bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Film Drama Portrait of a Lady on Fire (2019)

Ditulis oleh Sri Sulistiyani
Potrait of a Lady on Fire
3
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Setiap lukisan merupakan karya seni yang indah hasil dari proses panjang si pelukisnya. Pada film Portrait of a Lady on Fire, kita akan melihat bagaimana seorang pelukis bernama Marrianne berusaha keras untuk melukis seorang gadis hingga tercipta sebuah lukisan yang ia beri nama Portrait of a Lady on Fire.

Sebelum menonton film Portrait of a Lady on Fire dan mengikuti perjalanan Marrianne, kamu bisa membaca review dan sinopsisnya berikut ini!

Sinopsis

lady-on-fire-1_
  • Tahun rilis: 2019
  • Genre: Romance / Drama
  • Produksi: Lilies Films / Pyramide Films
  • Sutradara: Celine Sciamma
  • Pemeran: Noemie Merlant, Adele Haenel

Pada akhir abad 18, seorang pelukis bernama Marrianne telah menjadi guru lukis dan mengajar untuk murid-muridnya. Seorang murid kemudian menanyakan tentang lukisannya yang berjudul Portrait of a Lady on Fire.

Marrianne kemudian memulai ceritanya. Kala itu, ia diminta untuk datang ke sebuah rumah yang ada di sebuah pulau di Brittany untuk melukis seorang gadis.

Gadis itu bernama Heloise dan tengah berduka karena kehilangan saudaranya yang bunuh diri. Saudaranya tersebut bunuh diri dan membuat Heloise dijodohkan dengan calon suaminya yang berasal dari Milan.

Heloise yang mulanya tinggal di biara pun dibawa pulang ke rumah oleh ibunya. Sang ibu ingin membuat lukisan Heloise untuk dikirim pada calon suaminya di Milan.

Heloise yang menolak pernikahan tersebut selalu menolak untuk berpose dan dilukis. Pelukis sebelum Marrianne juga tak berhasil melukis wajah Heloise. Sang ibu kemudian meminta Marrianne untuk melukis Heloise secara diam-diam. Marrianne akan berpura-pura menjadi teman Heloise selama beberapa hari dan mengajaknya berjalan-jalan.

Setiap mereka pergi keluar, Marrianne diam-diam mengamati setiap detail wajah dan tubuh Heloise. Saat mereka sudah kembali pulang, Marrianne kemudian mencoba menuangkannya di kanvas. Ia melakukan itu semua di kamarnya dan berusaha agar Heloise tidak mengetahuinya. Seiring hari, Marrianne dan Heloise juga semakin dekat dan akrab.

Lukisan Marrianne akhirnya selesai. Namun sebelum memperlihatkannya pada ibu Heloise, Marrianne ingin mengakuinya pada Heloise terlebih dahulu. Ia pun berkata jujur pada Heloise bahwa dirinya adalah pelukis dan telah menyelesaikan lukisan wajahnya.

Saat Heloise melihatnya, ia mengkritik bahwa itu bukanlah potret yang menggambarkan dirinya yang sebenarnya.

Mendengar kritikan Heloise, Marrianne sadar bahwa ia tak puas dengan hasilnya. Ia pun merusak lukisan tersebut. Saat sang ibu menyuruhnya pergi, Heloise meminta Marrianne untuk tetap tinggal dan ia mau berpose untuk dilukis. Hari-hari berikutnya, Marrianne mulai melukis dan Heloise terus berpose di depannya.

Hubungan mereka yang mulanya penuh dengan kekakuan pun mulai mencair. Bersama pelayan rumah tersebut, Shopie, Marrianne dan Heloise sering bermain bersama atau pun membaca buku

Hingga pada suatu malam di sebuah festival, Marrianne melihat Heloise yang gaunnya nyaris terbakar api. Sejak malam itu, Marrianne mulai memandang Heloise secara berbeda.

Marrianne dan Heloise menyadari jika keduanya telah jatuh cinta satu sama lain. Mereka pun mulai bersentuhan secara fisik hingga melakukan seks sesama jenis. Seiring dengan perasaan cinta yang semakin mendalam, Marrianne dan Heloise juga masih terus menyelesaikan lukisan mereka. Setelah sang ibu pulang ke rumah, lukisan itu pun telah selesai.

Lukisan itu segera dikirim ke Milan, tugas Marrianne di rumah itu pun selesai. Marrianne dan Heloise yang sama-sama masih saling mencintai pun terpaksa dipisahkan. Setelah itu, Marrianne kembali menjalani kehidupannya dan meneruskan karir melukisnya.

Alur yang Sunyi Tanpa Musik Scoring

lady-on-fire-2_

Selain menggunakan suara dari dialog para karakter dan atmosfernya, sebuah film umumnya menggunakan tata suara tambahan lain, seperti efek suara ataupun musik backsound.

Namun hal tersebut tidak akan kamu temukan dalam film Portrait of a Lady on Fire ini. Sepanjang durasi film selama 121 menit, film ini tidak menggunakan musik backsound apa pun.

Film ini hanya menampilkan suara dari dialog para karakternya dan suara atmosfer seperti suara ombak, suara goresan kuas, suara derap langkah, dan suara-suara lainnya. 

Bahkan dalam beberapa scene film ini hanya menampilkan adegan yang terasa sunyi tanpa suara apa pun. Konsep tata suara ini membuat film terasa sepi, namun juga membuat kita seolah melihat kehidupan yang sebenarnya.

Tak hanya dari segi tata suara, nuansa sunyi dari film Portrait of a Lady on Fire ini juga didukung dengan konsep sinematografinya. Pada beberapa scene kita akan melihat shot-shot berdurasi panjang tanpa pergerakan kamera apa pun.

Begitu pula dengan banyaknya adegan di malam hari  yang menggunakan cahaya minim seolah ingin memperlihatkan kesunyian yang dirasakan para karakternya.

Pesan Tersirat Mengenai Perempuan

lady-on-fire-4_

Film Portrait of a Lady on Fire banyak menampilkan para wanita sebagai karakter utama dan karakter pendukungnya. Tidak ada satu pun tokoh pria yang dimunculkan dalam film ini kecuali para tokoh figuran semata. Bahkan sosok pria yang dikisahkan sebagai calon suami Heloise pun tak pernah dimunculkan hingga film berakhir.

Dari segi alur ceritanya, film ini memang banyak mengangkat mengenai isu-isu perempuan. Sejak awal cerita, dikisahkan bagaimana Heloise yang mengatakan bahwa kelemahan dirinya adalah sebagai wanita yang tak memiliki pilihan, bahkan untuk menikah atau pun tidak menikah.

Pada salah satu dialognya, Heloise juga mengemukakan mengenai kesetaraan gender yang ia inginkan.

Film ini tampaknya memang ingin mengangkat pesan mengenai bagaimana kaum wanita di masa tersebut masih kesulitan untuk mendapatkan haknya sebagai individu yang bebas dan bisa memilih sesuai kehendak diri mereka sendiri.

Dialog-Dialog Puitis dan Film yang Estetik

Seperti jalan ceritanya yang mengisahkan tentang seniman dan karya seni lukisnya, film Portrait of a Lady on Fire ini memang terasa begitu menekankan unsur artistik di semua elemennya.

Mulai dari penataan kamera, konsep tata suara, pemilihan kostum dan setting lokasi, dan elemen-elemen lain dalam film ini seolah ditata dengan menekankan unsur keindahan dan estetika.

Begitu pula dengan naskah dari film ini. Ada cukup banyak dialog-dialog puitis dan bersifat metafora yang dilontarkan oleh dua karakter utamanya, Marrianne dan Heloise.

Bahkan judul dari film ini juga sudah terkesan begitu metafora. Sebagai penonton, kamu bisa mengartikan sendiri mengapa Marianne menamakan lukisannya sebagai Portrait of a Lady on Fire.

Bagian akhir film juga menjadi bagian yang begitu dramatis, yaitu saat Marianne keluar dari rumah Heloise dan menoleh ke belakang. Hal tersebut dianalogikan seperti cerita mitologi Orpheus dan Eurydice yang pernah diceritakan oleh Heloise pada Marianne.

Itulah review dan sinopsis dari film Portrait of a Lady on Fire, film drama mengenai kisah cinta seorang pelukis dan gadis yang dilukisnya. Bagaimana menurutmu mengenai kisah cinta antara Marianne dan Heloise ini? Coba bagikan tanggapanmu di kolom komentar ya!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram