bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Percy Jackson: Sea of Monsters (2013)

Ditulis oleh Suci Maharani R
Percy Jackson: Sea of Monsters
3.7
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Menjadi anak dewa ternyata memang tidak mudah, apalagi jika kamu disebut sebagai anak Dewa yang spesial. Hal ini terjadi ketika Percy Jackson diberitahukan bahwa dirinyal ah yang bisa menyelamatkan atau menghancurkan Olympus saat usianya menginjak 20 tahun. Di sisi lain kenyataan bahwa ia memiliki saudara laki-laki campuran Cyclop tentu bukan hal yang mudah untuk diterima.

Percy Jackson: Sea of Monsters menjadi series kedua dalam franchise untuk film Percy Jackson. Film ini cukup laris dan menerima berbagai macam kritik positif dan negatif. Meraup total $202 juta dari penayangan di seluruh dunia, film ini mendapatkan nilai 42% di Rotten Tomatoes.

Lalu bagaimana cara Percy Jackson menerima ramalan mengenai dirinya dan berusaha menerima saudara barunya yang jauh berbeda darinya? Intip kisah lengkapnya di artikel di bawah ini.

Sinopsis

Saat berada di kemah para half-blood, Percy Jackson menceritakan kisah mengenai pengorbanan Thalia putri dari Zeus. Thalia mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan teman-temannya yang dikejar oleh Cyclop. Zeus merubah putrinya Thalia yang bersemayam dan tidak bernyawa ditanah menjadi pohon perisai untuk kemah.

Hari berganti Percy Jackson harus menerima dirinya menjadi pecundang karena kalah dari Clarisse La Rue. Hingga tiba-tiba saja Percy dikagetkan dengan kedatangan seorang cyclop bernama Tyson yang ternyata merupakan anak dari ayahnya yaitu Poseidon. Saat sedang menemani adiknya makan, benteng Colchis menyerang kemah, ternyata ini akal-akalan Luke untuk meracuni pohon Thalia.

Pohon Thalia semakin lemah dan membuatnya hampir mati untuk kedua kalinya, karena racun Luke sangat mematikan. Annabeth dan Grover mencari cara untuk menyelamatkan pohon Thalia hingga berakhir pada Bulu Domba Emas yang dapat menyembuhkan. Mereka mengatakan hal ini pada Mr. D yang berakhir dengan pencarian.

Percy merasa ada tanggung jawab karena dirinya diramalkan menjadi orang yang bisa menyelamatkan dan menghancurkan Olympus. Percy, Annabeth, Grover dan Tyson melakukan pencarian mereka sendiri mencari Bulu Domba Emas itu. Annabeth memanggil New York City Taxi yang dikemudikan oleh tiga wanita buta. Dari sinilah Percy mendapatkan informasi mengenai angka-angka aneh yang berhubungan dengan ramalannya.

Saat di perjalanan, Grover diculik oleh kawanan anak-anak pembelot lainnya dibawah Luke. Mereka mendatangi Hermes ayah Luke untuk mencari informasi keberadaan Luke dan mendapatkan beberapa barang perbekalan. Mereka berhasil menyelinap ke kapal Luke, sayangnya Grover tidak ada disana dan mereka justru berakhir di telan Charybdis.

Disitulah mereka bertemu dengan Clarisse dan awak kapalnya yang ternyata adalah zombie. Bekerja sama, Percy dan Clarisse akhirnya berhasil keluar dari perut Charybdis dan pergi ke Florida. Mereka menemukan tempat dimana Bulu Domba Emas itu berada dan menemukan Grover yang menyamar. Percy dan kawan-kawannya melawan Polyphemus dengan cerdik untuk mengambil Bulu Domba Emas.

Saat keluar mereka di cegat oleh Luke dan membawa mereka ke tempat untuk membangkitkan Kronos. Kronos yang ganas akhirnya bangkit dan mengkonsumsi para half-blood yang ada termasuk Luke. Berbekal pedang dari ayahnya Poseidon, Percy melawan dan memenjarakan Kronos di Sarkofagusnya. Luke, Grover dan lainnya kembali hidup, tapi Annabeth hampir mati setelah diserang Manticore. 

Untungnya Bulu Domba Emas berhasil menyembuhkannya dan menyembuhkan pohon Thalia. Tak lama setelah kedamaian dan keamanan kembali di kemah, hal mengejutkan muncul. Kekuatan dari Bulu Domba Emas ternyata dapat membangkitkan Thalia. Percy berpikir mungkinkah ramalan itu bukan untuk dirinya tapi Thalia.

Dibuka dengan Prolog yang Membawa Kita pada Kisah Baru

Membuka film dengan prolog mengenai kisah anak-anak para Dewa yang diserang oleh Cyclop membuat saya cukup terenyuh. Pasalnya penggambaran kisahnya yang dibalut dengan suasana mencekam dan prolog dari suara Logan Lerman terlihat sangat keren. Prolog ini menjadi tuntunan bagi para penonton untuk masuk ke dunia para half-blood (anak setengah dewa dan manusia).

Kisah mengenai Annabeth, Luke dan Thalia yang dijadikan sebagai pembuka film adalah keputusan yang sangat baik. Pasalnya hal ini memang dijadikan sebagai reminder bahwa kita akan dibawa ke dalam kehidupan Percy Jackson yang lebih kelam. Meski memang kalau ditanya seberapa kelam, ini masih terasa seperti film anak-anak saja dan tidak ada rasa mencekam.

Jika diperhatikan lebih dalam lagi, prolog ini memang menjadi panduan bagi para penonton mengenai seluruh alur ceritanya. Bahkan prolog ini juga akhirnya menjadi plot twist yang menutup petualangan Percy Jackson: Sea of Monster. Spoiler alert, Thalia si putri dari Zeus yang menjadi pohon pelindung akhirnya kembali hidup dengan tubuh yang sudah dewasa.

Yah, saya merasa aneh ketika melihat Thalia tetap tumbuh meski saat itu bisa disebut mati. Karena Zeus merubah Thalia menjadi pohon yang menjadi perisai bagi kemah para half-blood. Saya berpikir jika Thalia masih dalam tubuh anak kecil, mungkin akan terasa lebih masuk akal.

Tapi hal yang saya suka dan tidak suka dari film ini, tidak adanya keterkaitan antara film pertama dan keduanya. Saya merasa baik film pertama dan kedua dari Percy Jackson ini seakan jalan sendiri-sendiri. Pasalnya meski kamu tidak menonton Percy Jackson & the Olympians: The Lightning Thief, kamu tetap bisa enjoy menonton Percy Jackson: Sea of Monsters.

Pengembangan Karakter yang Lebih Baik dan Lugas

Sebagai film yang memang diperuntukkan untuk remaja, hal yang paling saya soroti adalah seberapa kuat karakter-karakter di dalamnya. Pasalnya film ini mungkin saja bisa menginspirasi para remaja untuk mengembangkan karakter mereka di dunia. Makannya saya sangat penasaran juga denganpengembangan karakter dari Percy Jackson dan kawan-kawan.

Sejujurnya saya tidak memiliki banyak harapan, pasalnya film pertamanya membuat saya agak kecewa. Karena baik dari segi plot dan karakternya sangat tidak memuaskan dan membuat saya cukup kebingungan. Tapi saya justru mendapatkan hal lain dalam Percy Jackson: Sea of Monsters ini, dimana saya menyukai bahwa karakter utamanya bersinar dengan baik. Saya menyukai bagaimana framing Percy Jackson kini terlihat lebih lugas dan tidak abu-abu lagi.

Saya melihat Percy lebih percaya diri, tentu Logan Lerman sepertinya sudah menemukan bagaimana caranya untuk membangkitkan jiwanya di film ini. Saya suka bagaimana Percy memperlihatkan bahwa dirinya adalah pemeran utama dalam film ini. Percy lebih percaya diri dan tahu apa yang akan dia lakukan dan seperti sudah menemukan karakter dirinya dalam film ini.

Saya melihat bagaimana perkembangan akting, penjiwaan hingga script nya jauh lebih baik dari sebelumnya. Tentu ada karakter lain yang membuat saya merasa bahwa film ini memang digarap dengan baik. Karakter baru seperti Tyson yang diperankan Douglas Smith dan Dionysius oleh Stanley Tucci adalah karakter yang sangat menarik.

Pasalnya mereka membuat film ini berkembang lebih baik dan membantu karakter lainnya ikut berkembang. Saya suka sisi humor yang dari Dionysius yang konsisten selalu salah menyebut nama dari murid-muridnya. Tyson sendiri terlihat mirip dengan Percy di film pertamanya, tapi karakternya terlihat lebih clean sebagai anak yang hidup di lingkungan yang jauh dari manusia.

Clarissa tanpa sengaja mengambil cahaya Annabeth sebagai wanita paling tangguh. Meski penggambaran karakternya terlihat sangat menyebalkan, mirip dengan penggambaran Annabeth di film pertama. Grover tetap stabil meski scene-nya lebih sedikit dari sebelumnya, tapi tetap saja dia adalah karakter terbaik dalam seluruh film ini.

Annabeth justru melempem dan terlihat terpaku menjadi karakter kuat dalam tubuh yang lemah. Maksudnya Annabeth hanya memiliki mulut yang agak tajam dengan kepribadian keras. Jujur Alexandra Daddario membuat saya kehilangan ketertarikan padanya, padahal saya menginginkan ada sisi lain dari dirinya.

Rasa Harry Potter yang Lebih Kental tapi Efek Visualnya Buruk

Sebenarnya saya agak kaget ketika mengetahui bahwa Percy Jackson: Sea of Monsters ternyata tidak digarap oleh Chris Columbus. Pasalnya sepanjang saya menikmati menonton film ini, ada banyak kesan dan vibes Harry Potter didalamnya. Hal ini sangat terasa ketika berbagai hewan mitologi Yunani lebih banyak muncul di film ini.

Salah satu adegan yang membuat saya Dejavu adalah ketika Percy dan ketiga kawannya menaiki taxi yang dikemudikan oleh tiga wanita buta. Jujur saja saya langsung mengingat adegan Ron dan Harry saat menaiki mobil ajaib yang bisa terbang. Saya merasa kagum dan aneh karena kenyataanya film ini digarap oleh Thor Freudenthal, lalu Chris Columbus dan Karen Rosenfelt membantu proses produksinya.

Meski memiliki kemiripan dengan Harry Potter, bagi saya keseluruhan cerita yang ditulis oleh Marc Guggenheim tetap memiliki rasanya sendiri. Hal yang paling saya sayangkan adalah efek-efek yang ada di film ini sangat-sangat kurang. Pasalnya saya merasa CGI untuk film ini sangat buruk dan benar-benar mengurangi kemegahan dari filmnya. Tidak ada kemajuan dalam pembuatan efek spesial untuk film ini, kita bisa melihat sendiri seberapa amatir efeknya.

Setiap makhluk mitologi muncul. Kita bisa melihat bahwa efeknya kurang sempurna dan lembut. Tidak usah jauh-jauh, kita bisa melihat tanduk dan tubuh Grover terlihat seperti animasi murah. Belum lagi Tyson yang digambarkan sebagai setengah Dewa dan Cyclop, efek di wajahnya sangat-sangat tidak mulus. Saya bisa mengatakan bahwa Gollum dalam The Lord of the Rings jauh lebih baik dibanding wajah Tyson.

Mitologi Yunani Versi Modern yang Agak Membingungkan

Selain mengenai efek visualnya yang sangat-sangat disayangkan berakhir dengan kata gagal. Hal lain yang sangat saya soroti adalah menggabungkan hal modern dengan mitologi Yunani. Jujur memang tidak semuanya terasa fail, tapi kebanyakan terasa sangat aneh. Pasalnya saya masih tidak mengerti bagaimana bisa banteng mitologi dibuat versi mesin berteknologi tinggi.

Hal paling aneh, bagaimana bisa mesin itu kalah karena “pedang terkutuk” Percy? Bagaimana bisa? Ini agak aneh. Lalu memasuki pabrik pengiriman barang ke Olympus yang dimiliki oleh Hermes ayah dari Luke Castellan. Produk-produk seperti tape ajaib yang bisa membuat black hole atau menghilangkan benda dan termos angin Hercules.

Ini semua membuat saya sangat kebingungan, karena bagaimana bisa semodern ini? Disisi lain, saya menyukai dimana film keduanya membawa aspek mitologi Yunani lebih banyak dibanding sebelumnya. Saya tidak kehilangan kenyataan bahwa Percy Jackson dan Tyson adalah anak-anak dari Dewa Yunani. Di sisi lain modernisasi dari kehidupan para Dewa dan antek-anteknya terlalu ekstrim.

Overall bagi saya Percy Jackson: Sea of Monsters adalah film terbaik dari seluruh series Percy Jackson yang telah dibuat. Saya lebih enjoy menonton film ini dibanding karena setiap aspek di dalamnya terlihat lebih matang dan jelas.

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram