bacaterus web banner retina

Review & Sinopsis Resident Evil: Infinite Darkness (2021)

Ditulis oleh Yanyan Andryan
Resident Evil: Infinite Darkness
3
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Infinite Darkness merupakan film CGI animasi terbaru dari Capcom, yang dirilis sebagai bagian dalam perayaan ulang tahun Resident Evil ke-25. Berbeda dengan ketiga seri sebelumnya, animasi keempat ini dibuat dengan konsep serial, yang masing-masing episodenya berdurasi sekitar 25 menit. Serial ini juga masih tetap menghadirkan salah satu jagoan utama di dunia Resident Evil, yakni Leon Scott Kennedy dan Claire Redfield.

Pengisi suara untuk Leon dan Claire di serial ini kembali dialih suarakan oleh Nick Apostolides, dan Stephanie Panisello, yang sebelumnya telah mengisi suara dua karakter tersebut pada game Resident Evil 2 Remake (2019). Serial Infinite Darkness kemudian mengambil latar waktu 2 tahun setelah peristiwa di game Resident Evil 4, dan sesaat sebelum campaign “Lost in Nightmares” di game Resident Evil 5.

Sinopsis

Pada tahun 2000 di sebuah negara bernama Penamstan, helikopter milik pasukan Amerika Serikat yang sedang terbang secara tiba-tiba diserang oleh sekelompok pemberontak. Jason, Kapten Pasukan Khusus Unit Mad Dogs, bersama dengan anak buahnya mengabaikan perintah, dan segera mendarat di tempat tersebut untuk menyelamatkan seluruh anggota yang terserang.

Enam tahun kemudian di tahun 2006, Claire Redfield, anggota organisasi kemanusian TerraSave, bekerja di Penamstan untuk membantu kehidupan penduduk setempat. Di tempat tersebut, Claire menemukan petunjuk misterius dari sebuah gambar, dimana ternyata sebagian penduduk yang berkonflik pada perang saudara tahun 2000 lalu terkena senjata bio-organik (B.O.W) menjadi zombie.

Sementara itu di Gedung Putih Amerika Serikat, Jason kini menjadi Agen Federal bersama dengan Shen May, dan Leon. Gedung Putih kemudian diserang oleh insiden peretasan, dan beberapa karyawan secara misterius terinfeksi T-Virus hingga menjadi zombie. Ketiga agen tersebut berhasil mengalahkan semua zombie, dan mengamankan Presiden Amerika Serikat, Graham.

Selepas berhasil menyelidiki insiden di Gedung Putih, Leon, Shen May, dan Jason pergi menuju China menggunakan kapal selam untuk misi rahasia. Di tempat lain, Claire tengah mengumpulkan bukti sekaligus meneliti keterlibatan senjata bio-organik di dalam unit Mad Dogs selama perang di Penamstan.

Di dalam kapal selam, sekumpulan tikus yang kini menjadi B.O.W menyerang, dan membunuh pada kru. Jason, dan Shen May, yang ternyata mempunyai niat tersembunyi, kemudian membunuh tiga awak kapal selam lainnya. Leon, yang berhasil selamat dari serangan tikus tersebut, selanjutnya mengevakuasi diri dari kapal selam bersama dengan Jason serta Shen May.

Saat berada di rumah persembunyian yang ada di Shanghai, Jason bercerita kepada Leon bahwa ia dan Shen May bekerja sama untuk mengekspos Menteri Pertahanan Amerika, Wilson, atas keterlibatannya dalam menggunakan B.O.W di Penamstan.

Akan tetapi, Leon dengan tegas menolak untuk membantu Jason, dan Shen May. Ketika Jason akan menyerangnya, Leon terlebih dahulu menembaknya hingga mati, sementara Shen May berhasil melarikan diri. Kemudian, Claire akhirnya menemukan fakta bahwa seluruh pasukan unit Mad Dogs ternyata telah terinfeksi virus selama misi Perang Saudara di Penamstan.

Lebih Baik Dibuat Menjadi Film Saja

Dari sejak pertama kali game Resident Evil rilis di tahun 1996, waralaba populer ini dari tahun ke tahun cenderung tidak konsisten. Genre survival horror yang menjadi tema utama mulai berubah menjadi horror action pada Resident Evil 4, 5, hingga 6. Kemudian, game ini mencoba kembali ke konsep awal dengan membawa atmosfer horor lewat nuansa gore di edisi Resident Evil 7, dan 8 (Village).

Di lain sisi, seri film live-action Resident Evil garapan Paul W. S. Anderson jauh dari kata memuaskan bagi para fans veteran Resident Evil. Capcom lalu menghadirkan film animasi CGI Resident Evil Degeneration (2008), Damnation (2012), Vendetta (2017), hingga yang terbaru Infinite Darkness ini sebagai penawar rindu bagi para penggemar.

Alih-alih membuat Infinite Darkness menjadi sebuah film utuh, Capcom merubahnya sebagai sebuah serial berjumlah 4 episode. Namun, langkah yang dilakukan oleh Capcom terasa aneh karena Infinite Darkness tidak terlihat sebagai sebuah serial yang benar-benar dipersiapkan secara meyakinkan.

Durasi 25 menit yang diberikan dalam 4 episode Infinite Darkness kurang memuaskan sama sekali. Keempat episode yang dihadirkan tersebut seperti hasil adegan film yang dipotong, dan kemudian dipaksakan menjadi mini seri dengan kedalaman cerita yang tidak gali maksimal.

Sayang sekali, padahal materi promosi Resident Evil: Infinite Darkness dari Capcom dan Netflix jauh-jauh hari sudah sangat memberikan rasa antusias yang cukup tinggi. Infinite Darkness sebenarnya tetap mempunyai alur cerita yang masih seru, dan kental dengan unsur politik. Namun sekali lagi, Infinite Darkness tidak dibuat secara mumpuni sebagai sebuah serial, dan harusnya menjadi film utuh saja.

Unsur Action Tidak Terasa Kental

Infinite Darkness tidak terlalu banyak menawarkan adegan-adegan aksi yang memukau, dan hal tersebut membuatnya terasa berbeda dari ketiga film animasi sebelumnya. Serial ini tidak terlalu intens dalam memberikan sajian tembak menembak, dan ledakan yang mengesankan. Pada menit-menit awal, kita masih bisa dimanjakan oleh aksi Leon dalam membunuh para manusia yang berubah menjadi B.O.W.

Selebihnya, kita bakal disajikan oleh drama politik ketegangan antara Pemerintah Amerika, dan China, yang sama-sama ingin ikut campur dengan masalah yang ada di negara fiksi Penamstan. Sisanya, kita juga akan diperlihatkan aksi investigasi cerdik yang dilakukan oleh Claire dalam mengekspos kebusukan Menteri Pertahan AS, Wilson, serta perjalanan Leon yang berusaha menghentikan Jason, yang berubah menjadi B.O.W berbahaya.

Serial ini kemudian juga memberikan kualitas animasi yang sangat bagus, walaupun di beberapa bagian masih canggung, dan kaku. Sinematografi animasinya pun terlihat cukup bervariasi dengan sudut kamera menyoroti berbagai macam angle, dan adegan pertarungan terkadang dibuat secara close-up, yang ditampilkan dengan detail yang mengesankan.

Selain itu, Nick Apostolides, dan Stephanie Panisello, yang mengisi suara karakter Leon, serta Claire, masih tetap memberikan kesan yang memikat hati. Suara keduanya terasa renyah, dan bakal menjadi sesuatu yang tidak asing bagi kita yang pernah bermain game Resident Evil 2 Remake. Memilih keduanya untuk kembali mengisi suara dua karakter ikonik Resident Evil tersebut adalah langkah yang tepat dari Capcom.

Terlalu Berfokus pada karakter Leon

Capcom sampai sekarang sudah merilis 4 animasi CGI Resident Evil dengan menjadikan Leon sebagai karakter utamanya. Di Resident Evil: Degeneration (2008), Leon berpasangan lagi dengan Claire, dan di Resident Evil: Damnation (2012) ia kembali bertemu dengan karaktar Ada Wong, sedangkan di Resident Evil: Vendetta (2017) dirinya bersitegang dengan Chris Redfield serta Rebecca Chambers.

Nama-nama tersebut merupakan salah satu karakter ikonik yang ada di dunia Resident Evil. Namun, Capcom hingga sekarang masih belum memberikan debut untuk tampil di film atau serial bagi karakter penting lainnya seperti Jill Valentine, atau bahkan Barry Burton.

Produser Eksekutif Hiroyuki Kobayashi nampaknya terlalu terobsesi terhadap Leon, dan selalu menjadikannya sebagai bintang utama untuk keseluruhan franchise animasi Resident Evil.

Padahal, jika ingin lebih dinamis lagi, waralaba ini bisa menampilkan karakter ikonik lainnya, dan para penggemar bisa melihat sisi lain mereka, bukan hanya dimainkan lewat game saja, tapi bisa benar-benar menikmati perjalanan dari Jill, Chris, Rebecca, Barry, atau Ada Wong sebagai sebuah karakter seutuhnya.

Terlepas dari hal itu, Infinite Darkness masih terasa kurang memuaskan dari segi kedalaman ceritanya, hingga pengembangan karakternya juga. Infinite Darkness tidak bisa dinikmati sebagai sebuah sajian serial yang mumpuni, walaupun konsep cerita yang ditawarkan lumayan menarik dinikmati. Dengan segala kekurangannya, serial ini terlihat biasa saja, dan cenderung menonjolkan drama politik ketimbang aspek horornya.

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram