Sinopsis & Review The Handmaiden, Penipuan Putri Bangsawan

Ditulis oleh Desi Puji Lestari
The Handmaiden
4.5
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Pada penghargaan 71st British Academy Film Awards, The Handmaiden (2016) menang untuk kategori Best Film Not in the English Language. Penghargaan tersebut hanya satu dari sekian banyak apresiasi yang mampir pada film ini. Park Chan Wook sebagai sutradara patut berbangga karena walau sudah rilis sejak 2016, filmnya masih banyak dibicarakan.

The Handmaiden (2016) sendiri bercerita tentang skenario penipuan yang dijalankan Fujiwara dan Ok Jo untuk mengelabui Hideko, putri bangsawan dari Jepang. Namun, siapa sangka penipuan tersebut justru berakhir dengan kejutan. Seperti apa lengkapnya? Sinopsis dan ulasan The Handmaiden (2016) di bawah ini akan mengulasnya untukmu!

Sinopsis

Review The Handmaiden

Di bawah hujan, Nam Sook Hee (Kim Tae Ri) harus pergi ke rumah Kouzuki Noriaki (Cho Jin Woong). Begitu sampai dia memperkenalkan diri dengan nama Ok Jo kepada kepala pelayan bernama Sasaki (Kim Hae Sook). Sasaki lalu menjelaskan bahwa rumah tersebut terdiri atas tiga bangunan.

Bangunan bergaya barat karya arsitektur Inggris dan bangunan bergaya Jepang sebagai bangunan utama. Perbedaan gaya tersebut mencerminkan kekaguman pemilik rumah terhadap Jepang dan Inggris. Bangunan selanjutnya yaitu pavilion yang diubah menjadi perpustakaan pribadi. Terakhir adalah bangunan berisi kamar-kamar pelayan.

Sebagai pelayan pribadi pemilik rumah yang disebut Lady, Ok Jo tidak akan tidur di sana. Ok Jo boleh menghabiskan sisa makanan milik Lady, sementara teh sisa diminum oleh pelayan lain. Siapa pun yang ketahuan mencuri akan diusir seketika.

Nyonya Sasaki sendiri memanggil Ok Jo dengan nama Tamako karena mereka hidup menggunakan gaya Jepang di rumah tersebut. Selain itu Ok Jo juga diperintahkan bicara bahasa Jepang kepada pemilik rumah. Sasaki lalu mulai menjelaskan rutinitas Lady pada Tamako. Menurutnya Lady hanya akan berjalan-jalan, membaca untuk tuan besar.

Tuan pemilik rumah adalah orang kaya yang sangat menyukai buku. Di antara penyuka buku lainnya, dia merupakan yang paling kaya. Punya koneksi dengan pemerintahan kolonial membuat pemilik rumah bisa menggunakan listrik. Sasaki kemudian mengingatkannya untuk tidak panik saat mati lampu.

Setelah berkeliling Ok Jo akhirnya sampai di kamarnya; sepetak ruangan sangat sempit yang hanya cukup untuk berbaring. Sasaki kembali menjelaskan bahwa Lady atau Nona Hideko mudah terbangun karena penyakitnya. Ternyata sepetak ruangan Ok Jo berada tepat di depan ruangan Hideko, salah satu pemilik rumah yang akan dia layani.

Saat sedang tidur, Ok Jo dikagetkan dengan suara teriakan Hideko yang memanggil ibunya. Gadis itu segera masuk kamar dan menenangkan majikannya. Hideko lalu bicara seperti meracau, mengatakan bahwa bibinya menjadi gila dan gantung diri di pohon Sakura di luar rumah mereka. Dia berhalusinasi melihat hantu sang bibi bergelantungan di sana.

Ok Jo lalu memberinya sesendok Sake dan menemaninya tidur. Bagai memperlakukan anak kecil, Ok Jo bersenandung sambil menepuk-nepuk pundak majikannya tersebut. Esok harinya Ok Jo dikenalkan secara resmi oleh Sasaki pada Hideko. Hideko meyakinkan apakah Ok Jo akan betah di tempat sesuram kediamannya, karena sang paman tak mengizinkan sedikit matahari pun masuk sebab cahayanya dapat merusak buku.

Hideko mengeluhkan kepalanya selalu sakit setiap akan latihan membaca. Nona itu lalu meminta Ok Jo yang ternyata kesulitan membaca untuk membacakannya. Ok Jo lalu mengalihkan perhatian dengan bertanya mengapa Hideko yang merupakan bangsawan Jepang tidak bicara menggunakan bahasa Jepang. Hideko ternyata lelah karena sudah terlalu banyak membaca buku berbahasa Jepang atas perintah pamannya.

Ketika Hideko mengetahui Ok Jo tak bisa membaca dia memakluminya. Bagi wanita itu tak penting apakah Ok Jo akan memaki atau mencuri, yang terpenting adalah jangan berbohong. Hideko menunjukkan foto sang ibu pada pelayannya tersebut. Ok Jo memuji sekaligus menyebut nama Pangeran Fujiwara.

Menurut Ok Jo, Pangeran Fujiwara memuji Hideko sebagai seseorang yang selalu dibayangkan saat akan tidur. Melihat Ok Jo hanya memakai sepatu sebelah, Hideko memberinya sepasang sepatu. Dia punya banyak tapi tak pernah dipakai ke mana pun. Pasalnya sejak datang dari Korea saat usianya baru menginjak 5 tahun, dia hanya berdiam di rumah.

Hideko melanjutkan aktivitas hari itu dengan latihan membaca. Dia tak ingin ditemani tapi memerintahkan Ok Jo untuk mengetuk pintu perpustakaan siang hari nanti. Setelah Hideko keluar dari kamar, Ok Jo melihat-lihat barang majikannya. Dia membuka lemari pakaian sang majikan sampai mencoba bermacam-macam topi.

Siang hari, Ok Jo datang ke perpustakaan tanpa mengetuk. Begitu membuka pintu, dia kaget melihat Hideko duduk bersimpuh di bawah sementara Kouzuki duduk di atas. Lebih kaget lagi karena saat hendak masuk, ada ular yang menghalangi jalan. Kouzuki sengaja menyimpan ular itu di sana. Hideko lalu menutup gerbang pembatas yang membuat Ok Jo tak bisa masuk.

Pulang dari perpustakaan Hideko muntah-muntah. Dia muak dan bosan dengan buku-buku yang dibaca setiap hari. Saat makan siang, para pelayan sibuk berbisik-bisik, rupanya mereka membicarakan Pangeran Fujiwara yang akan datang. Ok Jo lalu menyiapkan Hideko agar tampil cantik.

Sebagai pelayan pribadi, Ok Jo yang berpengalaman mengasuh bayi, memperlakukan Hideko seperti bayi. Dia bahkan meratakan gigi runcing yang melukai mulut majikannya. Jarak yang dekat antara dia dan Hideko membuat Ok Jo terlihat berdebar. Apalagi saat itu Hideko juga sedang telanjang sebab sedang mandi. Tak lama, Pangeran Fujiwara (Ha Jung Woo) betul-betul tiba.

Dia langsung menemui Hideko dan menjanjikan bahwa pelajaran melukis kali ini tidak akan membosankan. Fujiwara juga mengenali dan menyapa Ok Jo. Dia memastikan gadis itu bekerja dengan baik. Lalu apa yang akan terjadi selanjutnya pada mereka?

Akal-Akalan Putri Bangsawan dan Pelayan Samaran

Akal-Akalan Putri Bangsawan dan Pelayan Samaran

Jika The Handmaiden (2016) dapat disederhanakan menjadi satu kalimat, alur cerita film ini cukup terwakilkan dengan kalimat “penipu kena tipu.” Selama film berlangsung yaitu sekitar 2 jam 24 menit, kamu akan melihat kerja sama yang sangat rapi antara putri bangsawan yaitu Putri Hideko dan Ok Jo, seorang gadis yang berpura-pura menjadi pelayan.

Kerja sama ini dilakukan untuk ‘membalas’ rencana serupa yang sebelumnya dijalankan oleh Putri Hideko dengan Pangeran Fujiwara. Sang putri dan pelayanannya tersebut menjalankan rencana dengan matang dan meyakinkan. Kamu akan terkecoh oleh alurnya jika tidak menyelesaikan film ini sampai akhir.

Plot Kuat dan Matang

Plot Kuat dan Matang

Salah satu kekuatan The Handmaiden (2016) yang banyak membuat penonton terpukau adalah alurnya. Dari awal hingga pertengahan, plotnya tampak biasa saja. Ia terlihat bagai film drama erotis penipuan biasa yang ber-setting Korea zaman dulu, tepatnya saat Jepang berkuasa atas pemerintahan Korea Selatan.

Namun, kejutan menunggumu dari pertengahan hingga film berakhir. Plot tiba-tiba kembali lagi ke awal tapi kali ini dari sudut pandang berbeda. Skenario penipuan yang dijalankan Ok Jo dan Fujiwara, ternyata buatan antara Fujiwara dan Hideko. Ok Jo yang semula pelaku penipuan, berubah jadi korban, dan kembali berubah jadi pelaku. 

Asyiknya, plot yang terasa berbelit ini sama sekali tidak membingungkan. Sutradara sangat memerhatikan detail hingga tak ada plot hole satu pun di sepanjang cerita yang rapat. Satu adegan dalam film ini bisa disajikan dalam dua sudut pandang berbeda tanpa melewatkan detail-detailnya.

Kejeniusan Wanita Atas Laki-Laki

Kejeniusan Wanita Atas Laki-Laki

Menyoroti The Handmaiden (2016) dari segi konflik juga tak kalah mengesankan. Film yang dapat segudang penghargaan sekaligus nominasi ini suguhkan satu fenomena berbasis gender. Di sini kamu akan melihat betapa rencana matang yang dibuat oleh lelaki bisa mentah dan berantakan begitu saja oleh satu keputusan yang dibuat wanita berdasarkan perasaannya.

Hideko dengan rapi dapat menipu Ok Jo, tapi lebih mengesankan ketika dia bisa lari dari Fujiwara dan menipunya. Gadis bangsawan yang pura-pura polos tersebut dibesarkan oleh kepahitan dan perlakuan tak masuk akal dari sang paman, tidak mengherankan jika dia tak takut apa pun tapi juga penuh keinginan untuk berontak.

Angkat Tema Berani dan Vulgar

Angkat Tema Berani dan Vulgar

Satu lagi yang membuat The Handmaiden (2016) masih banyak dibicarakan sampai sekarang; ia angkat tema yang berani dan vulgar. Sebagai sutradara, Park Chan Wook cukup berani mengeksekusi isu lesbian dengan sangat vulgar. Pada salah satu scene kamu akan melihat bagaimana Kim Tae Ri dan Kim Min Hee melakukan adegan dewasa dengan meyakinkan.

Lebih menarik lagi karena adegan tersebut diikuti dengan pengembangan karakter antara Ok Jo dan Hideko. Ia bukan sekadar mempertontonkan adegan seksual antara dua wanita dewasa, tapi ada konteks yang menyertainya. Dibungkus dengan sinematografi memukau untuk keperluan setiap scene-nya, The Handmaiden (2016) layak disebut sebagai masterpiece perfilman Korea Selatan.

Tidak mengherankan jika The Handmaiden (2016) banjir nominasi dan penghargaan, baik dari dalam atau luar negeri. Baik filmnya, sutradara, sinematografi, screenplay dan pemain semua diapresiasi dengan membanggakan. Paling tidak kamu harus nonton film ini satu kali seumur hidup. Sudah mulai penasaran?

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram