showpoiler-logo

Sinopsis & Review Film Fantasi The School for Good and Evil (2022)

Ditulis oleh Dhany Wahyudi
The School for Good and Evil
2.1
/5
showpoiler-logo
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Persahabatan Sophie dan Agatha diuji ketika mereka dibawa ke sekolah tempat dongeng diciptakan. Mereka merasa saling tertukar sekolah dan berkali-kali menyatakan ini kepada kepala sekolahnya.

Namun keburukan di hati Sophie hasil dari bisikan Rafal telah membuatnya menjadi seorang penyihir jahat. Agatha harus bisa menghentikan rencana jahat Rafal untuk memusnahkan sekolah ini.

The School for Good and Evil adalah film fantasi karya Paul Feig yang dirilis sebagai original film Netflix pada 19 Oktober 2022.

Memajang dua aktris muda sebagai pemeran utamanya, film ini didukung juga oleh deretan aktris papan atas sebagai guru mereka di sekolah. Charlize Theron, Kerry Washington dan Michelle Yeoh membawakan peran tersebut.

Merupakan adaptasi dari novel karya Soman Chainani, apakah film ini akan menuai respon positif seperti novelnya? Simak review berikut untuk mengetahui ulasan lengkap film yang melakukan syuting di Belfast dan sekitarnya ini.

Baca juga: 20 Film Fantasi Terbaik yang Membawa Imajinasi Penonton

Sinopsis

Sinopsis

Di masa lalu, dua saudara kembar Rhian dan Rafal mendirikan Sekolah untuk Kebaikan dan Kejahatan demi mempersiapkan para siswanya untuk berpartisipasi dalam banyak kisah dongeng.

Dalam sebuah latih tanding, Rafal yang haus kekuasaan menyerang Rhian. Namun dengan ketangkasannya, Rhian berhasil selamat dari serangan Rafal yang tewas jatuh dari tebing.

Masa kini, desa Gavaldon. Sophie yang tampil seperti seorang putri bersahabat dengan Agatha yang dijuluki penyihir oleh warga. Seperti biasa, mereka berdua mencari buku baru untuk dibaca.

Sophie melihat lambang sekolah fantasi di halaman depan buku Cinderella. Secara diam-diam, Sophie menulis surat ke sekolah tersebut agar bisa pergi dari desanya.

Saat fenomena bulan darah terjadi, sesosok makhluk gaib menyeret Sophie yang segera dikejar oleh Agatha. Terlepas dari makhluk itu, mereka dibawa oleh seekor burung raksasa berbentuk kerangka ke Sekolah untuk Kebaikan dan Kejahatan.

Sophie diturunkan di Sekolah Kejahatan dan Agatha diturunkan di Sekolah Kebaikan. Mereka berdua merasa tertukar posisinya. Agatha dan Sophie dipersiapkan oleh dekan masing-masing untuk pesta penyambutan.

Sophie mengenakan jubah hitam khas penyihir, sementara Agatha dipakaikan gaun layaknya seorang putri. Di pesta itu, mereka berdua terpesona oleh kehadiran Pangeran Tedros, putra Raja Arthur.

Malamnya, Agatha pergi keluar asrama untuk menemui Sophie, tapi diserang oleh Cupid sehingga harus berlindung di perpustakaan. Sempat mencuri dengar pembicaraan Lesso dan Dovey, dua dekan dari masing-masing sekolah.

Mereka bingung mengapa Rhian mengundang kedua gadis itu untuk bersekolah d isini. Setelah mereka pergi, Agatha melihat penampakan Rafal yang mengancamnya.

Agatha kemudian mengajak Sophie untuk menemui kepala sekolah Rhian agar bisa memindahkan Sophie ke Sekolah Kebaikan. Rhian memberikan syarat untuk Sophie yaitu mencium cinta sejatinya agar bisa pindah sekolah. Sophie sudah menentukan orangnya, yaitu Tedros.

Kelas demi kelas mereka lalui tanpa ada kecocokan dengan materi yang diajarkan. Agatha gagal di kelas senyum, sementara Sophie diserang oleh siswi lain dengan ilmu sihirnya. Saat terdesak, muncul Rafal yang menolong Sophie. Lesso mulai paham apa yang diinginkan Rafal dari Sophie.

Agatha diberi peringatan tentang kegagalannya menangkap pelajaran di kelas. Akan ada konsekuensi keras bila gagal. Saat berada di hutan, Gregor yang baru saja berteman dengan Agatha dihisap oleh angin topan dan menghilang.

Saat siswi Sekolah Kebaikan belajar di danau, Agatha menyelamatkan siswi yang gagal beberapa tahun lalu yang berubah menjadi ikan-ikan kecil di danau.

Setelah itu, muncul burung raksasa berbentuk kerangka menghampiri mereka. Agatha terkejut, tapi dia menyadari bahwa burung itu adalah penjelmaan Gregor.

Namun terlambat, Tedros langsung membunuhnya. Agatha marah dan memukul Tedros. Merasa Sekolah Kebaikan membuat muridnya menjadi egois, Dovey memberi tahu Agatha bahwa dia adalah seorang putri sesungguhnya.

Lesso menyekap Sophie dan menggunting pendek rambutnya yang membuat kebencian dari hatinya menjadikan sifatnya berubah. Meski begitu, Agatha tetap ingin membantu Sophie agar bisa dekat dengan Tedros.

Menggunakan ilmu magisnya, Agatha berhasil menyatukan mereka. Tapi kebersamaan Sophie dan Tedros mengundang banyak cibiran yang membuat mereka dihadapkan kepada kepala sekolah.

Untuk membuktikan apakah mereka adalah cinta sejati, Sophie dan Tedros wajib mengikuti ujian dongeng dimana mereka harus bertahan di Hutan Biru menghadapi berbagai makhluk di dalamnya sampai pagi. Saat Sophie diburu oleh Grim Reaper, Tedros berusaha menyelamatkannya.

Tedros terdesak dan pedang Excalibur terlempar jauh darinya. Agatha yang menyelinap masuk meminta Sophie untuk membantu Tedros, tapi Sophie tidak bergeming. Agatha kemudian turun tangan membantu Tedros. Setelah usai, mereka saling bertengkar dan membatalkan ujiannya.

Sophie diyakinkan oleh Rafal bahwa Agatha adalah musuhnya. Para siswa yang hadir di pesta dansa sekolah dikagetkan oleh kedatangan Sophie yang penampilannya kini telah menjadi seperti penyihir.

Dia berhasil memancing amarah Tedros dan siswa Sekolah Kebaikan lain untuk menyerang Sekolah Kejahatan. Agatha berusaha menghalangi mereka karena itu adalah sebuah pelanggaran.

Sophie masuk ke ruangan kepala sekolah dan berniat membunuh Rhian yang ternyata adalah Rafal. Selama ini dia menyembunyikan identitasnya setelah membunuh Rhian di tebing.

Rafal ingin menjadikan Sophie sebagai pengantinnya. Saat mereka berciuman, bangunan kedua sekolah mulai runtuh dan kuasa kegelapan muncul.

Apa yang akan dilakukan Agatha untuk menyelamatkan diri, sahabat dan sekolahnya? Apakah Sophie akan bersatu dengan Rafal selamanya? Temukan jawabannya dengan menonton film ini hingga selesai.

Kisah Persahabatan yang Menarik

Kisah Persahabatan yang Menarik

Saat novel The School for Good and Evil terbit pada tahun 2013, cerita dongeng fantasi karya Soman Chainani ini sudah merebut hati pembacanya.

Kecerdasan dan keunikan alur cerita serta dunia fantasi dimana kisahnya berada adalah daya tarik novelnya. Inti ceritanya adalah tentang persahabatan dua gadis remaja yang berbeda kepribadian di sebuah desa bernama Gavaldon.

Sophie memiliki penampilan seperti putri dalam dongeng yang lengkap dengan penderitaan hidup layaknya Cinderella. Sementara Agatha tampil urakan dan selalu mengenakan pakaian berwarna hitam sehingga terlihat seperti penyihir.

Kedua karakter ini diperankan dengan sangat baik oleh Sophia Anne Caruso sebagai Sophie dan Sofia Wylie sebagai Agatha. Chemistry mereka sungguh padu, layaknya mereka memang adalah sahabat sejati yang sesungguhnya.

Saat bercanda, saat marah, bahkan saat sedih pun semua mereka tampilkan dengan apik. Kita pun, mau tidak mau, akan terus terbawa semakin dalam oleh cerita dongeng ini. Uniknya, saat mereka secara tidak sengaja dibawa ke Sekolah untuk Kebaikan dan Kejahatan, mereka merasa seperti tertukar.

Dan selama setengah film, kita akan melihat bagaimana perjuangan mereka untuk meyakinkan para guru dan kepala sekolah bahwa mereka salah dalam menempatkan muridnya. Dan disini kita mulai melihat sedikit demi sedikit perubahan yang terjadi pada mereka berdua.

Agatha yang urakan dan galak kepada orang asing memang bukanlah gambaran putri dongeng seperti murid lainnya di Sekolah Kebaikan.

Tapi lambat laun, kita melihat ada hati seorang putri yang terpendam di dalam dirinya. Seperti ucapan Dovey kepada Agatha, bahwa dia memiliki rasa empati yang tinggi dan sifat inilah yang membuatnya menjadi seorang putri sejati.

Sementara Sophie yang awalnya memiliki penampilan bak putri, sedikit demi sedikit juga berubah menjadi mirip dengan penampilan seorang penyihir.

Bergaun hitam dan rambut pirang pendek, sikapnya berubah di atas kepasrahannya akan sikap para pendidik yang seolah menghalanginya untuk pindah sekolah.

Dan, Sophie memang bukanlah orang yang jahat. Dia hanya tergoda oleh bisikan Rafal ketika dalam himpitan situasi yang tidak sesuai dengan harapannya.

Ambisinya untuk menjadi seseorang yang berguna dibumbui dengan pemikiran jahat Rafal, sehingga konsep ambisinya berubah arah. Tapi saat Sophie menjadi jahat, dalam hati terdalamnya, dia tetap orang baik yang rela berkorban demi sahabatnya.

Sekolah Fantasi Minim Intrik

Sekolah Fantasi Minim Intrik

Meskipun sama-sama memiliki latar lokasi di sebuah sekolah sihir dan magis, jangan samakan Sekolah untuk Kebaikan dan Kejahatan ini dengan Hogwarts di franchise Harry Potter.

Selain kurang beragamnya kelas yang ada, juga para murid di dalamnya tidak memiliki jumlah yang banyak. Untuk ukuran sekolah dengan dua bangunan besar, sekolah pimpinan Rhian ini terasa eksklusif.

Dengan hanya memiliki dua kelas, rivalitas antara mereka cukup tinggi, tapi juga menjadi mudah terbaca. Tidak banyak yang ditampilkan tentang sekolah ini di dalam filmnya yang seharusnya masih bisa dieksplorasi lagi.

Sekolah Kebaikan tampak seperti kita berada di dalam sebuah kue ulang tahun yang manis dan berwarna-warni. Sementara itu Sekolah Kejahatan terlihat cukup kelam, namun masih kurang pekat.

Kita tidak akan dibuat takjub dengan sekolah beserta semua ruangan di dalamnya, karena penggunaan efek visual yang masih kurang matang, terutama pada adegan-adegan di awal film.

Karena tidak istimewa, kita mungkin akan dibuat sedikit geli melihat pameran efek visual yang maunya megah tapi justru tampak kekurangannya disana-sini. CGI untuk makhluk-makhluk di sekolahan sudah jelas tidak berkesan sama sekali.

Hanya ada satu adegan hasil efek visual yang bisa membuat kita kagum, yaitu ketika Rafal menampakkan diri kepada Agatha di perpustakaan yang ditutup dengan ledakan darah yang menutupi seisi ruangan.

Tapi apabila kita menonton film The Shining (1980) dan Doctor Sleep (2019), adegan ini akan terlihat basi dan kalah jauh dari efek visual yang ditampilkan di dua film horror klasik tersebut.

Dipenuhi Karakter yang Dangkal

Dipenuhi Karakter yang Dangkal

Daya tarik film The School for Good and Evil ini tentulah deretan pemeran papan atas yang ikut meramaikan film berdurasi 2 jam 27 menit ini.

Siapa yang tidak mau melihat akting Charlize Theron, Kerry Washington dan Michelle Yeoh dalam satu film? Dan Paul Feig berhasil mewujudkannya lewat film ini. Hanya sayangnya karakter mereka bertiga tidak dalam dan hanya tampil satu dimensi saja.

Kita tidak tahu sama sekali latar belakang Dovey yang diperankan Kerry Washington. Kita pun hanya sedikit tahu tentang kisah cinta antara Lesso dengan Rafal, karena hanya diceritakan dalam satu adegan saja.

Dan untuk karakter Anemone yang dibawakan oleh Michelle Yeoh, lebih sedikit lagi yang kita tahu. Apalagi dia hanya tampil di dua adegan saja.

Cukup mengecewakan memang dan hal ini menjadi kelemahan utama film yang naskahnya ditulis oleh Paul Feig dan David Magee ini.

Penuturan ceritanya meninggalkan banyak lubang dan tidak bisa membawa kekuatan kisah dari novelnya. Padahal semua unsur menarik dari novelnya sudah ditampilkan, seperti orang tua para murid yang merupakan tokoh-tokoh terkenal di dunia dongeng.

The School for Good and Evil memiliki kelebihan dari sisi pemerannya, meski karakternya kurang tergali dalam. Setidaknya dua pemeran utamanya tampil tidak mengecewakan.

Visualisasinya seharusnya mengagumkan, tapi efek visual dan sinematografinya tampil kurang matang. Dan kekurangan utama film ini terletak pada lemahnya naskah dan penuturan cerita di dalamnya.

Bagi pembaca setia novelnya dan penikmat film-film fantasi, The School for Good and Evil wajib kalian tonton, apalagi banyak bintang terkenal di dalamnya. Cerita persahabatan sejatinya sangat inspiratif dengan pesan moral yang sangat mengena. Sudah bisa ditonton di Netflix sekarang juga, ya!

cross linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram