bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Phone Booth, Bilik Telepon Pembawa Malapetaka

Ditulis oleh Aditya Putra
Phone Booth
2.9
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Seiring dengan perkembangan jaman, cara komunikasi antar manusia pun terus berubah dari waktu ke waktu. Zaman dahulu, untuk bisa berkomunikasi jarak jauh dengan seseorang, dilakukan dengan cara mengirim surat atau telegram.

Kemudian, telepon yang semakin berkembang, perlahan-lahan menjadi yang paling banyak digunakan karena lebih praktis walaupun lebih mahal.

Sebelum semua orang menggunakan ponsel pintar, ada masa ketika orang-orang berkomunikasi menggunakan telepon. Bahkan, sampai pertengahan tahun 2000-an, masih banyak bilik telepon yang bisa digunakan.

Di film Phone Booth, niat menggunakan bilik telepon bisa menjadi malapetaka yang dapat mengancam nyawa. Mau tahu lebih jauh? Simak sinopsis dan review filmnya berikut ini.

Baca juga: Review dan Sinopsis Serial Thriller The Defeated (2021)

Sinopsis

Sinopsis

Stuart Shepard adalah seorang agen terkenal yang mengorbitkan aktor. Walau sudah memiliki istri bernama Kelly, Stuart punya hubungan gelap dengan Pamela “Pam” McFadden.

Pam adalah seorang wanita yang bekerja di kedai makanan dan punya keinginan besar untuk menjadi aktris. Alih-alih menggunakan telepon selular miliknya, Stuart memilih menggunakan telepon umum supaya nggak ketahuan oleh Kelly.

Ketika Stuart sedang menelepon Pam, ada seorang pria mengetuk bilik. Pria itu ternyata seorang pengantar pizza yang hendak mengantarkan pizza pada seseorang bernama Stuart. Stuart dengan nada arogan menyuruh pengantar pizza itu untuk pergi.

Setelah menelepon Pam, telepon umum itu berdering. Stuart mendengar suara pria yang mengancamnya supaya nggak meninggalkan bilik, atau dia akan melaporkan perselingkuhan Stuart pada Kelly. Penelepon misterius menjelaskan pada Stuart bahwa dia sudah melakukan hal yang sama dua kali.

Dia melanjutkan bahwa dua orang yang diteleponnya diberi kesempatan untuk mengakui dosa dan memperbaiki kesalahan mereka tetapi mereka menolak. Karena itulah, kedua orang itu akhirnya tewas dibunuh.

Penelepon misterius meminta Stuart untuk mengungkapkan perasaannya pada Kelly dan Pam. Dengan begitu, nyawa Kelly dan Pam akan selamat.

Penelepon misterius itu menunjukkan keseriusannya dengan menembakkan peluru ke bilik. Dia kemudian menghubungkan Stuart dengan Pam. Stuart yang ketakutan pun mengakui bahwa dia sudah menikah.

Bilik telepon didatangi oleh tiga orang PSK yang hendak menggunakan telepon. Stuart menolak untuk keluar tanpa menjelaskan alasannya. Leon, germo para PSK mendatangi Stuart dan mencoba mengeluarkan Stuart.

Penelepon misterius meminta Stuart untuk menghentikan Leon tapi Stuart hanya diam. Penelepon itu mengatakan bahwa Leon yang memintanya, dia pun menembak Leon hingga tewas.

Para PSK menyalahkan Stuart atas tewasnya Leon dan menuduh Stuart memiliki pistol. Sekelompok polisi datang ke lokasi untuk mengamankan keadaan. Ed Ramsey, kapten di NYPD mengamankan area bilik telepon supaya nggak ada orang yang mendekat.

Dia pun meminta Stuart untuk keluar dari bilik tapi Stuart menolak. Stuart mengatakan pada penelepon misterius bahwa sang penelepon nggak akan bisa lagi mengancamnya.

Penelepon misterius itu meminta Stuart untuk meraba atap dari bilik dan ternyata ada pistol di sana. Kelly dan Pam sampai di lokasi, penelepon misterius meminta Stuart untuk mengakui perbuatannya dan menceritakan kebenaran pada Kelly dan Pam.

Stuart kebingungan karena bila dia mengaku berselingkuh pada Kelly, hubungannya dengan Kelly bisa berakhir. Merasa terpojok, Stuart pun mengaku berselingkuh dengan Pam.

Sementara itu, penelepon misterius semakin membuat pelik keadaan dengan meminta Stuart memilih Kelly atau Pam. Dia pun mengatakan akan menembak perempuan yang nggak dipilih oleh Stuart. Siapakah yang akan dipilih oleh Stuart?

Single-Set Thriller yang Intens

Single-Set Thriller yang Intens

Apa yang menarik dari sebuah film yang hampir 90%-nya menyoroti bilik telepon? Itulah keunggulan Phone Booth. Dengan nyaris single-set saja, kita bisa merasakan ketegangan yang dirasakan oleh Stuart.

Dia diharuskan mengakui perbuatannya yang beresiko menghancurkan pernikahannya bahkan harus memilih siapa yang harus diselamatkan.

Ancaman yang datang pada Stuart praktis hanya dari suara penelepon misterius. Dua kali penelepon misterius itu mengerjai Stuart. Pertama, dengan menghabisi Leon. Kedua, dengan menjebak Stuart sebagai seorang pembunuh dengan menyimpan pistol di langit-langit bilik telepon.

Terlebih penelepon misterius itu sulit diketahui keberadaannya sebagaimana Stuart menelepon di bilik yang dikelilingi gedung tinggi mulai dari perkantoran sampai apartemen.

Secara pendalaman karakter, Stuart dan penelepon misterius diangkat lewat percakapan-percakapan mereka. Stuart yang arogan dan oportunis sedangkan sang penelepon berlaku sebagai hakim yang ingin memberi hukuman.

Dua karakter utama dengan konflik yang genting itu cukup membuat film ini hanya memerlukan pendalaman pada dua karakter itu saja.

Dari segi sinematografi, film ini banyak memadukan long shot dan split screen yang menunjukan dengan siapa Stuart berbicara. Set yang terlampau sederhana itu justru berhasil membuat nuansa claustrophobia begitu kental, dilengkapi dengan kamera yang menyoroti bagaimana Stuart ketakutan.

Bahkan kesan ironi tergambar jelas dengan bagaimana New York yang banyak didatangi turis, ada seseorang yang sedang menderita di bilik telepon.

Mengangkat Moralitas

Mengangkat Moralitas

Yang mengerikan dari Phone Booth bukan hanya ancaman yang mematikan tapi bagaimana penelepon misterius mengetahui seluk-beluk hidup Stuart. Dia bertindak selayaknya seorang vigilante yang ingin menegakkan keadilan dengan cara mengubah bilik telepon menjadi bilik pengakuan.

Setelah dipaksa mengaku, Stuart diberi pilihan sulit untuk memilih siapa yang akan diselamatkan antara Kelly atau Pam.

Film ini mengangkat tema moralitas di kota besar. Stuart digambarkan sebagai seorang arogan yang memanfaatkan kesempatan sekecil apapun demi keuntungan pribadi.

Dia berjalan sambil menelepon, mengusir pengantar pizza dengan nada ketus, serta menyuruh asistennya membeli pakaian yang layak. Dengan kata lain, dia adalah cerminan dari ego manusia yang ingin mendapatkan segalanya dan mendapat pengakuan dari orang lain.

Yang menarik dari film garapan sutradara Joel Schumacher ini adalah bagaimana kita pada awalnya merasa marah pada Stuart, persis seperti penelepon misterius.

Tapi seiring dengan berjalannya cerita, kita bisa mengampuni Stuart sebagai manusia dengan segala dosanya. Roda pun berputar, kita dibuat membenci sosok penelepon misterius yang bermain Tuhan.

Penampilan Prima Colin Farrell

Penampilan Prima Collin Farrell

Dengan jumlah aktor yang sangat sedikit, nggak ada yang lebih menonjol dari penampilan Colin Farrell di Phone Booth. Di awal film, kita bisa melihat bagaimana piawainya aktor asal Irlandia itu masuk ke dalam karakter Stuart yang arogan.

Kearoganan itu tercermin dari caranya berjalan serta nada bicaranya. Ketika situasi berubah menjadi berbahaya, Farrell bisa menunjukkan bagaimana ketakutannya Stuart di dalam bilik telepon.

Nada bicaranya juga berubah-ubah dari menunjukkan ketakutan, frustasi, marah sampai putus asa. Dan juga gestur tubuhnya seperti tangan bergetar dan keringat dingin keluar dari tubuhnya.

Phone Booth layak mendapat apresiasi dengan cerita dan set sederhana tapi efektif dalam membuat nuansa mencekam. Durasi selama 81 menit yang terbilang pendek untuk ukuran sebuah film, terasa begitu intens karena kita akan dibawa merasakan ketegangan Stuart di dalam bilik telepon.

Jadi apakah kamu penggemar film thriller? Bisa dong sebutkan tiga judul film thriller favorit kamu di kolom komentar!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram