bacaterus web banner retina

Sinopsis dan Review Princess Mononoke, Putri Penjaga Hutan

Ditulis oleh Siti Hasanah
Princess Mononoke
4
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Film anime yang satu ini memang terbilang cukup lawas tapi isinya masih relevan dengan kondisi masa-masa yang lebih baru seperti zaman ini.

Dirilis tahun 1997, Princess Mononoke merupakan satu dari sekian banyak karya Hayao Miyazaki yang paling popular. Secara garis besar, Princess Mononoke mengusung genre fantasi dan merupakan film dengan perolehan paling tinggi di Jepang.

Sayangnya, rekor tersebut digeser oleh film Spirited Away yang juga ditulis oleh miyazaki. Nah, bagi kamu yang menyukai film-film Studio Ghibli, Princess Mononoke tidak boleh dilewatkan.

Dengan alur yang menarik dan elemen visual yang mempesona, film ini tidak pernah membosankan untuk ditonton ulang. Tapi sebelum itu, simak sinopsis dan ulasan singkatnya berikut ini.

Baca juga: 10 Film Anime Terbaik yang Dibuat oleh Studio Ghibli

Sinopsis

Sinopsis
  • Tahun Rilis: 1997
  • Genre: Anime, Adventure, Fantasy
  • Produksi: Studio Ghibli
  • Sutradara: Hayao Miyazaki
  • Pengisi Suara: Yuriko Ishida, Youji Matsuda, Yuko Tanaka

Princess Mononoke sebenarnya merupakan sebuah ide lama Miyazaki yang baru direalisasikan kurang lebih setelah 20 tahun ia mulai menggarap sketsanya. Sketsa yang digambar olehnya berisi tentang seorang putri yang menghuni hutan dan hidup bersama sosok-sosok makhluk buas dan makhluk halus.

Dalam film ini, aksi pertarungan merupakan bagian yang menjadi fokusnya, namun kisah yang diangkatnya sangat kental dengan mitos dan tradisi Jepang kala itu.

Princess Mononoke mengambil latar pada masa Muromachi di Jepang sekitar tahun 1336-1573. Kisah dibuka dengan menampilkan kondisi desa legenda yang disebut Emishi. Emishi merupakan klan yang namanya sudah tersohor ke seluruh Jepang.

Suatu hari desa Emishi kedatangan monster babi yang dirasuki oleh iblis jahat yang mengubahnya menjadi sangat buas dan merusak. Pangeran terakhir klan Emishi, Ashitaka, terkena kutukan di lengan kanan saat ia tengah bertempur melawan Nago, babi hutan yang dirasuki iblis hutan tersebut.

Kutukan tersebut memberikannya kekuatan super yang sulit dikendalikan oleh AShitaka. Ia menjadi lebih kuat namun nyawanya terancam. Sesepuh desa Emishi meramalkan bahwa Ashitaka akan tewas karena kekuatan super dari kutukan di lengan kanannya tersebut.

Satu-satunya cara untuk melenyapkan kutukan tersebut adalah dengan pergi ke tempat asal Nago dan mencari penawarnya di sana.

Perjalanan Ashitaka pun dimulai. Dalam perjalanan tersebut ia bertemu dengan sekelompok samurai, dan biksu pengembara, Jiko-bo. Jiko-bo memberitahu bahwa ada roh Dewa Rusa, penjaga hutan yang mungkin mampu menyelamatkan nyawanya dan memusnahkan kutukan tersebut.

Di tengah perjalanan ia menemukan dua orang yang tengah terluka dan sekarat di tepi sungai. Keduanya adalah penggembala dari Desa Besi yang terletak di pinggir hutan milik Dewa Rusa. Melihat dua orang terluka seperti itu, Ashitaka pun menolong mereka.

Di saat yang sama ia melihat sesosok gadis yang belakangan ia ketahui merupakan putri Mononoke yang namanya sudah terkenal seantero hutan. Putri Mononoke adalah gadis yang sejak kecil dirawat oleh serigala. Mononoke sendiri bukanlah nama aslinya. Ia diberi nama San oleh ibu serigala.

Ashitaka merawat dan mengantarkan dua penggembala tersebut ke desa asalnya. Di sana, ia disambut bak pahlawan yang kembali dari medan perang. Di desa itu pula ia bertemu dengan Madam Eboshi, pimpinan desa yang juga sosok yang berkaitan dengan Nago, si babi raksasa yang dirasuki iblis hutan.

Desa Besi yang ada di bawah pimpinan Madam Eboshi awalnya terletak di kota, namun material besi di bawahnya sudah habis, sehingga ia mencari lokasi baru yang masih banyak menyimpan material besi. Desa di pinggir hutan itulah lokasinya.

Untuk menggali besi, ia memperkerjakan para warga tak terkecuali perempuan untuk menggali besi di bawah gunung. Ini berarti mereka merambah hutan, menebang pohon dan membunuhi binatang-binatang yang menghuni hutan.

Persoalan hutan dan ambisi Madam Eboshi-lah yang memicu konflik berkepanjangan dengan Putri Mononoke. Kemunculan Ashitaka pun menambah ketegangan di antaranya. Pasalnya Ashitaka pun harus mencari penawar yang hanya bisa didapat dari roh hutan yang dibantai oleh Madam Eboshi.

Mengangkat Isu Lingkungan

Mengangkat Isu Lingkungan

Sempat disinggung di atas bahwa kisah Princess Mononoke tidak lekang oleh waktu alias isu yang dibahasnya masih relevan dengan situasi saat ini. Bahkan isu tersebut makin hari makin parah sebab tidak adanya tindakan signifikan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Konflik antara Madam Eboshi dan Putri Mononoke dipicu oleh ambisi pemimpin Desa Besi tersebut yang ingin mendapatkan lebih bahan besi untuk bisnisnya. Ini mengakibatkan hutan di sekitar Desa Besi yang menjadi tempat tinggal berbagai hewan rusak.

Makhluk-makhluk penunggu hutan pun tidak punya rumah lagi sekarang sebab pohon-pohon ditebang dan tanahnya digali. Kehilangan hutan sama dengan hilangnya satu sumber kehidupan. Narasi seperti ini dikemas dengan sederhana melalui dialog Ashitaka dan Putri Mononoke.

Mereka menjabarkan bagaimana dampak dari kerusakan lingkungan jika hutan ditebangi dan makhluk-makhluk penunggu hutan, hewan dan kehidupan di dalamnya hilang. Tema dalam film ini selalu segar meskipun sudah 20 tahun lebih sejak perilisan film pertamanya.

Tokoh San atau Princess Mononoke merepresentasikan aktivis peduli lingkungan dan Madam Eboshi adalah modernist yang merambah hutan.

Isu Gender dan Disabilitas Ikut Disinggung

Isu Gender dan Disabilitas Ikut Disinggung

Ketika Ashitaka mengantarkan dua penggembala yang cedera parah tersebut ke desa asalnya, ia melihat tatanan kehidupan Desa Besi berbeda dari yang ia sering lihat di desa-desa pada umumnya. Ketika ia tiba di sana, ia disambut para wanita yang berani dan terang-terangan menggoda dirinya.

Di masa itu, hal tersebut tidak biasa terjadi. Budaya patriarki terjadi di segala sektor kehidupan masyarakat Jepang. Perempuan lebih tertutup dan tidak diberi ruangan bahkan untuk mengemukakan pendapat.

Namun, Desa Besi pimpinan Madam Eboshi memberlakukan peraturan yang berbeda. Perempuan dan laki-laki yang menghuni desa dianggap setara. Kaum hawa yang sering dianggap lemah ini juga bekerja di pabrik besi menjaga agar api tetap hidup.

Adegan lainnya dalam Princess Mononoke yang menggambarkan kesetaraan gender adalah saat para pria diperintahkan merangsek masuk ke hutan dan para perempuan ditugasi untuk menjaga keamanan desa.

Kaum disabilitas pun diperlakukan sama layaknya masyarakat lainnya. Miyazaki mengangkat penyakit kusta dalam film ini sebagai representasi isu sensitif yang ada di lingkungan masyarakat Jepang pada saat itu. pada masa itu, kusta merupakan penyakit yang mendapat stigma berlebihan.

Para pengidap kusta sering dijauhi dan dikucilkan. Di Desa Besi, Madam Eboshi memberikan masyarakat yang mengidap kusta kesempatan dan ruang yang luas agar bisa berkegiatan layaknya masyarakat yang sehat.

Tokoh Antagonis dan Protagonis yang Bias

Tokoh Antagonis dan Protagonist yang Bias

Dalam sebuah film ada beberapa jenis karakter yang terlibat, penggambaran karakternya umumnya terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu antagonis, protagonis, figuran dan lain-lainnya. Sederhananya adalah karakter baik, karakter jahat dan karakter lainnya yang sifatnya melengkapi.

Uniknya, dalam Princess Mononoke, karakter yang diangkat sedikit bias. Madam Eboshi yang mewakili karakter jahat digambarkan mempunyai sisi baik yang memanusiakan manusia. Ia memang berseteru dengan Putri Mononoke karena merusak hutan.

Akan tetapi bagi warga Desa Besi, Madam Eboshi merupakan sosok yang sangat baik. Ia memberikan tempat tinggal pada masyarakat yang mengidap penyakit yang paling ditakutkan di masa itu, merawat luka-luka mereka dan memberi kesempatan mereka bekerja.

Ia juga membebaskan wanita-wanita penghibur yang dilakukan tidak layak oleh kaum laki-laki di kota. Mereka dikumpulkan dan diberi kebebasan untuk bekerja.

Namun, ambisinya yang menghancurkan hutan tidak bisa dimaafkan. Karena hal tersebut banyak makhluk yang kehilangan tempat tinggal dan kelangsungan hidup manusia pun terancam.

Putri Mononoke pun demikian. Ia dianggap sebagai sosok penjahat yang wajib dibasmi karena menghancurkan Desa Besi dan berencana membunuh Madam Eboshi yang terus merambah hutannya.

Namun, tindakannya tersebut ada benarnya sebab hutan termasuk wilayah penyeimbang kehidupan manusia yang wajib dijaga.

Ashitaka, Sang Pangeran terakhir dari klan Emishi adalah tokoh penengahnya. Ia tidak membela Madam Eboshi, tidak pula berpihak pada Putri Mononoke.

Ia melihat sendiri betapa pemimpin desa tersebut banyak berkorban dengan warga Desa Besi dan membebaskan mereka yang diperlakukan tidak adil. Ia mengajari perempuan untuk membela diri, membekali skill mencari nafkah dan berperang agar bisa bertahan hidup.

Namun, Ashitaka juga tidak tega melihat kehidupan para penghuni hutan lenyap dan ia sadar betul bahwa hutan adalah tempat penting yang tidak boleh musnah.

Diganjar Berbagai Penghargaan

Diganjar Berbagai Penghargaan

Saya sempat penasaran sebagus apa film ini sampai disebut-sebut sebagai salah satu film terbaik yang tidak pernah bosan ditonton. Dari menit ke menit setelah saya menontonnya, barulah saya menyadari betapa film ini memang layak mendapat sebutan tersebut.

Berbagai penghargaan diborong oleh film ini menjadi bukti akan kualitasnya, di antaranya adalah Best Film, Best Animasi, Japanese Movie Fan’s Choice, Yujiro Ishihara Award, Picture of The Year dari 21st Japan Academy dan masih banyak lagi penghargaan lainnya. Miyazaki sendiri memboyong penghargaan atas karyanya tersebut, salah satunya adalah untuk kategori Best Director.

Poin-poin yang penting yang ingin disampaikan oleh Miyazaki melalui film besutannya tersebut dikemas dengan cara yang unik dan selalu segar. Itulah kenapa Princess Mononoke selalu bikin kangen dan seru ditonton ulang. Tahun 2017, Princess Mononoke pertama kali ditayangkan di Indonesia pada minggu pertama bulan Agustus.

Film ini mendapat sambutan hangat dari para penonton khususnya penggemar film keluaran Studio Ghibli. Nah, kalau tahun ini kamu menonton ulang Princess Mononoke, kamu akan makin tersadar betapa film ini dibuat dengan sangat baik dengan memperhatikan detail dan alur yang ‘ngena’ dengan situasi terkini.

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram