bacaterus web banner retina

Sinopsis dan Review Film The Legend of Hercules (2014)

Ditulis oleh Dhany Wahyudi
The Legend of Hercules
1.5
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Hercules terlahir di tengah keluarga kerajaan yang penuh dengan kekejian dan kelicikan. Dirinya dijadikan objek penderita bagi sang raja dan putra mahkotanya hingga dia dikirim ke medan perang dan jatuh ke dalam lubang perbudakan.

Meretas jalan menuju tahta dan membalaskan dendam atas kematian ibunya, dia menggunakan kekuatan dari Zeus untuk mematahkan semua yang menghadang.

The Legend of Hercules adalah film action fantasy karya Renny Harlin yang dirilis oleh Lionsgate pada 10 Januari 2014.

Film ini merupakan interpretasi bebas dari sosok mitologi Yunani Kuno yang mencoba menempatkan kisah hidupnya dalam peta sejarah umat manusia. Kellan Lutz yang populer lewat franchise The Twilight Saga, dipercaya untuk memerankan sosok Hercules.

Apakah dengan konsep ini kisah Hercules menjadi lebih menarik? Simak review berikut dari film yang syutingnya dilangsungkan di Sofia ini.

Baca juga: 10 Film Bertema Dewa Yunani yang Menarik untuk Ditonton

Sinopsis

Sinopsis
  • Tahun Rilis: 2014
  • Genre: Action, Fantasy, Adventure
  • Produksi: Nu Boyana, Nu Image Entertainment GmbH
  • Sutradara: Renny Harlin
  • Pemeran: Kellan Lutz, Scott Adkins, Gaia Weiss

Yunani Kuno, 1200 SM. Raja Amphitryon dari Tiryns terus melakukan penaklukkan ke berbagai kerajaan lain untuk memuaskan dahaga akan kekuasaannya.

Ratu Alcmene yang tidak setuju dengan aksi suaminya, berdoa kepada Hera untuk meminta perlindungan. Zeus, suami Hera, memberikan Alcmene keturunan dari sisinya seorang putra perkasa yang akan dinamakan Hercules.

20 tahun kemudian, Pangeran Alcides, nama pemberian Raja Amphitryon kepada Hercules, menjalin asmara dengan Hebe dari Kreta.

Alcides mengalahkan seekor singa Nemea yang menyerang dirinya dan Iphicles, kakak tirinya. Tapi justru Iphicles yang mengaku sebagai penakluk singa di pesta kerajaan sekaligus diumumkan pertunangannya dengan Hebe oleh Raja Amphitryon.

Alcides dikirim bersama pasukan militer ke Mesir di bawah komando Kapten Sotiris. Sebelum berangkat, ibunya memberitahu Alcides tentang jati dirinya bahwa dia adalah Hercules putra Zeus.

Di tengah gurun pasir, mereka diserang oleh pasukan kiriman Raja Amphitryon untuk membunuh Alcides. Hanya dirinya dan Sotiris yang selamat dari penyerangan itu.

Setelahnya, Alcides menggunakan nama Hercules ketika dia dan Sotiris dijual sebagai budak ke penyelenggara arena gladiator.

Hercules berhasil mengalahkan para juara gladiator dan memotivasi pasukan Amphitryon untuk bergabung bersamanya dan melawan raja. Sang raja sendiri kemudian menyewa pasukan yang terdiri dari tentara bayaran asing.

Alcmene dibunuh oleh Amphitryon saat dia berdoa kepada Hera dan terbukalah jati diri Hercules sebenarnya di hadapan sang raja. Iphicles mengancam Sotiris agar membawanya kepada Hercules yang kemudian ditangkap dan dirantai.

Dipaksa menyaksikan eksekusi Chiron, penasihat Alcmene, Hercules meminta kekuatan dari Zeus hingga berhasil melepaskan diri dan menaklukkan pasukan kerajaan.

Hercules dan Sotiris menghimpun kekuatan dan menyerang istana. Pasukan kerajaan ikut bergabung bersama mereka demi melawan tentara bayaran asing.

Hercules diberikan pedang dengan kekuatan petir oleh Zeus dan menantang Amphitryon berduel. Tapi Iphicles mengancam akan membunuh Hebe yang sudah disekapnya.

Bagaimana Hercules mengatasi masalah ini? Berhasilkah dia menuntaskan balas dendam kematian ibunya? Apakah Hercules berhasil merebut tahta yang menjadi haknya? Untuk mendapatkan jawabannya, tonton film ini sampai selesai.

Mencoba Meletakkan Mitologi dalam Sejarah

Mencoba Meletakkan Mitologi dalam Sejarah

Hercules adalah mitologi dari Yunani Kuno, sehingga kehadirannya di peta sejarah tidak pernah terdeteksi. Film ini mencoba untuk meletakkan sang manusia setengah dewa ini ke dalam sejarah, yaitu di masa Yunani Kuno pada tahun 1200 SM.

Diceritakan bahwa Hercules terlahir di kerajaan Tiryns, yang di dalam hikayatnya adalah tempat dia menyelesaikan 12 tugasnya yang dikenal dengan Twelve Labours.

Sean Hood, Daniel Giat, dan Renny Harlin cukup cermat mengambil tahun 1200 SM dimana masa tersebut adalah awal mulanya keruntuhan kerajaan di Yunani ini.

Tapi hanya itu satu hal cerdas dari para penulis naskah ini dalam menyusun cerita. Sisanya dipenuhi dengan banyak kesalahan dalam fakta sejarah yang banyak menuai kritikan dari para sejarawan.

Seperti kita tahu bahwa kebudayaan Yunani Kuno berlangsung berabad-abad sebelum masa Romawi, tetapi film dengan durasi 1 jam 39 menit ini menggunakan banyak referensi dari masa Romawi. Salah satunya adalah pertandingan gladiator.

Memang benar di masa Yunani Kuno sudah muncul berbagai jenis pertandingan dan perlombaan olahraga, tapi gladiator bukanlah salah satunya.

Jejak gladiator pertama kali ditemukan terjadi pada tahun 500 SM pada kebudayaan Etruscan yang wilayahnya kini berada di Italia. Jadi sangat tidak mungkin sudah ada arena gladiator seperti di film ini.

Dalam sebuah pertempuran di Mesir, Hercules meneriakkan komando “Testudo”. Kata ini adalah bahasa Latin yang digunakan oleh pasukan Romawi dalam perang.

Sekali lagi, bahwa kebudayaan Yunani Kuno hadir lebih dulu dalam sejarah daripada kebudayaan Romawi yang berdiri jauh setelah Yunani Kuno runtuh. Dan sudah pasti bahasa Latin belum ada di zaman Yunani Kuno.

Lalu terlihat dalam peperangan, pasukan kuda sudah menggunakan sanggurdi (stirrup) yang menempel di pelananya.

Dalam catatan sejarah, sanggurdi pertama kali dipakai oleh masyarakat Eurasia, yang wilayahnya sekarang adalah sebagian besar benua Asia, pada awal abad 1 M. Para sejarawan meragukan bangsa Yunani Kuno sudah menggunakan sanggurdi pada kudanya.

Sudah seharusnya, jika ingin membuat film dalam bingkai sejarah, penulis naskah dan tim produksi harus lebih detail tentang segala aspek dan fakta tentang sejarah yang menjadi latar belakang ceritanya.

Kalau sudah seperti yang terjadi pada film ini, selain menuai cibiran dan kritikan, karir perfilman seluruh yang terlibat akan menjadi jatuh.

Banyak Mencomot Adegan dari Film Lain

Banyak Mencomot Adegan dari Film Lain

Sejak adegan pembuka hingga akhir film, banyak sekali adegan yang ditampilkan ternyata serupa dengan adegan dari berbagai film lain.

Film 300 (2006) adalah referensi utama untuk adegan action-nya. Mulai dari pewarnaan hingga efek visual dengan penggunakan teknik slow-motion, semua serupa dengan yang pernah kita lihat dalam film tentang bangsa Sparta tersebut.

Bahkan sosok Raja Amphitryon sama persis dengan Raja Leonidas di film 300 itu, dari perawakan hingga gaya berkelahinya.

Pertarungan di arena gladiator sudah jelas mencomot dari film Gladiator (2000) yang dibintangi Russell Crowe dan adegan pertarungan dengan kuda nyaris serupa dengan film Ben-Hur (1959). Saat Hercules meruntuhkan tiang, terlihat mirip dengan adegan dalam film Samson and Delilah (1949).

Bagi penikmat film aksi kolosal yang disebutkan film-filmnya tadi, sudah pasti mengenal adegan mana yang dicomot dari film legendaris tersebut.

Hal yang membuat kecewa adalah penduplikasian yang diterapkan kualitasnya berada jauh dari adegan yang menjadi referensinya.

Dari sisi akting, para pemeran yang mayoritas dimainkan oleh aktor dan aktris Inggris dan negara Eropa sekitarnya ini tidak ada yang istimewa.

Mereka terlihat kaku dan tidak bisa mendalami karakternya. Tidak ada nama populer yang bisa mengangkat derajat film dengan sinematografi yang buruk ini.

Khusus Scott Adkins dan Kellan Lutz, mereka berdua selama masa produksi terus berusaha menjaga kondisi fisik dengan banyak berolahraga di lokasi syuting. Jadinya, kita melihat badan mereka terlihat semakin kekar dan besar menjelang akhir film.

Visualisasi yang Kurang Rapi

Visualisasi yang Kurang Rapi

Selain banyak adegan yang mirip, penggunaan efek visualnya tidak digarap dengan rapih dan detail. Salah satu yang cukup terlihat adalah satu adegan ketika Hebe menunggangi kuda menjauh dari pasukan Yunani dan dia menoleh ke belakang.

Terlihat jelas adegan itu diambil menggunakan green screen berdasarkan letak bayangan yang tampil di layar. Selain itu, dari kontinuitas adegan juga banyak terjadi kesalahan.

Apabila kita jeli, saat Hebe menancapkan pisaunya ke diri sendiri, dia menghujamkan pisau ke bawah ketiaknya. Tapi sesaat kemudian, saat pergantian letak kamera, pisau itu menancap di bahunya.

Lalu saat Hercules berjalan menuju istana untuk bertarung dengan sang raja, sedang terjadi hujan deras. Tetapi ketika membuka pintu, terlihat banyak daun kering beterbangan di belakangnya.

Cukup aneh, karena dengan hujan sederas itu, biasanya semua tanaman, apalagi daun kering, pasti basah semua. Bahkan di satu adegan, sempat terlihat rel yang digunakan untuk berjalannya kamera.

The Legend of Hercules menampilkan terlalu banyak kesalahan. Tidak hanya dari fakta sejarah, bahkan detail produksi juga sepertinya tidak diperhatikan dengan baik.

Alhasil, film ini tidak memiliki satupun kualitas yang bisa menjadi andalan. Apalagi dengan bujet sebesar $70 juta, film ini hanya menghasilkan $18 juta saja.

Mengikuti tren film dengan tema mitologi Yunani Kuno, seperti Clash of the Titans (2010) dan Immortals (2011), film ini masuk sebagai nominasi di 6 kategori pada ajang Golden Raspberry Awards. Untung saja, film ini tidak meraih kemenangan di ajang tersebut.

Pilihan dikembalikan kepada kalian, apakah ingin menontonnya atau tidak. Tapi bagi penyuka film aksi kolosal dan sosok Hercules, maka film ini boleh menjadi pilihan. Selamat menyaksikan!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram