bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Film The Fault in Our Stars (2014)

Ditulis oleh Desi Puji Lestari
The Fault in Our Stars
3.7
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Jika boleh meminta, tidak ada siapa pun yang ingin sakit di dunia ini, apalagi sakit yang ganas dan mengancam nyawa. Namun, takdir yang semacam itu justru mempertemukan dua remaja, Hazel dan Gus, untuk saling menemani dan mencintai hingga akhir hidup.

Keduanya adalah penderita kanker yang bertemu di sebuah acara support group. Gus mengubah dunia Hazel yang serba muram menjadi lebih bersemangat. Mereka berbagi hobi yang sama, yaitu membaca novel. Hingga suatu hari, Gus berhasil membawa Hazel bertemu dengan penulis idolanya. Sayang, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Penasaran dengan kelanjutan kisah Hazel dan Gus? Film The Fault in Our Stars siap menjawabnya, tapi sebelum itu baca sinopsis serta ulasannya berikut ini yuk?!

Sinopsis

Hazel Grace Lancaster (Shailene Woodley) seorang gadis remaja yang tinggal di pinggiran Indianapolis. Dia menderita kanker tiroid yang telah menyebar ke paru-paru. Penyakitnya ini membuat Hazel kesulitan bernapas hingga dia selalu membawa tas berisi tabung. Hazel juga terlihat tidak lepas dari selang yang terpasang di hidungnya.

Sebagai gadis remaja, wajar rasanya jika Hazel mendambakan kehidupan sosial yang seru, tapi penyakitnya ini membuat segala aktivitasnya terbatas. Sang ibu, Frannie Lancaster (Laura Dern) mengetahui bahwa putrinya ini sangat bosan dan putus asa dengan keadaan.

Suatu hari sang dokter menyarankan Hazel untuk masuk ke sebuah kelompok yang dibuat untuk mendukung para pasien penderita kanker. Gadis itu menolak pada awalnya tapi dia setuju karena ingin menyenangkan hati orangtua. Pertemuan pertama berjalan dengan membosankan tapi Hazel tetap berangkat untuk pertemuan ke dua. Di hari ini lah tanpa sengaja Hazel yang bersiap masuk bertabrakan dengan seorang pemuda yang diketahui bernama Augustus Waters (Ansel Elgort).

Saat sesi berbagi bersama para anggota yang hadir, Hazel mengetahui bahwa kaki Gus tidak lagi utuh karena dia mengidap kanker tulang. Pemuda tersebut memperlihatkan bahwa untuk berjalan dirinya memakai bantuan kaki palsu. Selain Gus, di sana juga ada Isaac (Nat Wolff), temannya, yang mengidap kanker mata.

Selesai acara, Gus terlihat ingin mengenal Hazel lebih dekat. Pemuda itu kemudian mengajak Hazel untuk main ke rumahnya. Hazel pun bersedia dan di sana keduanya banyak berbincang, terutama mengenai novel favorit mereka masing-masing. Gus menyerahkan novel favoritnya, Counter Insurgence sementara Hazel menyarankan pemuda itu untuk membaca An Imperial Affliction.

Novel yang direkomendasikan Hazel bercerita tentang gadis penderita kanker bernama Ana. Kisahnya tidak berbeda jauh dengan dirinya sehingga Hazel terkesan. Novel itu sendiri ditulis oleh Peter van Houten (Williem Dafoe). Percakapan antara keduanya terasa nyambung karena Hazel dan Gus punya hobi yang sama.

Saat makan malam, Gus kembali menghubungi Hazel dan mengatakan dia tidak menyukai akhir dari novel yang direkomendasikannya tadi. Gus lalu meminta gadis itu untuk datang lagi ke rumahnya. Di sana, ternyata sudah ada yang terlihat  sedang bersedih karena putus dari kekasih. Hazel menyarankan Isaac untuk tanpa ragu mengeluarkan kesedihannya. Gus pun menyarankan hal serupa. Dia bahkan membolehkah Isaac untuk menghancurkan barang-barang miliknya.

Gus lalu menjelaskan bahwa dia menyukai novel An Imperial Affliction tapi kurang suka dengan akhirnya. Gus pun mencoba mengirim email kepada sang penulis yang berada di Amsterdam mengenai hal tersebut. Selang beberapa lam Gus berkabar pada Hazel bahwa dia juga berhasil menghubungi asisten si penulis bernama Lidewij Vliegenthart (Lotte Verbeek).

Gus kemudian meneruskan email balasan Lidewij pada Hazel dan membiarkan gadis itu untuk membalas. Tanpa diduga, email Hazel dibalas dan di sana dijelaskan bahwa Van Houten hanya bersedia menjawab pertanyaan mereka secara langsung yang artinya mereka berdua bisa bertemu dengannya di Amsterdam.

Berita bahagia itu langsung dia kabarkan pada Frannie, tapi karena terkendala biaya, Hazel tampaknya tidak bisa pergi. Cerita berlanjut saat Gus menemui Hazel di rumahnya dan mengajak gadis itu pergi piknik. Di sana Gus diajak bicara oleh Michael Lancaster (Sam Trammell), ayah Hazel, mengenai penyakit putrinya. Tak lama Hazel siap berangkat dan dua remaja itu pergi ke taman.

Saat di taman, Gus mengatakan bahwa dia akan membawa Hazel ke Amsterdam menggunakan tiket yang diperoleh dari Make-A-Wish Foundation. Frannie sedang mendengar putrinya bisa berangkat tapi masalah lain datang dari sang dokter. Saat konsultasi, Hazel tidak diizinkan pergi karena risikonya cukup besar, kecuali jika Frannie ikut dengannya.

Malam harinya Hazel kesulitan bernapas dan segera dibawa ke rumah sakit. Dari sana diketahui bahwa paru-parunya sudah dipenuhi oleh cairan. Gus yang mendengar kabar tersebut langsung pergi ke rumah sakit tapi Michael menyuruhnya pulang. Kedua orangtua Hazel kemudian mendapat penjelasan dari dokter bahwa penyakit putrinya memburuk sehingga akan sangat berisiko jika memaksakan pergi ke Amsterdam.

Mendengar hal itu, Hazel sedih sampai-sampai dia tidak ingin berbicara dengan Gus untuk sementara waktu. Beberapa lama kemudian, Hazel mulai menghubungi pemuda itu dan menjelaskan keadaannya. Gus lantas menemui dan mengatakan bahwa sejauh apa pun Hazel menghindar, dia tetap menyayanginya. Namun, Hazel tak ingin hubungan mereka menjadi lebih jauh karena khawatir hanya akan menyakiti. Gus tidak peduli.

Cerita berlanjut saat Hazel kembali menerima email dari Lidewij yang berisi konfirmasi bahwa dia, Gus dan sang ibu akan datang ke Amsterdam. Hazel segera memanggil Frannie dan memastikan. Ternyata benar, itu adalah kejutan yang sudah disiapkan untuknya. Hari keberangkatan pun tiba dan mereka berhasil bertemu dengan Peter Van Houten. Seperti apa bahagianya Hazel bertemu idola? Lalu bisakah mereka bersama dalam waktu yang lama?

Premis Masih tentang Cinta dan Perpisahan

Kesedihan yang Anda rasakan saat menonton The Fault in Our Stars sebenarnya berasal dari ide milik John Green dalam novelnya. Josh Boone kemudian meramu karya fiksi dalam bentuk tulisan tersebut ke dalam sebuah karya visual. Premisnya boleh dibilang sangat umum, seperti film-film remaja romantis lainnya yang berisi perjalanan tentang mencintai dan perpisahan.

Bedanya, perpisahan dalam film ini disebabkan oleh kematian salah satu karakter utamanya. Lebih rinci, ia berisi cerita mengenai dua penderita kanker yang saling dukung dan jatuh cinta hingga kematian memisahkan. Rasa kehilangan yang dimiliki Hazel dalam film ini, membuat siapa pun yang pernah ditinggalkan akibat penyakit ganas akan merasa terhubung, karena kehilangan yang sebabkan oleh kematian sedihnya berada di level berbeda.  

Film Sedih yang Khas dengan Karakter Positif

Dua karakter dalam cerita ini yaitu Hazel dan Gus dipercayakan pada Shailene Woodley dan Ansel Elgort. Mereka sepasang remaja yang berada dalam usia penuh tenaga dan semangat. Hazel dan Gus seharusnya bisa leluasa menjalani berbagai aktivitas menyenangkan seperti berkumpul dengan teman, memiliki kekasih dan berkencan atau lainnya. Sayang, penyakit membatasinya.

Karakter Hazel tidak bisa disebut pesimis, tapi tidak juga terlalu optimis. Tepatnya dia gadis yang realistis. Hazel merasakan cemburu pada teman sebayanya yang bisa bebas pergi tanpa tabung oksigen. Dia juga bisa bosan dengan aktivitas keseharian yang lebih banyak di rumah. Namun, di sisi lain dia juga terlalu malas untuk ikut perkumpulan-perkumpulan orang penyakitan.

Hidupnya yang suram, suatu hari berubah saat bertemu seorang pemuda aktif dan percaya diri bernama Gus. Hazel seperti menemukan kembali semangatnya yang hilang karena pembawaan Gus yang menyenangkan.

Gus sendiri mantan pemain basket yang terlihat siap serta optimis dengan apa pun yang terjadi di hidupnya, termasuk kematian. Dia ingin dikenal dan diingat orang secara luas setelah meninggal, tapi di akhir hidup, dia sudah sangat mensyukuri bisa dikenal dan diingat oleh Hazel. Melalui karakter-karakter positifnya, The Fault in Our Stars berusaha mengimbangi ceritanya yang sedih.

Berisi Dialog dan Narasi yang Menarik

Walau premis yang ditawarkan cukup klise, begitu pun dengan alurnya, The Fault in Our Stars punya naskah serta dialog yang menarik; tipikal film-film drama dan romantis. Di satu titik, Anda bisa tertegun dan meresapi dialog yang diucapkan masing-masing karakter karena maknanya cukup dalam. Di lain tempat narasi yang diucapkan Hazel atau Gus tidak kalah memorable.

Sejak awal film, Anda sudah mendapat asupan kalimat yang quote-able seperti yang diucapkan Hazel: “I believe we have a choice in this world about how to tell sad stories. On the one hand, you can sugarcoat it the way they do in movies and romance novel, where beautiful people learn beautiful lessons, where nothing is too messed up that can't be fixed with an apology and a Peter Gabriel song. I like that version as much as the next girl, believe me. It's just not the truth. This is the truth. Sorry.” Narasi yang memperlihatkan betapa karakter Hazel se-realistis itu.

Narasi di atas hanya satu dari beberapa keindahan yang bisa Anda temukan di sini. Kehadirannya menambah film The Fault in Our Stars terasa semakin pedih tapi di saat bersamaan ia juga menguatkan. Kesedihan atas perpisahan antara Hazel dan Gus dalam film ini disempurnakan oleh dialog serta narasi yang indah dan membekas.

The Fault in Our Stars direkomendasikan jika Anda butuh film-film romantis yang menyayat hati. Namun, ia juga cukup aman untuk Anda yang tidak terlalu suka film romantis karena tidak menampilkan adegan-adegan dramatis yang berlebihan. Masih ragu? Lebih baik segera buktikan sendiri untuk memastikannya. Selamat menonton!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram