bacaterus web banner retina

Review & Sinopsis Film Star Wars: The Rise of Skywalker

Ditulis oleh Yanyan Andryan
Star Wars: The Rise of Skywalker
3.3
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Film The Rise of Skywalker merupakan angsuran ketiga dari trilogi sekuel Star Wars setelah The Force Awakens (2015) dan The Last Jedi (2017). Film ini juga merupakan episode kesembilan dari keseluruhan franchise Star Wars sekaligus bagian penutup untuk "Skywalker saga.” The Rise of Skywalker menerima ulasan yang beragam, terutama pada plot ceritanya yang dirasa menyimpang dari tema aslinya.

Meski begitu, Star Wars: The Rise of Skywalker meraup pendapatan lebih dari 1 milliar dollar di seluruh dunia, dan menjadi film terlaris ketujuh sepanjang tahu 2019. Film ini lalu menerima tiga nominasi di ajang Academy Awards ke-92, termasuk Best Original Score, Best Visual Effects, dan Best Sound Editing, serta memenangkan Outstanding Effects Simulations in a Photoreal Feature di Visual Effects Society Awards.

Sinopsis

  • Tahun Rilis: 2019
  • Genre: Space opera, adventure, fantasy
  • Rumah Produksi: Lucasfilm Ltd. dan Bad Robot Productions
  • Sutradara: J. J. Abrams
  • Pemeran Utama: Carrie Fisher, Mark Hamill, Adam Driver, Daisy Ridley, John Boyega, Oscar Isaac

Darth Sidious alias Kaisar Palpatine sedang mempersiapkan armada Star Destroyers untuk menguasai Galaksi kembali. Di sisi lain, Kylo Ren berhasil mengambil sebuah alat Sith Wayfinder, dan dengan benda tersebut ia menemukan Planet Exegol, tempat keberadaan Palpatine. Kylo Ren menuju ke sana, dan mendapati kondisi Palpatine yang cacat secara fisik, namun kekuatan gelapnya masih tetap kuat.

Palpatine lalu mengatakan kepadanya bahwa ia sebenarnya menciptakan Snoke untuk mengendalikan First Order, sekaligus sebagai cara menarik Kylo agar berada di sisi gelap (dark side). Sang Darth Sidious kemudian meminta Kylo supaya membunuh Rey, yang sekarang sedang dilatih oleh Jenderal Leia Organa menjadi Jedi.

Di bagian lain, Finn, Poe Dameron, dan Chewbacca mendapatkan informasi dari mata-mata First Order jika Kaisar Palpatine telah kembali. Sementara itu, Rey menemukan buku catatan Jedi milik Luke Skywalker tentang keberadaan Sith Wayfinder, yang bisa memberikan petunjuk jalan ke markasnya Palpatine. Rey bersama dengan Poe, Finn, Chewbacca, BB-8, dan C-3PO kemudian pergi menuju Planet Pasaana untuk mencari benda tersebut.

Setibanya di Pasaana, mereka bertemu dengan teman lamanya Han Solo, yaitu Lando Calrissian. Ia lalu memberitahu kepada mereka tentang keberadaan benda yang mereka cari, dan letaknya berada di sebuah padang pasir yang gersang.

Rey dan yang lainnya kemudian berhasil menemukan sebuah belati bertuliskan teks Sith. Namun, sistem program dari C-3PO tidak mengizinkan untuk menerjemahkan tulisan Sith tersebut karena itu adalah hal terlarang. Di saat itu juga, Kylo dengan pasukannya, Knights of Ren, berada di Pasaana untuk menemui Rey.

Pasukan First Order selanjutnya berhasil menangkap Chewbacca, yang menyimpan belati sith tersebut. Rey kemudian berusaha menyelamatkan Chewbacca, dan secara tidak sengaja mengeluarkan kekuatan force petir miliknya sehingga pesawat First Order, yang membawa Chewbacca, meledak di udara. Meski belati itu telah diambil, tapi memori C-3PO berhasil mengingat dengan utuh teks sith tersebut.

Karena ledakan itu juga, Rey merasa sangat bersalah, dan beranggapan jika Chewbacca telah terbunuh olehnya. Namun, Poe, dan Finn segera membawa Rey untuk melarikan diri dari kejaran pasukan First Order. Ketiganya lalu pergi ke Planet Kijimi meminta bantuan Zorii Bliss supaya pemograman C-3PO mampu menerjemahkan teks sith dari belati tersebut.

Lewat kekuatan force miliknya, Rey akhirnya merasakan bahwa Chewbacca ternyata masih hidup. Namun, melalui kekuatan force jugalah, Kylo bisa terhubung dengan Rey, dan memberitahu kepadanya jika ia ternyata adalah cucu perempuan dari Kaisar Palpatine.

Ceritanya Tidak Disusun dengan Baik

Konsep cerita dalam film kesembilan Star Wars ini dirasa tidak konsisten, dan terlalu dipaksakan, terutama pada karakter Rey. Ia sedari awal di film The Force Awakens sudah diduga memang bukanlah keturunan Skywalker. Pada bagian akhir film ini, Rey menggunakan kata Skywalker di belakang namanya sebagai bentuk penghormatan kepada Luke, dan Leia, yang telah mengajarinya untuk mengendalikan Force dalam dirinya.

Pengungkapan tersebut bagi sebagian penggemar mungkin terasa aneh, dan sebagian lainnya mungkin tidak mempersoalkan hal itu. Tapi, jika dilihat dari judulnya sendiri, The Rise of Skywalker, film ini malah membuat “mati” karakter Kylo Ren alias Ben Solo, yang jelas-jelas memiliki darah keluarga Skywalker. Alih-alih Ben Solo akan memiliki cerita panjang, J.J. Abrams, selaku sutradaranya, menjadikan Rey sebagai kemungkinan penerus dari takdir Jedi milik Skywalker.

Padahal, Kylo sendiri di film ini perlahan-lahan berubah haluan menjadi pria yang lebih baik, meninggalkan nama Kylo Ren, dan kembali sebagai Ben Solo. Dark Side miliknya mulai menghilang ketika ayahnya, Han Solo, muncul dalam ingatannya, dan mengajaknya untuk melepaskan semua kegelapan yang menguasai dirinya. Meski begitu, takdir Skywalker tidak berpihak padanya, dan ia mesti mengobarkan diri untuk menyelamatkan nyawa Rey.

Sebagai sebuah penutup sekuel trilogi Star Wars, The Rise of Skywalker memang di beberapa bagian terasa random, dan tidak ada koneksi yang kuat dengan dua film sebelumnya, The Force Awakens (2015) dan The Last Jedi (2017). Hal yang paling mencolok, dan disayangkan adalah memaksakan sosok Rey sebagai keturunan dari Palpatine tanpa ada fondasi cerita yang kuat untuk mengarahkan Rey kepada kesimpulan tersebut.

Baca juga: Ini Urutan Timeline Saga Film Star Wars yang Wajib Ditonton

Musuh Lama yang Dipaksakan Muncul

Kemunculan Palpatine di film ini memang cukup mengejutkan karena mungkin tidak pernah terduga sebelumnya. Ketika seharusnya franchise ini berkembang jauh lebih luas dengan mengeksplorasi musuh-musuh baru yang lebih menantang, The Rise of Skywalker malah menghadirkan musuh lama, yang sudah usang, dan telah tewas oleh Darth Vader alias Anakin Skywalker di film Return of Jedi (1983).

Film ini pun langsung menghadirkan Palpatine di menit-menit awal, dan tanpa basa-basi bahwa ia bakal menguasai Galaksi kembali dengan armada rahasianya. Dengan cara yang sedikit dipaksakan, peristiwa epik yang terjadi di dua film sebelumnya adalah rencana jahat Palpatine, mulai dari Snoke hingga First Order. Lewat hal semacam itu, penulisan naskah di film ini hanya bermain aman, dan tidak terlalu kreatif.

Ketika para penggemar mengharapkan akan adanya sebuah Kekaisaran baru yang lebih menantang sebagai musuh utamanya, film ini kembali memunculkan tirani lama seakan tidak ingin mengeksplorasi lebih jauh lagi dunia Star Wars. Padahal, The Force Awakens telah membangun narasi yang baik dengan menampilkan First Order, Snoke, dan Kylo Ren sebagai musuh baru yang bakal dihadapi oleh kelompok Resistance.

Akan tetapi, Snoke kemudian tewas dengan mudah di film The Last Jedi, meninggalkan First Order yang compang-camping, dan Kylo Ren yang dilanda kebimbangan hati. Palpatine lalu muncul di dalam film ini, dan seolah membuyarkan harapan serta teori penggemar tentang jalan cerita baru di semesta Star Wars ini. Kita pada akhirnya harus kembali menyaksikan Palpatine yang kehadirannya cenderung dipaksakan.

Hanya Fans Service Semata

Episode kesembilan dari franchise Star Wars ini dirasa kurang padu, dan tidak memiliki benang merah yang kuat dari dua film sebelumnya. The Rise of Skywalker bagi sebagian kritikus adalah film Star Wars yang tidak terlalu istimewa. Situs review ternama Rotten Tomatoes pun memberikan rating 51% dan nilai 6.1/10 berdasarkan 507 ulasan dari kritikus, lalu Metacritic juga memberinya nilai rata-rata 53/100.

Star Wars: The Rise of Skywalker bisa dibilang menjadi sebuah film “fans service,” dan tidak terlalu mengeksplorasi ceritanya menjadi lebih fresh. Di film ini, kita masih bisa melihat Luke Skywalker, Han Solo, Leia Organa, dan dua karakter ikonik lainnya, yakni Lando Calrissian serta Kaisar Palpatine alias Darth Sidious. Lalu, ada juga suara-suara dari para master Jedi sebelumnya, yang dimunculkan ketika Rey hampir tewas saat menghadapi Palpatine di Exegol.

Film ini seperti wahana hiburan karena The Rise of Skywalker lebih berfokus untuk menyenangkan para penontonnya. Di satu sisi hal itu tentunya bagus, namun bagi para penggemar Star Wars yang sudah lama, mereka kemungkinan sedikit kecewa dengan kurangnya eksplorasi cerita di penutup Saga Skywalker ini.

Secara keseluruhan, film ini tetaplah menghibur dengan segala macam bentuk pertempurannya, dan visual sinematografinya. Namun, jika dilihat dari proses ceritanya, The Rise of Skywalker kurang terasa segar, dan masih menggunakan formula yang sama dengan kemunculan musuh lama yang sudah terlalu usang.

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram