bacaterus web banner retina

Sinopsis dan Review The Most Hated Woman in America (2017)

Ditulis oleh Dhany Wahyudi
The Most Hated Woman in America
2.5
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Madelyn Murray O’Hair adalah seorang aktivis dan pendiri yayasan American Atheists dimana film The Most Hated Woman in America ini mencoba untuk menceritakan kembali beberapa hari terakhir dalam hidupnya dan sekelumit kisah yang mengawali peristiwa penculikannya. Film ini adalah original film Netflix yang dirilis pada 24 Maret 2017.

Tommy O’Haver yang dikenal lewat film remaja Get Over It (2001) dan Ella Enchanted (2004) duduk di kursi sutradara setelah sepuluh tahun tidak pernah mengarahkan film setelah An American Crime di tahun 2007.

Apakah O’Haver mampu menceritakan kembali sosok kontroversial ini ke dalam film biografi yang baik? Simak review kami tentang film yang cukup menyentuh sisi sensitif kehidupan beragama ini.

Sinopsis

Sinopsis
  • Tahun: 2017
  • Genre: Biography, Drama, History
  • Produksi: Brownstone Productions, Untitled Entertainment
  • Sutradara: Tommy O’Haver
  • Pemeran: Melissa Leo, Josh Lucas, Adam Scott, Juno Temple

Di tahun 1995, Madalyn Murray O’Hair diculik dari rumahnya bersama dengan Garth dan Robin, putra dan cucunya, oleh Gary Karr dan Danny Fry yang kemudian diketahui bersekongkol dengan David Waters. Mereka bertiga mengenali sosok Waters ini.

Semua kisah bermula di era 1960an dimana Madalyn yang merupakan seorang atheis mengajukan tuntutan ke pengadilan terhadap sekolah dimana putranya belajar karena tidak ingin anaknya mengikuti doa pagi yang biasa dilakukan sebelum waktu belajar dimulai. Pengadilan memenangkan Madalyn dan menyatakan jika doa pagi di sekolah adalah ilegal. Seketika itu, Madalyn menuai banyak cercaan.

Madalyn mendirikan sebuah yayasan advokasi yang dinamakannya American Atheists yang dijalankan bersama kedua putranya, Bill dan Garth. Kesetiaan Bill kepada ibunya membuat rumah tangganya berantakan dan dia dituntut cerai oleh istrinya yang membuatnya menjadi alkoholik. Tapi kemudian Bill taubat dan kembali menjadi penganut Kristen yang taat dan menjauh dari ibunya.

Madalyn kemudian bekerja sama dengan seorang pastor untuk mengadakan rangkaian debat yang menguntungkan kedua belah pihak secara finansial. David Waters melamar ke yayasan sebagai manajer untuk menggantikan Bill dan dipercaya oleh Madalyn perihal data keuangan yang sangat rahasia miliknya. Tetapi karena sebuah pertikaian di malam Natal, Madalyn memecat Waters.

Waters menuntut uang pesangon sebesar $1 juta yang ditolak oleh Madalyn dan menjadi cikal-bakal peristiwa penculikan berakhir tragis ini. Mereka mencairkan dana di bank New Zealand sebesar $625 juta yang rencananya akan ditukarkan dengan koin emas untuk menghilangkan jejaknya. Sayangnya, pencairan itu membutuhkan dua kali proses, sehingga waktu penculikan menjadi lebih lama.

Jack Ferguson, seorang reporter, meliput kisah penculikan Madalyn ini dan menanyai beberapa orang, antara lain Bill, kakak dari Danny Fry, dan pemilik showroom mobil bekas dimana Danny menjual mobil milik Garth setelah penculikan. Sementara itu, Gary membunuh Robin karena menolak berhubungan dengannya yang juga berakhir kepada pembunuhan Garth dan Madalyn.

Dengan semua bukti dari saksi, Ferguson mengarahkan penyelidikan polisi kepada David Waters yang kemudian menangkapnya atas tuduhan pembunuhan bersama Gary. Sementara Danny sudah tewas terlebih dahulu karena dibunuh oleh Gary. Di akhir film, Bill yang menjadi pimpinan koalisi keagamaan meminta maaf atas perlakuan ibunya dan berusaha mengembalikan aktivitas berdoa di sekolah.

Fakta Tokoh Kontroversial di Amerika

Fakta Tokoh Kontroversial di Amerika

Jika membaca biografi Madalyn Murray O’Hair, sosok ini memang sangat kontroversial sebagai seorang aktivis atheis. Dalam The Most Hated Woman in America, yang diambil dari julukannya dalam sebuah judul artikel di sebuah surat kabar, fokus perlawanan Madalyn hanya kepada agama Kristen hingga dia bisa menang di pengadilan dan menjadikan doa pagi di sekolah menjadi tidak wajib.

Alasannya memang cukup kuat, karena di Amerika Serikat kebebasan beragama dijamin untuk setiap warga negaranya, apapun agama mereka. Begitupun juga kebebasan berpendapat, sehingga Madalyn bisa menang berkali-kali di pengadilan atas argumennya yang kuat. Semoga saja sosok seperti ini tidak mencuat di negara kita, karena pastinya sudah bertentangan dengan sila pertama Pancasila.

Setidaknya dia sudah mengikuti persidangan dalam 10 kasus berbeda, antara lain perihal doa dan pembacaan Injil di sekolah umum, durasi acara keagamaan yang sama bagi penganut atheis di TV dan radio, pelayanan keagamaan mingguan di Gedung Putih, pembacaan salah satu surat dari Injil oleh astronot saat peluncuran Apollo 8, dan penghapusan kalimat “In God We Trust” dalam UUD Amerika.

Intinya, Madalyn memang sangat giat memperjuangkan hak kaum atheis, padahal dia lahir dalam keluarga Kristen Protestan yang taat. Madalyn pun sempat ingin menjadi warga negara Uni Soviet dan sudah dua kali mengajukan tapi semuanya ditolak oleh Uni Soviet. Selain itu, dia juga menolak peristiwa Holocaust dan menganggap bahwa kaum Yahudi tidak dimusnahkan tapi justru disebar ke berbagai negara.

Premis yang Bagus dengan Penceritaan yang Membosankan

Premis yang Bagus dengan Penceritaan yang Membosankan

Sebenarnya, menampilkan tokoh kontroversial ke dalam film adalah sebuah premis yang bagus dan pasti akan menarik perhatian. Tapi sepertinya Tommy O’Haver dan Irene Turner sebagai penulis naskah tidak menemukan fokus yang tepat untuk menceritakan kehidupan tokoh ini. Kisah penculikan sebagai alur utama yang ditimpali dengan beberapa kali flashback seharusnya juga menambah daya tarik.

Tapi apa daya, alur utamanya pun sudah tampil dengan banyak kelemahan, terutama dari sisi akting. Bisa dibilang, hanya Melissa Leo saja yang tampil sesuai harapan, meski dia lebih banyak bersembunyi dibalik make-up agar terlihat lebih tua. Sisanya, semua pemeran tampil dalam performa yang mengecewakan, bahkan keantagonisan Josh Lucas tidak terlihat menakutkan.

Beberapa adegan flashback yang harusnya memperkuat pondasi cerita utama justru tampil lebih kedodoran dan tidak berkesan sama sekali. Memaksakan cerita tentang perselisihan Bill dan ibunya agar menimbulkan rasa empati ternyata tidak memberikan efek apapun juga, sekalipun berhasil semua terasa terlambat.

Penyelidikan kasus penculikan lewat usaha reporter Jack Ferguson juga tidak memberikan kesan menggigit dan terasa datar tanpa ada gejolak serta kesulitan. Intinya, keseluruhan film terasa datar dan bagi yang tidak tahan pasti akan mengantuk di tengah-tengah film.

Daya Magis Sutradara yang Hilang

Daya Magis Sutradara yang Hilang

Tommy O’Haver bisa dibilang seorang sutradara yang cukup sukses dan film-filmnya diakui cukup bagus. Masih ingat kan dengan Get Over It (2001) yang melambungkan karir Kristen Dunst, Mila Kunis dan Zoe Saldana? Anne Hathaway pun berhasil mencuat karirnya setelah membintangi Ella Enchanted (2004), dan Elliot Page sempat diarahkan olehnya di An American Crime (2007).

Entah kenapa setelah kesuksesan An American Crime yang menuai banyak pujian bahkan sempat masuk nominasi Golden Globe Awards, O’Haver tidak membesut film lagi hingga The Most Hated Woman in America ini tepat 10 tahun setelah film terakhirnya. Duet penulisan naskah yang solid dengan Irene Turner di An American Crime sayangnya tidak bisa diulang kembali di film terbarunya ini.

Apa semua ini karena dia telah kehilangan daya magisnya? Padahal O’Haver adalah salah satu sutradara yang pandai dalam mengolah kisah feminis dalam film-filmnya. Semoga saja nanti di film terbaru lainnya kita bisa menyaksikan kembali kualitas sang sutradara ini yang seutuhnya.

The Most Hated Woman in America memang tidak bisa memuaskan harapan kita akan sebuah film biografi yang setara dengan film bergenre sejenis, tapi kita bisa menikmati akting memikat Melissa Leo yang tampil lugas dengan untaian kalimat-kalimat sarkastik yang pedas kepada kaum beragama dan orang-orang yang tidak dia sukai. Boleh ditonton kok, kalau kita hanya ingin membuang waktu saja!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram