bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Film Klasik The Towering Inferno (1974)

Ditulis oleh Aditya Putra
The Towering Inferno
3.5
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Dalam membangun sebuah bangunan yang besar dan akan diisi oleh banyak orang, diperlukan perhitungan yang matang. Keamanan dan kenyamanan orang-orang harus diperhatikan dengan seksama. Selain struktur bangunan yang harus kokoh, detail lain seperti listrik juga nggak boleh luput dari perhatian. Terlebih manusia sangat bergantung dengan adanya listrik serta salah penanganan akan membahayakan banyak nyawa.

Sebuah gedung besar dengan 135 lantai harus dilalap oleh si jago merah. Masalah listrik membuat adanya kebakaran sementara gedung itu diisi oleh banyak orang. Itulah yang terjadi film The Towering Inferno yang dirilis pada tahun 1974. Walau sudah cukup berusia tapi filmnya dianggap ikonik. Penasaran sama sinopsis dan reviewnya? Mari simak di bawah ini.

Sinopsis

  • Tahun Rilis: 1974
  • Genre: Disaster Film, Thriller, Action
  • Produksi: Irwin Allen Production
  • Sutradara: John Guillermin
  • Pemain: Steve McQueen, Paul Newman, William Holden, Faye Dunaway, Fred Astaire

Doug Roberts adalah seorang arsitek yang merancang sebuah gedung pencakar langit untuk developer bernama James Duncan. Gedung itu dinamai Glass Tower dengan tinggi 515 meter serta terdiri dari 135 lantai yang terletak di San Fransisco. Ketika diuji coba, listrik di lantai 81 bermasalah. Roberts merasa masalah ini karena kontraktor kelistrikan gedung sekaligus menantu Duncan, Simmons, memotong biaya pemasangan listrik.

Ketika mengadakan perayaan pembukaan Glass Tower, PR gedung tersebut, Dan Bigelow, menyalakan seluruh lampu di gedung. Roberts meminta Bigelow untuk mengurangi penggunaan lampu karena khawatir akan terjadi masalah. Apalagi ada ribuan orang yang datang dan bisa merusak reputasi gedung yang baru saja didirikan.

Asap mulai muncul dan terlihat sampai keluar gedung. Asap itu keluar dari lantai 81. Sebuah laporan pun dikirim ke pemadam kebakaran yang langsung bergegas. Roberts dibantu oleh seorang teknisi, Will Giddings mendatangi lantai 81. Giddings harus mendapat luka bakar yang parah setelah menyelamatkan seorang petugas Damkar dari api.

Roberts menghubungi Duncan untuk melaporkan adanya kebakaran di Glass Tower. Duncan sedang bertemu dengan seorang senator, Gary Parker, untuk membicarakan proyek-proyek gedung di San Fransisco. Dengan alasan sibuk, Duncan menolak permintaan Roberts untuk mengevakuasi seluruh pengunjung gedung.

Kepala Damkar, Michael O’Hallorhan sampai di lokasi dan memerintahkan Duncan untuk melakukan evakuasi. Terutama banyak orang yang terjebak di lantai 135. Simmons mengaku pada Duncan bahwa dia menangani listrik di gedung dengan dana di bawah yang dianggarkan. Sementara itu, orang-orang yang terjebak di dalam lift di lantai 135 harus tewas dilalap api.

Bigelow dan istrinya, tewas terjebak api di kantor yang berada di lantai 65. Sepasang tamu, berlari menuju lantai 87 untuk menyelamatkan seorang ibu tunarungu bersama dua anaknya. Jernigan, kepala keamanan gedung berhasil menyelamatkan ibu tersebut. Tapi sebuah ledakan kembali terjadi sehingga Roberts beserta orang lainnya nggak bisa mengikuti Jernigan.

Ledakan merusak tangga darurat. Roberts beserta pengunjung lain yang selamat hanya punya satu opsi yaitu pergi ke lantai 134. Lantai 134 masih relatif aman dari api sehingga mereka bisa menunggu kedatangan petugas Damkar untuk menyelamatkan mereka. Petugas Damkar berhasil menaklukan api di lantai 65 tapi listrik mati total.

Sebuah upaya penyelamatan dibentuk. Kali ini akan menggunakan helikopter untuk membawa penghuni gedung sebanyak-banyaknya. Sayangnya, helikopter itu harus menabrak puncak gedung karena angin tinggi. Bisakah Roberts menyelamatkan diri? Bagaimana pula upaya Damkar memadamkan api di tengah angin yang mempersulit tugas mereka?

Unsur Drama

Sebuah film disaster akan lebih mempunyai koneksi dengan penonton kalau menyertakan unsur drama yang cukup. Emosi dari adegan yang ditampilkan akan membuat penonton lebih bersimpati. The Towering Inferno sayangnya kurang unsur drama dengan lebih fokus pada upaya melawan api. Hal ini yang jadi alasan sebagian penonton kurang bersimpati pada para karakternya.

Di film ini praktis hanya menampilkan tiga karakter utama yang memberikan drama. Roberts yang merasa bertanggung jawab karena gedung yang dia rancang membawa petaka. Ada juga Simmons yang merasa bersalah karena memotong biaya listrik. Sementara Duncan menjadi antagonis yang nggak begitu peduli pada kebakaran yang menimpa Glass Tower padahal dialah yang membangunnya.

Ada cukup banyak karakter yang mendapat porsi di film ini dan berpotensi membangun drama yang menyentuh. Satu-satunya porsi drama di luar karakter utama diberikan pada seorang ibu tunarungu dan anaknya yang terjebak di tengah kebakaran. Film tentang bencana merupakan alat yang pas untuk memperlihatkan studi tentang karakter manusia.

Baca juga: Sinopsis & Review Film Poseidon, Bencana di Kapal Mewah

Permainan Tempo

Hampir sepanjang film kita akan disuguhi bagaimana upaya para penghuni Glass Tower menyelamatkan diri dari kebakaran. Walau terkesan sederhana, sebenarnya The Towering Inferno memainkan tempo dalam menjalankan cerita. Hebatnya permainan tersebut nyaris nggak terasa karena secara ketegangan berhasil terjaga dari awal sampai akhir.

Di awal film, kita akan diperlihatkan kemegahan Glass Tower sebagai bangunan tertinggi di dunia yang terdiri dari 135 lantai. Nggak berlama-lama, masalah listrik langsung dimunculkan walau nggak langsung dipacu pada puncaknya. Ketika mengira masalah itu selesai dan perayaan pembukaan gedung dilaksanakan, masalah listrik itu semakin memburuk dan menciptakan kebakaran.

Sebelum pertengahan film, kita akan diberi suguhan bagaimana Damkar datang dan mencoba menyelamatkan penghuni Glass Tower. Berbagai upaya dilakukan walau nggak semuanya berhasil dan korban tetap berjatuhan. Kemudian tempo diperlambat dengan menunjukkan bagaimana O’Hallorhan menyiapkan rencana untuk mengevakuasi penghuni gedung semaksimal mungkin.

Menuju akhir, barulah tempo dinaikkan ke level yang maksimal. Berbagai upaya yang dilakukan untuk menyelamatkan diri menemui kegagalan. Pakem yang sebenarnya sudah bisa ditebak ini hebatnya bisa dikemas dengan apik. Adegan-adegan penyelamatan itu berhasil memberi ketegangan dengan bayangan kalau kita berada di situasi tersebut.

Special Effect Mengagumkan

Cerita tentang kebakaran gedung merupakan sesuatu yang bisa terjadi pada siapa saja. Hal tersebut dimanfaatkan dengan menampilkan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi lewat peristiwa kebakaran. Sebagaimana film disaster lain, diperlukan penggunaan special effect agar adegan-adegannya terasa realistis.

Dirilis pada tahun 1974, The Towering Inferno berhasil memperlihatkan special effect yang mengagumkan. Dengan berbekal teknologi yang nggak secanggih sekarang, film ini secara keseluruhan berhasil memperlihatkan sesuatu yang believable. Perjuangan penghuni yang harus menyelamatkan diri terhambat oleh api yang menjalar, listrik yang mati, sampai helikopter yang menabrak lantai atas Glass Tower.

Mencari kesalahan dari detail kecil seperti penggunaan stuntman di film ini pun nyaris sulit dilakukan. Stuntman benar-benar dipilih yang memiliki perawakan mirip dengan karakter-karakter utama. Nggak cuma mirip, mereka pun menjalankan tugasnya dengan baik sehingga penonton nggak akan menyadari penggunaan stuntman. Hal yang terkesan nggak masuk akal nggak ditemukan di film ini.

The Towering Inferno menyajikan tontonan menegangkan dari bencana yang menimpa Glass Tower. Sebagai film jadul, film ini berhasil menciptakan cerita yang believable didukung dengan special effect yang ciamik. Nggak mengherankan kalau film ini dianggap menjadi salah satu film disaster terbaik. Suka film disaster? Mari nonton filmnya lalu tuliskan ulasanmu di kolom komentar, teman-teman!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram