bacaterus web banner retina

Sinopsis dan Review Film Lost in Translation (2003)

Ditulis oleh Desi Puji Lestari
Lost in Translation
3.5
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Menjalani pernikahan selama 25 tahun dan karir yang mulai meredup, membuat Bob bosan. Perjalanan bisnisnya ke Jepang untuk jadi bintang iklan sama sekali tidak membantu. Tanpa terduga, dia bertemu dengan Charlotte. Perempuan muda yang kesepian karena suaminya justru sibuk dengan urusan sendiri selama di Jepang.

Pertemuan antara bosan dan kesepian tersebut melahirkan romansa tersendiri. Ingin tahu seperti apa cerita antara Bob dan Charlotte? Mana yang akan mereka pilih pada akhirnya? Ikatan pernikahan yang membosankan atau rela meninggalkannya untuk sebuah perasaan sesaat? Lost in Translation (2003) akan menjawabnya untuk Anda. Sebelum itu mari simak sinopsis dan ulasannya berikut ini!

Sinopsis

Sambil terkantuk-kantuk, seorang pria paruh baya yang duduk di dalam taksi memerhatikan keramaian di luar. Pada salah satu bagian jalan, dia melihat billboard sebuah minuman yang memasang dirinya sebagai bintang iklan. Pria itu adalah Bob Harris (Bill Murray), seorang bintang yang sinarnya sudah mulai redup.

Tiba di hotel, Bob disambut oleh beberapa orang, salah satunya wanita bernama Kawasaki. Masing-masing dari mereka memberi Bob bingkisan selamat datang. Kawasaki menjanjikan akan menjemput Bob pagi-pagi untuk urusan mereka.

Saat akan menuju kamar, Bob menerima sebuah kertas berisi pesan yang rupanya datang dari sang istri. Surat itu mengatakan bahwa Bob melupakan ulangtahun anak mereka, Adam. Bob yang sejak datang sudah terlihat lelah, bertambah semakin lelah. Walau sinar kebintangannya tidak seterang dulu, masih banyak staff hotel yang menyapanya di sepanjang jalan menuju kamar.

Tak bisa langsung beristirahat, Bob yang sudah berada di kamar memilih kembali ke luar, duduk di club jazz yang ada di hotel sambil menghisap sebuah cerutu dan menikmati segelas bir. Saat tengah asyik sendiri, dua orang pemuda di depannya menyadari kehadiran Bob. Mereka menyapa sebagai penggemar kepada idolanya tapi Bob tampak tak nyaman dan memilih pergi.

Jam sudah menunjukkan pukul 04:20, tapi Bob terlihat belum juga bisa tertidur. Mesin fax di kamar hotelnya juga berbunyi; seseorang mengiriminya pesan di jam itu. Di kamar lain, seorang wanita muda juga tampak tak bisa tidur. Dia adalah Charlotte (Scarlett Johannson). Saat sang suami, John (Givanni Ribisi) mendengkur, dia duduk di depan jendela kaca, menghadap pemandangan metropolitan khas Jepang.

Esok harinya, Bob memulai aktivitas dengan mandi. Charlotte sendiri ditinggal John yang buru-buru pergi karena harus bekerja. Charlotte kembali duduk menghadap jendela kaca besar di kamarnya. Scene berlanjut saat Bob dan Charlotte secara kebetulan berada dalam satu lift yang sama.

Melihat sesama orang asing di antara banyaknya orang Jepang di lift tersebut, Bob beberapa kali terlihat melirik ke arah Charlotte. Begitu pun dengan Charlotte yang terlihat tersenyum karena senang menemukan rekan se-negara. Bob memulai pekerjaannya di hari itu tapi dia terkendala bahasa karena sutradara memberi pengarahan menggunakan bahasa Jepang.

Dibantu seorang translator, arahan sutradara tidak sepenuhnya tersampaikan dengan baik. Bob yang mencoba bertanya lebih detail, tidak disambut baik oleh sutradara. Alih-alih sabar, belum apa-apa sutradara tersebut sudah marah dan buru-buru.

Translator juga tak melakukan tugasnya dengan baik karena tidak menjelaskan secara rinci keinginan sutradara. Dia hanya mengambil garis besar yang disampaikan dan hal tersebut membuat Bob semakin bingung. Hasilnya, syuting tak berjalan lancar. Bob harus beberapa kali mengulang adegan.

Di stasiun kereta, Charlotte terlihat berencana jalan-jalan sendirian. Dengan ekspresi yang bingung, perempuan muda tersebut sampai di sebuah kuil. Cerita berlanjut saat Charlotte sudah kembali ke kamar hotelnya. Dia terdengar menelepon seseorang untuk bercerita sambil berair mata. Dia curhat, mengatakan bahwa tak mengenal siapa yang dinikahinya.

Sayangnya, teman di seberang telepon pun tidak banyak membantu. Dia sibuk dan tidak menyimak cerita yang disampaikan Charlotte. Kecewa, Charlotte segera menutup telepon lalu tangisannya bertambah deras. Perempuan itu kesepian karena John sibuk dengan pekerjaannya di Jepang. Dia sama sekali tak ada waktu untuk menemani istrinya atau sekadar ngobrol dan bertanya bagaimana perasannya.

Di sisi lain, Bob baru sampai di kamar hotelnya setelah berkegiatan di luar seharian. Sambil duduk, dia tanpa sengaja melihat film yang dibintanginya kala muda dulu. Tak lama terdengar suara pintu diketuk. Rupanya itu adalah perempuan penghibur yang dikirim seseorang untuk memijat dan melayani Bob.

Terjadi kekikukan dan kesalahpahaman antara keduanya karena perempuan tersebut gagap berbahasa Inggris dan Bob juga tak bisa berbahasa Jepang. Selanjutnya, perempuan itu bertingkah aneh. Jangankan tergoda, Bob justru sama sekali tak tertarik. Di tempat lain, pada pagi hari berikutnya, Charlotte terlihat kembali jalan-jalan sendiri.

Bob yang baru selesai sarapan langsung ditemui oleh beberapa orang. Mereka meminta Bob tinggal lebih lama beberapa hari karena dia diundang di sebuah talkshow cukup terkenal di Jepang. Pria paruh baya itu bicara pada agen bahwa dirinya tak ingin lama-lama di Jepang.

Dia ingin kembali Kamis malam, tapi sang agen membujuknya karena acara tersebut sudah membayar mahal. Bob hanya perlu menambah waktu satu hari karena dia bisa pulang di hari Sabtu. Malam harinya Bob duduk di bar yang ada di hotel.

Dia dan Charlotte kembali bertemu tapi Charlotte bersama suaminya dan rekan-rekan. Sambil menikmati live music, terjadi saling tukar pandangan mata dan senyuman antara keduanya. Akankah terjadi sesuatu antara mereka?

Saling Menemukan di Tengah Kesepian dan Rasa Bosan?

Agak tidak setuju dengan pernyataan saling menemukan antara dua orang yang kesepian dan bosan, karena yang sebenarnya terjadi adalah mereka hanya perlu sesuatu yang bisa mengalihkan kebosanan.

Persis yang terjadi pada Bob dan Charlotte. Secara kebetulan, mereka bertemu di tempat yang sama, dalam situasi yang sama; sama-sama bosan, merasa kesepian dan dua asing di negeri orang. Hanya itu.

Merasa senasib sepenanggungan membuat keduanya terjebak dalam emosi yang sama pula. Pada akhirnya mereka sebenarnya tidak saling menemukan sosok, melainkan menemukan hal baru yang dibutuhkan untuk kembali bersemangat dan menemukan kemudahan berkomunikasi yang sekaligus bisa saling mengerti. Kebutuhan untuk dimengerti ini kadang sangat berharga pada beberapa keadaan.

Bob yang berusia jauh lebih tua dari Charlotte, kembali menemukan masa mudanya saat bersama perempuan tersebut; sesuatu yang selama berumahtangga 25 tahun mungkin sangat dia rindukan. Sementara itu, Charlotte “hanya” menemukan teman satu bahasa di negeri orang yang bisa menemaninya menggila.

Bagaimana pun usia Charlotte yang masih sangat muda, punya gejolak yang menggebu. Sayangnya gejolak tersebut harus direm oleh statusnya sebagai seorang istri di usia muda. Dia tak bisa minta temani suaminya yang sibuk bekerja.

Alhasil, Bob yang sama-sama bosan, bersedia menemaninya. Cerita dua orang kesepian dan sedang bosan yang berada di negeri orang ini kemudian diromantisasi ke dalam sebuah film berdurasi 102 menit.

Akting Bil Murray dan Scarlett Johannston Berhasil Meyakinkan

Film Lost in Translation (2003) sejak awal sangat kuat menonjolkan kesan kesepian dan bosan yang dimiliki dua orang berbeda usia. Wajah lusuh Bob yang dibawakan oleh Bill Murray konsisten tampil sejak menit awal.

Charlotte yang dibawakan oleh Scarlett Johansson juga banyak melakukan adegan melamun dan melihat ke arah jendela kaca; menggambarkan kesepian dan bosan yang dirasakannya.

Alhasil, sejak menit pertama, Anda sudah bisa merasakan mood yang super lambat juga alur dan plot yang membosankan. Tak banyak dialog yang diucapkan Bob atau Charlotte sebelum keduanya bertemu. Hal yang akan Anda lihat adalah repetisi kegiatan yang membosankan, sampai-sampai ikut merasakan putus asa seperti dua orang itu karena saking bosannya.

Dalam hal ini, Bill Murray dan Scarlette Johannsson berhasil membawa peran mereka dengan baik. Walau tak terlalu banyak emosi meluap-luap atau adegan-adegan romantis, sesuatu yang dirasakan cukup dalam antara keduanya bisa ikut Anda rasakan.

Tampilkan Budaya dan Kebiasaan Masyarakat Jepang

Mengambil latar Negara Jepang untuk pembuatan filmnya, Lost in Translation (2003) suguhkan banyak sekali hal-hal cantik tentang Jepang melalui sinematografinya. Anda akan melihat kemegahan salah satu kuil di sana ketika Charlotte berkunjung. Belum lagi kepadatan Shibuya Crossing dan pusat-pusat permainan yang ada di Jepang.

Selain itu, turut pula ditampilkan beberapa budaya Jepang seperti ikebana atau seni merangkai bunga dan kemunculan geisha, yang tak banyak orang bisa dapat kesempatan untuk melihatnya. Khusus adeganketika scene memperlihatkan geisha, pengambilan gambar dilakukan dengan memfokuskan kamera pada wajah geisha dan riasannya yang sangat khas. Magis!

Secara keseluruhan Lost in Translatioin (2003), merupakan film drama romantis dengan alur dan mood yang lambat dan pelan. Di tengah-tengah film Anda mungkin bisa saja ketiduran atau malah ikut hanyut dalam chemistry-nya. Penasaran? Agendakan untuk menontonnya segera!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram