bacaterus web banner retina

Sinopsis dan Review Film The Hobbit 1: An Unexpected Journey

Ditulis oleh Desi Puji Lestari
The Hobbit 1: An Unexpected Journey
4.3
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Hobbit Bilbo tidak pernah menduga akan kedatangan dan dipilih oleh Gandalf untuk bersama-sama dengan 13 bangsa kurcaci guna menjalankan sebuah misi, yaitu merebut kembali Kerajaan Erabor yang dikuasai Naga Smaug. Memiliki tubuh yang kecil, bukan berarti Bilbo tak punya kekuatan. Dia punya caranya sendiri untuk menuntaskan pekerjaan berat ini.

The Hobbit 1 atau The Hobbit: An Unexpected Journey merupakan prekuel dari The Lord of The Rings. Film ini bercerita mengenai kekuatan pendahulu Frodo yang tidak bisa dianggap kecil seperti tubuhnya. Seperti apa perjalanan Bilbo melawan banyak hal jahat bersama belasan kurcaci lainnya? Simak lebih dulu sinopsis dan ulasan The Hobbit 1 berikut ini!

Sinopsis

Sinopsis

Bersiap memasuki usia 111 tahun, Hobbit bernama Bilbo Baggins (Ian Holm) menuliskan kisahnya untuk sang keponakan, Frodo Baggins. Di masa lalu, sebuah kota bernama Dale masyarakatnya hidup sejahtera, makmur dan damai. Kota Dale berdiri dekat dengan Kerajaan Erebor yang dipimpin oleh Raja Thrór (Jeffrey Thomas), raja dari bangsa kurcaci.

Kerajaan Erebor terkenal dengan keindahannya. Di dalamnya terdapat berbagai hasil bumi seperti emas, zamrood, safir, ruby, dan permata. Hingga suatu hari mereka menemukan The Arkenstone. Thrór menggunakan batu ini sebagai simbol betapa hebatnya Kerajaan Erebor. Alhasil semua orang menghormatinya, termasuk Raja Bangsa Peri bernama Thranduil (Lee Pace). Sayangnya kedamaian tersebut tidak berlangsung lama karena Thrór mulai tamak.

Seekor naga bernama Smaug, yang sama-sama gila harta datang lalu menghancurkan Erebor. The Arkenstone turut tertinggal di sana, beserta reruntuhan kerajaan lainnya. Bangsa Peri yang mengetahui hal ini tidak membantu karena tidak ingin ambil risiko dengan membahayakan bangsanya.

Cerita berlanjut ke masa lalu Bilbo (Martin Freeman) yang ketika itu sedang duduk santai di depan rumahnya. Tiba-tiba seorang penyihir bernama Gandalf (Ian McKellen) mendatanginya untuk mengajak Bilbo bertualang bersama 13 orang kurcaci lain.

Nantinya Bilbo berperan sebagai ‘pencuri’. Ajakan Gandalf langsung ditolaknya dan Bilbo bergegas masuk ke rumah. Tanpa dia sadari Gandalf sudah membuat sebuah tanda di pintu rumah Bilbo.

Saat makan malam, Bilbo kedatangan Dwalin (Graham McTavish), salah satu dari 13 kurcaci Erebor. Tak menunggu dipersilakan masuk, Dwalin sudah ada di dalam rumah. Tak lama datang kurcaci lainnya bernama Balin (Ken Stot). Dwalin dan Balin langsung akrab begitu saja meninggalkan Bilbo dalam kebingungan.

Kebingungan Bilbo berlanjut dengan kedatangan dua kurcaci lagi, yaitu Kíli (Aidan Turner) dan Fíli (Dean O’Gorman). Terakhir rumah Bilbo kedatangan segerombolan kurcaci, lengkap bersama Gandalf. Sekelompok kurcaci yang tidak dikenal Bilbo mendadak berpesta dan makan-makan di rumahnya.

Namun, Gandalf tahu ada satu lagi kurcaci yang belum hadir. Akhirnya yang ditunggu pun datang. dia adalah Thorin Oakenshield II (Richard Armitage), cucu Raja Thrór sekaligus pemimpin dari para kurcaci ini. Setelah semua berkumpul, Gandalf mulai menjelaskan bahwa tujuan mereka adalah The Lonely Mountain, Kerajaan Erebor.

Dari sini jelas bahwa tujuan para kurcaci tersebut adalah untuk merebut kembali Kerajaan Erebor dari Naga Smaug. Balin kemudian mengingatkan bahwa pintu depan untuk masuk ke gunung tersebut sudah runtuh, sehingga tak ada jalan lagi. Gandalf lalu terlihat memberikan kunci pada Thorin. Dia menjelaskan bahwa kunci tersebut adalah milik sang ayah, Thráin II (Michael Mizrahi).

Gandalf juga menjelaskan ada pintu tersembunyi di gunung tersebut. Namun, mereka butuh seseorang yang pandai dalam mencuri, yaitu Bilbo. Bilbo bingung karena dirinya tak pernah mencuri seumur hidup, bagaimana bisa dianggap pandai.

Gandalf menghentikan kegaduhan para kurcaci dengan mengatakan bahwa Hobbit bisa berjalan tanpa diketahui siapa pun. Bangsa Hobbit juga punya aroma berbeda dibanding kurcaci. Intinya Gandalf begitu yakin Bilbo memiliki kemampuan, yang tidak diketahui oleh siapa pun termasuk diri sendiri. Bilbo yang semula ragu pada akhirnya setuju, sekalipun tidak ada jaminan mengenai keselamatannya.

Bilbo lantas bergabung dengan para kurcaci lainnya. Pada malam hari, saat mereka beristirahat. Bilbo mendengar suara jeritan. Kíli dan Fíli bercanda dengan mengatakan bahwa itu adalah suara Orc. Thorin yang mendengarnya tidak suka jika mereka bercanda soal Orc. Balin lantas menjelaskan mengapa Thorin bisa sangat benci terhadap Orc.

Dulu, setelah Thrór kehilangan kerajaannya, mereka berniat merebut kerjaan kurcaci kuno, akan tetapi di sana para Orc sudah menguasai kerajaan tersebut. Pertempuran antara mereka pun tidak bisa dihindarikan hingga akhirnya Azog (Manu Bennett), pemimpin Orc, berhasil memenggal Thrór. Thráin II yang melihat hal tersebut menjadi gila dan menghilang begitu saja.

Sejak itu Bangsa Durin putus asa karena tidak memiliki pemimpin, tapi Thorin datang melawan Azog dan menang menggunakan pohon oak sebagai perisainya. Bangsa Durin pun kini memiliki pemimpin. Tanpa disadari para kurcaci dan Bilbo, mereka diintai oleh para Orc. Esok harinya Gandalf menjelaskan pada Bilbo bahwa ada lima penyihir dengan Saruman (Christopher Lee) sebagai pemimpinnya, yaitu Penyihir Putih.

Di antara lima penyihir tersebut, Radagast the Brown (Sylvester McCoy) yang paling menarik karena memilih hidup bersama hewan dan tumbuhan daripada manusia. Cerita berlanjut saat Thorin dan kelompoknya memutuskan untuk beristirahat di sebuah bangunan kosong bekas rumah petani, tapi Gandalf curiga terhadap tempat tersebut dan menyarankan Thorin untuk melanjutkan perjalanan saja, menuju lembah tersembunyi; tempat para Elf tinggal.

Saran Gandalf ditolak karena Thorin masih menyimpan dendam pada bangsa Elf. Gandalf kembali mengingatkan bahwa bagaimana pun mereka butuh bantuan para Elf karena yang pandai membaca peta hanya Lord Elrond (Hugo Weaving). Lalu mampukah Thorin mengalahkan ego sendiri sebelum merebut kembali kerajaannya dari Naga Smaug?

Film Pertama dengan Teknologi High Frame Rate

Film Pertama dengan Teknologi High Frame Rate

The Hobbit 1 atau The Hobbit: An Unexpected Journey merupakan film pertama yang dibuat menggunakan teknologi High Frame Rate 48 Frame per Second. Teknologi tersebut jadi hal baru mengingat film lain biasanya dibuat hanya menggunakan teknologi 24 frame per second. Teknologi ini membuat film tampil dengan jauh lebih jernih/high definition. Anda akan mendapat sebuah tontonan dengan visual yang detail.

Saking mulusnya, tampilan The Hobbit 1 seperti bukan film pada umumnya. Namun, teknologi ini tentu saja dimaksudkan guna memberi pengalaman dan kepuasan baru bagi para penonton, terutama pengagum efek-efek CGI. Hanya, efek visual yang terlalu mulus pada film ini beberapa kali membuatnya terasa palsu; walau kita tahu bahwa itu memang palsu. 

Prekuel LOTR dengan Selipan Komedi dan Moral Value

Prekuel LOTR dengan Selipan Komedi dan Moral Value

Jika Anda begitu mengagumi jalan cerita The Lord of The Rings dan terharu dengan pengembangan karakter Hobbit di sana, film ini seharusnya tak kalah dicintai. Pasalnya The Hobbit 1 merupakan prekuel dari trilogy maha spektakuler tersebut. Ceritanya berlangsung sekitar 60 tahun sebelum Frodo ditugaskan membawa cincin Sauron dan menghancurkannya.

Singkatnya, film ini berkisah tentang Bilbo muda, paman Frodo, yang ternyata juga sempat dipercaya mengemban tugas berat. Penunjukan Frodo pada akhirnya menjadi lebih mudah dimengerti karena bangsa Hobbit memang bisa dipercaya dan diandalkan sejak dulu kala. Bedanya, film The Hobbit 1 berlangsung dengan selipan komedi dan hal konyol.

Anda bisa melihatnya pada adegan ketika Bilbo secara tidak terduga kedatangan tamu-tamu bertubuh mungil yang tak diundang. Tingkah mereka yang berpesta di rumah Bilbo seperti sangat menikmati hidup, tak ubahnya bagai orang-orang yang bebas dari tugas. Padahal mereka berkumpul untuk melawan Naga Smaug dan merebut kembali sebuah kerajaan.

Tanpa bertingkah konyol, bentuk mereka yang mungil sebenarnya sudah cukup lucu dan menggemaskan. Tidak ada kesan gagah seperti melihat Aragorn atau Legolas, melainkan konyol. Namun, selipan pesan moral pada film ini bisa mengimbangi kekonyolan tersebut, apalagi jika bicara tentang karakter Bilbo yang naif tapi berhati tulus. 

Tetap Suguhkan Peperangan yang Epic

Tetap Suguhkan Peperangan yang Epic

Tidak ingin meninggalkan formula yang berhasil pada LOTR, The Hobbit 1 juga menampilkan adegan peperangan atau pertempuran yang tak kalah epic. Anda bisa melihatnya di bagian-bagian akhir film ketika pasukan Thorin yang terdiri atas kurcaci, Gandalf dan Bilbo terdesak oleh Azog yang mengerikan.

Gandalf yang memperlihatkan kemampuan sihirnya juga cukup ‘menyihir’, terutama scene ketika mereka semua akhirnya diselamatkan oleh sekawanan burung raksasa. Anda akan ikut deg-degan sekaligus lega saat menontonnya.

The Hobbit 1 menerima ulasan yang beragam dari para kritikus. Meski demikian, film ini banyak dinominasikan ke dalam beberapa kategori di penghargaan bergengsi. Selain itu ia juga meraih kemenangan di antaranya pada penghargaan Academy Scientific and Technical Award by AMPAS (Academy of Motion Pictures and Sciences) untuk karakter Gollum dan Best Science Fiction/Fantasy Film dari 18th Empire Awards.

Penasaran seperti apa bagusnya film ini? Apakah sama memuaskannya dengan LOTR? Anda harus menyaksikannya secara langsung!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram