis cilik berusia 11 tahun, yang sudah tidak makan selama 4 bulan namun tetap dalam keadaan sehat. Hal ini dilakukan untuk membuktikan apakah ini sebuah mukjizat atau bukan.

Bersamanya didatangkan juga seorang biarawati, dimana mereka akan melaporkan hasil pengamatan yang rencananya dilakukan selama dua minggu. Kedatangannya tidak begitu diterima dengan hangat, terutama karena warga masih trauma akibat wabah kelaparan besar yang baru saja mereka lalui.

Elizabeth melihat keluarga Anna sangat agamis, bahkan Anna sendiri hafal ayat demi ayat Alkitab. Puasa yang dilakukannya sejak ulang tahunnya itu dianggap para petinggi gereja dan sebagian besar warga adalah sebuah mukjizat. Setiap harinya ada saja pengunjung yang datang untuk menemui Anna hanya untuk meminta doanya. Anna dianggap sebagai sosok orang suci.

Setiap kali Elizabeth bertanya dari mana dia mendapat kekuatan selama ini, Anna selalu menjawab bahwa dia diberi makan Manna dari Surga oleh Tuhan.

Dia tidak menemukan adanya kebohongan dalam setiap ucapan Anna dan keluarganya, dan juga tidak ada indikasi tindak penipuan dengan memanfaatkan mukjizat itu untuk mengeruk pundi-pundi uang dari sedekah yang diberikan pengunjung.

Setiap kali pulang ke penginapannya di pusat desa, Elizabeth tenggelam dalam dukanya atas kematian anaknya yang masih bayi dengan menenggak sesendok laudanum. Di penginapan ini dia bertemu dengan William Byrne, jurnalis Daily Telegraph yang datang dari London tapi berasal dari desa tersebut.

Awalnya Elizabeth merasa terganggu dengan ucapan spekulasi William tentang Anna yang dianggap sebagai berita bohong belaka. Menyadari bahwa ada kemungkinan Anna diberi makan oleh ibunya lewat mulut setiap pagi dan malam, Elizabeth kemudian melarang seluruh anggota keluarganya untuk berada di sekitar Anna selama dalam pengamatannya.

Tidak berapa lama kemudian kondisi Anna mulai melemah, tapi dia tetap tidak mau makan. Sebagai seorang perawat, Elizabeth tidak tega melihat pasiennya mengalami kesakitan.

Dia memaksanAnna makan dengan menggunakan selang, tapi kemudian dia urungkan niatnya lalu mencabut kembali selang itu dari mulut Anna. Elizabeth sadar bahwa dia sudah terbawa emosi hingga menyakiti Anna.

Anna kemudian berkata jujur kepada Elizabeth bahwa Manna yang dia maksud adalah makanan yang disuapkan kepadanya lewat mulut ibunya.

Dan Anna juga memberikan alasan puasanya adalah sebagai penebusan dosa karena pernah diperkosa oleh kakaknya ketika dia berusia 9 tahun. Sang kakak sendiri sudah wafat karena penyakit yang tidak diketahui. Anna menganggap itu adalah kemarahan Tuhan.

William yang beberapa kali dipertemukan dengan Anna, mulai memuat hasil reportasenya di surat kabar yang menggemparkan seisi desa. Dia menulis bahwa kematian Anna nanti disebabkan oleh keluarga dan masyarakat desa yang terlalu mengkultuskannya.

Elizabeth melaporkan hasil pengamatannya dengan dugaan ibunya memberikan makan melalui ciuman di mulut Anna setiap harinya.

Anna dan ibunya menolak dugaan itu dan membuat Elizabeth sebagai pembohong. Untuk itu, Elizabeth berjanji akan merawat Anna sampai dia dijemput oleh kematian nanti. Kondisi Anna semakin melemah.

Elizabeth meminta ibu Anna untuk menciumnya lagi seperti biasanya, tapi ibunya menolak dengan alasan dia ingin kedua anaknya nanti berada di surga dengan penebusan dosa ini.

Menyadari tidak ada harapan bagi Anna untuk hidup di keluarganya, Elizabeth meminta William membantunya menculik Anna pergi. Saat semua anggota keluarganya pergi ke gereja, Elizabeth membawa Anna ke telaga yang disucikan warga setempat dan berhasil memberinya makan. Lalu Elizabeth membakar rumah Anna yang membuat sebagian tangannya ikut terbakar.

Elizabeth melaporkan kepada komite bahwa Anna tewas dalam kebakaran itu. Elizabeth diberi hukuman untuk tidak boleh pergi kemana pun sampai pihak komite memberikan keputusan. Bagaimana nasib Elizabeth selanjutnya? Apakah Anna benar-benar wafat atau masih hidup? Jawabannya akan kalian temukan dengan menonton film ini hingga usai.

Cerita Menarik di Masa Sulit

Cerita Menarik di Masa Sulit

The Wonder merupakan adaptasi yang indah dari novel karya Emma Donoghue yang terbit pada tahun 2016. Termasuk salah satu novel terbaik menurut Scotiabank Giller Prize, tema yang diusung sangat lekat dengan kondisi kaum wanita di abad ke-19 dimana arogansi kaum pria mendominasi di segala bidang.

Latar belakang waktu kisah ini berada di tahun 1862, dimana bangsa Irlandia sedang berusaha bangkit dari peristiwa kelaparan besar yang terjadi antara tahun 1845 hingga 1849. Selama rentang masa itu, jutaan jiwa meninggal dunia, terutama di masa yang paling parah yaitu di tahun 1847 yang dikenal dengan sebutan Black ’47.

Meski sudah berakhir di tahun 1849, untuk bangkit dari keterpurukan bukanlah hal yang mudah. Hingga tahun 1871, eksodus besar-besaran warga Irlandia terus terjadi hingga mencapai 2,1 juta jiwa.

Oleh karena itu, ketika ada berita tentang sosok yang disucikan, mereka memujinya demi menambah motivasi diri untuk tetap bertahan. Tapi sebagian kecil dari mereka masih memandang skeptis berita ini.

Salah satunya adalah Elizabeth yang berpengalaman di bidang medis dengan pernah terjun di Perang Krimea antara tahun 1853 hingga 1856. Akibat menyaksikan kekejaman perang, ditambah kematian anaknya sejak bayi yang disusul perceraian yang menyedihkan membuatnya skeptis dalam menyikapi setiap keadaan.

Sejak kedatangannya, Elizabeth langsung menduga Anna mengidap anorexia mirabilis dimana penderitanya tidak mau makan tapi masih memiliki kondisi fisik yang prima. Dalam catatan sejarah, penderita penyakit ini selalu dianggap orang suci, salah satunya adalah Catherine of Siena yang hidup di abad ke-14.

Semua penderitanya adalah wanita yang menjalani puasa panjang demi menebus dosa atau ingin merasakan penderitaan yang dulu dirasakan oleh Yesus. Hal ini ditampilkan dengan baik di dalam filmnya dengan pendekatan realistis dari perspektif Elizabeth yang lebih mengedepankan sisi medis daripada agama.

Kita melihat Anna begitu tenang dan tabah, tidak butuh makan karena sudah diberi Manna dari Tuhan. Dia juga hafal ayat demi ayat Alkitab dan menuntun ibunya dalam membacanya. Gambaran orang suci memang terlihat jelas pada dirinya.

Namun begitu Elizabeth melarang seluruh anggota keluarganya untuk menemui Anna, dimulailah perubahan kondisi fisik yang drastis terjadi padanya. Hal ini menguatkan pendapat Elizabeth bahwa Rosaleen, ibu Anna, memberikan makan kepada putrinya lewat ciuman yang rutin diberikannya setiap hari. Dan ketika rutinitas ini dihentikan, Anna mulai sakit.

Tapi karena sudah terpaku dengan pemahaman agama yang kaku namun berlebihan dalam obsesinya, keluarga Anna tidak mau memberikan makan kepadanya dan pasrah untuk menjadikannya sosok orang suci yang menunggu kematian.

Tema inilah sebenarnya yang ditekankan dalam film dan novelnya, yaitu mengkritisi perilaku keagamaan berdasarkan pemahaman atau obsesi sendiri tanpa tuntunan.

Selain Elizabeth, tidak ada orang lain yang tahu bahwa Anna melakukan puasa panjang ini sebagai penebusan dosa yang pernah dia dan kakaknya lakukan. Anna menganggap Tuhan murka dengan membuat kakaknya wafat akibat penyakit yang tidak diketahui.

Dan untuk menghindari kakaknya dari api neraka, Anna menarik kesimpulan sendiri bahwa dia harus melakukan puasa panjang untuk merasakan penderitaan Yesus dengan harapan dosanya diampuni.

Pemahaman pribadi Anna ini tidak dia dapat dari pendeta pimpinan gereja yang masih menyangka Anna memiliki mukjizat. Inilah yang disebut Emma sebagai obsesi keagamaan yang sangat berbahaya.

Dan di sepanjang durasi 1 jam 48 menit, kita akan dibuat menduga-duga, apakah yang dialami oleh Anna memang mukjizat atau penyakit, atau bahkan sebuah kebohongan. Hingga Anna menceritakan alasannya kepada Elizabeth, hipotesis kita berkisar pada tiga opsi tadi.

Atmosfer Drama yang Menghanyutkan

Atmosfer Drama yang Menghanyutkan

Film yang sinematografinya diarahkan oleh Ari Wegner, sosok yang bertanggung jawab atas betapa apiknya sinematografi film The Power of the Dog (2021), memang tampil sunyi dalam keindahannya.

Kita dibuat merasakan keterasingan Elizabeth yang jauh dari kampung halaman dan harus menempuh perjalanan yang cukup jauh pula untuk menuju rumah keluarga Anna.

Batin Elizabeth yang berkecamuk sangat terasa. Selain dari beratnya kesan psikologis ceritanya, juga berkat kedalaman iringan musik gubahan Matthew Herbert yang baru saja menang di British Independent Film Awards. Semua elemen ini membentuk atmosfer drama yang penuh ketegangan dan tanda tanya.

Memang tidak ada twist mengejutkan yang disuguhkan, semuanya berjalan secara realistis. Contohnya tekanan batin dan kepedulian Elizabeth kepada Anna terbentuk karena tanggung jawab profesi dan rasa kehilangan yang besar atas kematian anaknya. Dua hal inilah yang membuatnya nekat untuk menculik Anna dan melaporkan sebuah kebohongan demi menyelamatkan satu jiwa.

Sejak Elizabeth meletakkan Anna di sebuah sumber mata air atau telaga suci, kita dibuat menunggu apa yang terjadi kepada Anna. Seolah kita ingin pasrahkan saja semuanya kepada Tuhan. Jika dia berkehendak menyelamatkannya, pasti dia akan mengirimkan seseorang untuk menjemputnya. Dalam posisi ini, William adalah sosok yang diharapkan.

Tapi kemudian biarawati yang juga mengamati Anna melihat pasiennya itu menunggang kuda bersama seseorang yang tampak seperti malaikat ketika rumah Anna terbakar.

Hati kita dibuat tercekat, dimana ada kemungkinan Anna menemui kematian saat ditinggalkan oleh Elizabeth. Tapi di akhir film, kita akan menemukan jawabannya yang memuaskan dan sesuai dengan harapan kita.

Performa Luar Biasa Florence Pugh

Performa Luar Biasa Florence Pugh

Tidak bisa dipungkiri, poros utama kualitas film ini ada pada pundak Florence Pugh yang membawakan karakter Elizabeth dengan penuh penghayatan. Sosok wanita tegar yang pernah turun ke medan perang dan menerima kenyataan rumah tangganya hancur terlihat jelas pada raut wajahnya yang tegas dan tidak pernah tersenyum.

Keahliannya di bidang medis masih diremehkan oleh sebagian besar kaum pria, terutama para anggota komite. Diskriminasi pada wanita ini juga menjadi salah satu tema yang diangkat di dalam novelnya.

Tema pengekangan terhadap kaum wanita juga pernah Emma Donoghue tampilkan di novel Room yang adaptasi filmnya di tahun 2015 berhasil membawa Brie Larson meraih Oscar sebagai Best Actress.

Florence Pugh mungkin akan mendapatkan kesempatan yang sama dengan yang pernah didapat oleh Brie Larson, terutama karena faktor pengarahan yang apik dari sutradara asal Chili, Sebastian Lelio. Sutradara ini dikenal lewat film-filmnya yang sangat apik dalam mengangkat permasalahan pada kaum wanita. Salah satu yang terbaik adalah Gloria (2013) dan A Fantastic Woman (2017).

Jadi tidak perlu heran apabila akting Florence Pugh terjaga dengan baik dan stabil di sepanjang film. Latar belakang kejiwaannya dibuka sedikit demi sedikit yang membuat prasangka gelap yang membayang di benak kita terjawab dengan baik dan memuaskan. Film ini seolah menjadi sebuah studi psikologis dari sebuah karakter yang dipaparkan dengan rapi.

Berkat performa aktingnya yang apik, Florence Pugh masuk nominasi British Independent Film Awards di kategori Best Lead Performance. Kita tunggu apakah penampilan luar biasanya di film ini bisa membawanya lebih jauh untuk berjaya di beberapa penghargaan film lainnya, termasuk Academy Awards.

Sudah jelas, The Wonder memiliki atmosfer drama yang menghanyutkan dan jalan cerita yang menarik sehingga membuat kita betah untuk selalu terjaga dan menduga apa yang akan terjadi selanjutnya. Dan Florence Pugh berhasil menjadi poros utama film ini dengan performa aktingnya yang luar biasa.

Tapi dengan segala kelebihan yang disebutkan di atas, film ini hadir bukan tanpa kelemahan. Meski hanya sedikit, tapi beberapa hal ini cukup mengganggu kontinuitas cerita.

Kelemahan pertama yaitu tidak diberikannya kedalaman karakter pada peran yang dibawakan oleh beberapa aktor senior, seperti Toby Jones dan Ciaran Hinds. Akibatnya, talenta akting mereka tersia-siakan.

Kelemahan lainnya yaitu kurang mengikatnya kisah asmara antara Elizabeth dan William. Rangkaian adegan untuk membangun perasaan cinta mereka kurang tergarap dengan baik dan rasa cinta itu terasa hadir mendadak hanya karena empati mendalam Elizabeth kepada William.

Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, Netflix selalu menyajikan film-film berkualitas yang kemungkinan besar masuk bursa Oscar menjelang akhir tahun.

The Wonder hanyalah salah satu dari rangkaian film lain yang juga siap berkompetisi di berbagai ajang penghargaan film. Sudah bisa ditonton di Netflix sekarang juga, jadi jangan sampai melewatkan film yang satu ini, ya! Selamat menyaksikan.

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram