bacaterus web banner retina

Sinopsis dan Review Mile 22 (2018), Aksi Pemacu Adrenalin

Ditulis oleh Dhany Wahyudi
Mile 22
2
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Sebuah tim kecil dari intelijen elit Amerika Serikat yang merupakan bagian dari unit komando taktis rahasia mencoba menyelundupkan seorang polisi misterius dengan informasi penting keluar dari negaranya. Mile 22 adalah film action thriller yang mempertemukan Mark Wahlberg dengan bintang action Indonesia, Iko Uwais, yang dirilis pada 17 Agustus 2018.

Disutradarai oleh Peter Berg yang cukup piawai mengarahkan film action seru, film ini sejatinya akan menyuguhkan banyak adegan aksi beradrenalin tinggi yang menampilkan baku tembak di semua ruang dan baku hantam dengan kekerasan tingkat tinggi yang penuh darah. Tapi benarkah janji itu terpenuhi? Simak review kami tentang film yang kini sudah bisa disaksikan di layar Netflix ini.

Sinopsis

Sinopsis
  • Tahun: 2018
  • Genre: Action, Thriller
  • Produksi: STX Films, Huayi Brothers Pictures, Film 44, The Hideaway Entertainment
  • Sutradara: Peter Berg
  • Pemeran: Mark Wahlberg, Iko Uwais, Lauren Cohan, John Malkovich

Agen CIA James Silva memimpin timnya untuk melakukan penggerebekan di sebuah rumah yang diduga menjadi markas FSB (Federal Security Service), intelijen milik Rusia. Mereka bermaksud melacak keberadaan zat cesium yang berbahaya dan menghancurkannya sebelum menyebar di masyarakat. Mereka sukses dalam misi tersebut dengan memakan banyak korban dari pihak musuh.

16 bulan kemudian, Li Noor, polisi misterius Indocarr, menyerahkan diri ke kantor kedutaan besar Amerika dan meminta untuk diekstradisi ke Amerika dengan informasi keberadaan cesium sebagai gantinya. Noor memberikan CD kepada CIA yang bisa hancur dengan sendirinya jika tidak dimasukkan kode yang tepat sebelum waktunya habis. Noor ditempatkan di ruang interogasi untuk sementara.

Tidak berapa lama, pihak intelijen dari Indocarr menemui duta besar Amerika dan meminta mereka untuk menyerahkan Noor untuk diadili atas kejahatannya. Sementara itu, Noor yang sedang diperiksa kesehatannya, diserang oleh dua orang agen intelijen Indocarr yang menyamar sebagai petugas kesehatan. Perkelahian tidak bisa dihindari yang menyebabkan kedua agen tersebut tewas.

CIA menyadari jika Noor adalah aset berharga bagi mereka. Silva dan seluruh anggota timnya menandatangi surat pengunduran diri demi membentuk tim “hantu” untuk menyelundupkan Noor keluar dari negaranya. Dibantu dengan kecanggihan teknologi, mereka bergerak menuju bandara. Tetapi perjalanan tidak semudah yang dikira, intelijen Indocarr melakukan beberapa penyerangan mematikan.

Mobil mereka dibom dan ditembaki oleh beberapa pengendara motor bersenjata yang menyebabkan banyak agen yang tewas, salah satunya Sam yang meledakkan diri dengan granat ketika gerombolan musuh mendekat. Silva, Kerr, Noor dan Dougie mengambil alih mobil BMW dan segera menuju safe house di area kota yang berkamuflase sebagai restoran. Sementara itu pusat kontrol menemui kejanggalan.

Silva sempat berbicara dengan Axel, salah satu agen intelijen Indocarr, dan menebar ancaman kepadanya. Kemudian restoran meledak, Silva diserang oleh dua wanita yang kemudian diselamatkan oleh Noor. Dougie yang terluka parah meminta mereka meneruskan misi sementara dia mengorbankan diri demi menahan pasukan musuh. Beberapa kali sistem di pusat kontrol bermasalah, seperti sedang diretas.

Tinggal bertiga, mereka menuju sebuah komplek apartemen. Dalam sebuah serangan mendadak, Kerr terpisah dari Silva dan Noor. Terperangkap di dalam kamar yang ditinggali oleh seorang gadis cilik, Kerr membuat jebakan granat di pintu. Silva dan Noor menyebar dan bertarung melawan musuh masing-masing. Setelahnya mereka bertemu lagi dan bersama mencari Kerr yang masih terjebak.

Setelah berhasil keluar dari apartemen, mereka menuju bandara dan dicegat oleh Axel. Tidak punya banyak waktu, Silva meminta Axel ditembak oleh drone. Mereka berhasil menghentikan pesawat yang hendak lepas landas dan menaikkan Noor beserta Kerr yang hendak bertemu keluarganya. Tidak disangka, pusat kontrol mereka diserang dan hanya menyisakan Bishop yang selamat.

Ternyata diketahui bahwa Noor bukanlah agen ganda (untuk Indocarr dan Amerika), tapi ternyata dia juga adalah agen intelijen Rusia. Norr kemudian menyerang Kerr. Semua ini diceritakan kembali oleh Silva kepada CIA setelah misi yang gagal itu berakhir. Ada indikasi jika Silva hendak menuntut balas dendam kepada Noor yang masih bebas di luar sana.

Jalan Cerita yang Memusingkan

Jalan Cerita yang Memusingkan

Mile 22 menjadi film keempat kolaborasi antara Peter Berg dengan Mark Wahlberg, setelah sukses lewat Lone Survivor (2013), Deepwater Horizon (2016) dan Patriots Day (2016). Ketiga film itu berdasarkan kisah nyata dan baru kali ini mereka berada dalam film fiksi yang bahkan berlokasi di sebuah negara di Asia Tenggara bernama Indocarr!

Lea Carpenter sebagai penulis naskah menyusun cerita yang seharusnya menggambarkan kesolidan tim intelijen Amerika yang tampak tidak terkalahkan dengan penggunaan teknologi perang yang mutakhir. Mereka bisa meretas sistem lalu lintas, melacak keberadaan musuh dan menembak musuh dengan drone dari mana saja. Ini adalah perang jenis baru yang coba diungkit di dalam film berdurasi 1 jam 34 menit ini.

Tim intelijen Amerika ini berisi para agen CIA yang setiap kali beraksi harus menandatangani surat pengunduran diri dan tampil sebagai pasukan “hantu” yang tidak bertanggung jawab kepada siapapun. Cukup repot ya, kalau misi yang dilakukan mereka banyak! Maksud ingin membuat kesan berbeda dengan membuat pasukan khusus yang lebih khusus dari pasukan elit CIA, malah terkesan absurd.

Ide membuat sosok antagonis yang menyamar sebagai protagonis cukup menjanjikan, apalagi ditambah twist pada akhir film. Tapi sepanjang film berjalan, Li Noor yang diperankan Iko Uwais, seakan sudah yakin tidak akan kembali menjadi agen intelijen bagi negaranya, sehingga tidak ada kisah tarik-ulur tebak-menebak kubu pilihannya seperti yang ditampilkan dalam film sejenis, Salt (2010) contohnya.

Hubungan kisah antara adegan pembuka dengan jalan cerita utama memang baru dipaparkan di akhir film, tetapi kita sudah bisa menebak peran intelijen Rusia dalam kisah ini. Meski ditampilkan seolah terpisah dari alur utama, prediksi kita tidak akan meleset bahwa intelijen Rusia yang menjadi dalang semua ini sebagai bentuk balas dendam atas penggerebekan markas rahasia mereka.

Selain itu, para karakternya tampil nyaris dalam satu dimensi dan kurang digali lebih dalam, meski sudah diselipkan segelintir cerita tentang masalah keluarga Alice Kerr dan latar belakang masa lalu James Silva yang membuatnya suka berceloteh dan selalu marah-marah. Apalagi karakter Li Noor yang lebih banyak diam, sengaja dibuat misterius tapi tidak tereksekusi dengan baik.

Penuh Adegan Action yang Impresif

Penuh Adegan Action yang Impresif

Cerita film ini boleh lemah dan meninggalkan banyak lubang, tetapi jualan utama film ini kan bukan itu, melainkan adegan aksinya. Percuma saja memadukan Mark Wahlberg dan Iko Uwais ditambah dengan pegulat wanita WWE Ronda Rousey jika tidak menghasilkan adegan aksi yang dahsyat. Tentu saja kita tidak akan dibuat kecewa oleh Peter Berg yang memang spesialis sutradara film action.

Mark Wahlberg tampil keras seperti biasanya dan yang patut kita banggakan adalah aksi Iko Uwais. Meski minim dialog dan tampil dengan ekspresi yang datar, tetapi bintang action Indonesia ini mampu memukau dengan koreografi perkelahian yang keras seperti yang ditampilkan di film The Raid: Redemption (2011) dan The Raid 2 (2014). Kita pasti dibuat terperangah dengan perkelahian sadis di ruang medis!

Hanya saja peran Ronda Rousey seolah tidak berguna dan cepat mati tanpa meninggalkan kesan apa-apa. Padahal tadinya saya berharap dia akan berperan lebih banyak, bukannya Leuren Cohan. Selain itu, menempatkan aktor sekaliber John Malkovich sebagai pimpinan komando James Bishop sangat sia-sia. Akting khas yang biasa dia tampilkan, tidak diperlihatkannya disini. Aktingnya terlihat datar.

Sinematografi Dinamis Namun Melelahkan

Sinematografi Dinamis Namun Melelahkan

Berhubung Mile 22 menjanjikan adegan aksi yang keras dan cepat, maka kita disuguhkan oleh kerja kamera yang dinamis dan juga editing yang gesit, malah terkadang tampil seperti serpihan-serpihan footage yang terselip di adegan utama. Mungkin Peter Berg ingin membuat semacam puzzle, tapi tidak bisa kita mengerti dan hanya membuat lelah mata saja jika kita tidak terbiasa dengan adegan yang cepat.

Kefiktifan film ini pun bertambah parah ketika memunculkan sebuah nama negara bernama Indocarr yang sepertinya adalah negara fiktif dari Indonesia, karena ada beberapa kali orang berbahasa Indonesia berteriak di beberapa adegan. Tapi ketika melihat gambaran kotanya dari udara, tidak sama sekali menggambarkan salah satu kota di Indonesia.

Ternyata lokasi syuting film ini ialah di Bogota, Kolombia. Nuansa tropis memang terasa, tetapi sama sekali tidak bisa mendekati penggambaran wilayah Asia Tenggara secara umum. Kabarnya, presiden Kolombia Juan Manuel Santos turut hadir di lokasi syuting dan sempat mengarahkan salah satu adegan aksinya.

Pada akhirnya, Mile 22 memang memberikan kita tontonan aksi yang seru tapi kurang kena sensasinya karena cerita yang terkesan dibuat rumit dan absurd dengan para karakter yang tidak berkesan sama sekali. Mungkin jika nanti ada sequel-nya, sisi cerita adalah aspek yang perlu diperbaiki. Jika kalian adalah fans setia Iko Uwais, maka film ini harus masuk daftar wajib tonton. Segera play di Netflix, ya!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram