bacaterus web banner retina

Review dan Sinopsis Les Miserables, Kriminalitas di Paris

Ditulis oleh Dhany Wahyudi
Les Miserables
3.7
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Seorang polisi yang baru pindah ke Paris untuk bergabung dengan satuan anti-kriminal Montfermail, berada pada ketegangan antar kelompok yang memiliki catatan kriminal dan kepentingan masing-masing. Film berbahasa Prancis ini mewakili negaranya di Academy Award sebagai nominator untuk kategori Best International Feature Film.

Les Miserables bukanlah adaptasi novel klasik karya Victor Hugo, melainkan hanya mengambil seting lokasi di Montfermail yang merupakan tempat pertemuan Jean Valjean dan Cosette dalam novelnya. Film ini mengangkat kisah kriminal yang cukup rumit dan menegangkan dimana sebuah peristiwa melibatkan beberapa kelompok di daerah itu yang memiliki kepentingan masing-masing.

Seberapa dahsyatkah film yang juga meraih Jury Prize di Cannes Film Festival dan Best Film di Cesar Awards ini? Simak dulu ulasan kami atas film yang dirilis secara terbatas pada 10 Januari 2020 yang juga langsung bisa ditonton secara streaming di Amazon Prime Video di hari yang sama. Kabarnya, cerita film ini berdasarkan kisah nyata yang terjadi pada tahun 2008, lho!

Sinopsis

Sinopsis

Film dibuka dengan pesta meriah di seluruh Prancis ketika tim nasional sepakbola Prancis menjuarai Piala Dunia 2018, khususnya di kota Paris. Seluruh kelompok etnis yang beragam menjadi satu, tumpah-ruah di jalanan merayakan kemenangan, dari yang tua hingga anak kecil, yang salah satunya nanti menjadi tokoh sentral cerita.

Stephane Ruiz (Damien Bonnard), baru saja tiba di Paris untuk bertugas di kesatuan barunya di wilayah Montfermeil. Dalam timnya, ada Chris (Alexis Manenti) yang bersikap sangat agresif dalam bertugas dan Gwada (Djebril Zonga) partner-nya yang cenderung lebih pendiam dan tenang. Siapa yang menyangka, jika hari pertama bertugas, Ruiz harus berada pada situasi menegangkan!

Semua berawal dari hilangnya anak singa dari sirkus oleh Issa, anak warga keturunan Afrika. Pimpinan sirkus dan kelompoknya langsung menyerbu pusat komunitas etnis itu yang dipimpin oleh “Mayor”. Ketiga polisi ini berada di antara perseteruan yang bisa memancing keributan besar jika tidak dihalau. Menenangkan situasi, ketiga polisi ini berjanji akan menemukan anak singa yang dicuri itu.

Dari postingan di Instagram, mereka berhasil menemukan pelakunya, yaitu Issa, dan langsung menangkapnya ketika sedang bermain sepakbola. Teman-teman Issa melakukan perlawanan yang membuat Gwada menembakkan flash-ball yang mengenai wajah Issa. Sialnya, kejadian ini terekam oleh drone milik Buzz yang langsung dikejar oleh trio polisi ini.

Mereka meminta bantuan tokoh lokal yang mengarahkan mereka kepada Buzz. Meski dikejar, Buzz tetap bisa berkelit dan meminta perlindungan kepada Salah, pemilik restoran yang juga pimpinan komunitas Islam. Mayor dan rekannya datang ke restoran, begitu juga trio polisi dan tokoh lokal, dimana mereka semua membujuk Salah untuk memberikan video itu kepada mereka.

Hampir saja pertikaian terjadi, jika Ruiz tidak langsung memadamkannya dengan mengajak Salah bicara empat mata yang membuatnya mempercayakan video itu kepada Ruiz. Setelah itu mereka menemukan anak singa di jalanan dan membawanya pulang ke sirkus bersama Issa untuk meminta maaf kepada Zorro, pimpinan sirkus. Zorro memberikan pelajaran kepada Issa dengan memasukkannya ke kandang singa!

Sempat membuat tegang suasana, ternyata Zorro hanya bercanda saja. Lalu mereka mengantar Issa kembali ke rumahnya dan memintanya untuk tidak mengatakan kejadian sebenarnya kepada orang lain. Sore itu mereka pulang ke rumah masing-masing. Ruiz dan Gwada sempat bertemu di bar dan Ruiz menyerahkan video itu kepadanya. Issa terlihat termenung depresi di tumpukan barang bekas.

Keesokan harinya ketika trio polisi ini berpatroli di wilayah itu lagi, sekelompok anak kecil menyemprotkan pistol air kepada mereka yang kemudian diikuti oleh sekelompok remaja yang menembakkan petasan ke mobil. Mereka mengejar masuk ke apartemen yang ternyata mereka dijebak oleh kelompok yang lebih besar yang ternyata dipimpin oleh Issa.

Kantor Mayor juga menjadi incaran tembakan petasan, hingga Mayor menyusul ke apartemen. Issa keluar dari kerumunan dan memukul Mayor yang diikuti oleh remaja lain hingga Mayor terjatuh di tangga. Chris mengalami luka di kepala karena lemparan botol. Saat Ruiz meminta tolong kepada salah satu penghuni apartemen, yang ternyata adalah kamar Buzz, Issa muncul dengan bom molotov.

Ruiz menodongkan pistolnya kepada Issa, memintanya untuk menyingkirkan bom molotov dari tangannya. Situasi menegang. Kemudian fokus kamera mengecil, dan film berakhir. Terdapat kutipan dari novel Les Miserables di akhir film. “Ingatlah ini, temanku. Tidak ada yang namanya bibit buruk atau orang jahat. Yang ada hanya petani yang buruk”.

Kisah yang Berat

Kisah yang Berat

Les Miserables menggelar sebuah cerita yang cukup kompleks dalam durasi yang tidak panjang untuk film sejenis ini. Sangat efektif. Kita diperkenalkan dengan beberapa kelompok yang ada di wilayah Montfermeil, Paris, sepanjang durasi film selama 1 jam 44 menit. Dan kita pun diajak untuk mengenal daerah pinggiran Paris, yang disebut banlieue, yang mayoritas diisi oleh warga imigran.

Secara singkat, banlieue ini adalah sebuah wilayah di pinggiran kota-kota di Prancis, terutama di kota Paris. Pada awalnya, banlieue menjadi tempat tinggal bagi 80% warga yang bekerja di pusat kota Paris dengan beragam kelas dari yang kaya hingga miskin. Tapi sejak era 1970an, banlieue lebih dikenal sebagai wilayah miskin yang dihuni oleh warga imigran dengan banyak rumah susun sebagai tempat tinggalnya.

Kisah film ini berlokasi di sekitar pemukiman warga imigran dari Afrika yang ekonominya berada di bawah garis kemiskinan. Meski masih bisa hidup lebih layak dibanding dengan warga miskin di negara kita, tetapi tingkat kemiskinan ini adalah penyebab utama pemicu kejahatan di wilayah itu, untuk kota Paris dalam skala besarnya. Beberapa kelompok ini dikenalkan secara ringkas oleh Chris di awal film kepada Ruiz.

Meski diperkenalkan dari sudut pandang Chris yang sinis dan cenderung memberikan informasi yang keliru, sebagian besarnya memang berdasarkan fakta. Dua kelompok besar yang menjadi pokok cerita adalah komunitas warga Afrika pimpinan Mayor dan komunitas Islam pimpinan Salah. Meski tidak diberikan latar belakang yang proporsional, kita dapat menangkap masalah yang terjadi di dalamnya.

Naskah yang efektif karya Ladj Ly, Giordano Gederlini, dan Alexis Manenti ini menampilkan serpihan-serpihan info dalam setiap dialognya yang berguna untuk menanamkan pondasi emosi yang nantinya akan diledakkan di adegan puncaknya. Contohnya, karakter Issa yang minim dialog kita ketahui sisi psikologisnya dari hanya beberapa adegan saja yang sarat informasi singkat tapi penting.

Masing-masing karakter utamanya pun diberikan porsi yang sama dalam menampilkan latar belakang kehidupan mereka yang menjadi pemicu emosinya, meski sangat minim sekali tapi itu sudah cukup untuk membuat beberapa karakter ini tidak tampil dalam satu dimensi saja.

Kekuatan Akting Para Aktornya

Kekuatan Akting Para Aktornya

Naskah yang baik juga harus didukung oleh performa aktor yang mampu menerjemahkannya dengan baik. Untungnya, Les Miserables diisi oleh para aktor yang memerankan karakternya secara solid. Bagi kita yang jarang menonton film-film Prancis, pasti merasa asing dengan para aktor ini. Apalagi sebagian besar mereka memang belum dikenal secara internasional.

Aktor yang patut menjadi perhatian adalah Alexis Manenti yang berperan sebagai Chris, seorang polisi cerewet dengan sikap kasar dan egois. Sebagai salah satu penulis naskahnya, tentu saja Manenti sangat menjiwai karakternya, sehingga emosi yang diluapkan terlihat nyata dan sangat terasa oleh kita. Aktor lainnya yang juga mencuri perhatian adalah Issa Perica yang membawakan karakter Issa.

Sebenarnya Issa menjadi tokoh sentral dalam film ini, meski minim adegan. Karena aksinya menculik anak singa dari sirkus, komunitas di wilayahnya terpicu dalam rangkaian aksi kekerasan dari polisi yang memburunya dan bersinggungan dengan beberapa kelompok yang sedikit banyak membenci sikap “sok jagoan” mereka.

Tidak banyak kata yang terucap darinya, tapi emosi dan amarah dalam dirinya terpancar di wajahnya yang mampu diekspresikan dengan sangat baik oleh Issa Perica. Maka tidak heran jika di beberapa ajang penghargaan film di Prancis juga di Eropa menempatkan kedua aktor ini di kategori promising actor, seperti di Lumieres Award dan Cesar Awards.

Terinspirasi dari Kisah Nyata

Terinspirasi dari Kisah Nyata

Les Miserables menjadi salah satu drama kriminal terbaik di tahun 2020 yang juga menjadi pembuktian kualitas sutradara pendatang baru Ladj Ly. Sebagai orang yang tumbuh besar di wilayah Montfermeil, dia mampu menyuguhkan film yang kisahnya diangkat dari kejadian nyata yang terjadi di wilayah ini pada tahun 2008 dimana terjadi kekerasan yang dilakukan oleh anggota kepolisian.

Kehadiran film ini juga memicu pro dan kontra, terutama dari Presiden Prancis Emmanuel Macron yang tidak setuju karena ketidakakuratan fakta yang ditampilkan. Sedangkan politisi Prancis lainnya, seperti Jean-Louis Borloo dan Valerie Pecresse setuju dengan konten yang disuguhkan film ini yang membuka mata mereka akan perlunya memperbaiki kualitas kehidupan di wilayah banlieue.

Pada akhirnya, apapun muatan politis di dalamnya, atau ketidakakuratan fakta yang ditampilkan, yang pasti film ini memang hadir sebagai sebuah karya fiksi yang berdasarkan kejadian nyata. IMDb memberikan rating tinggi untuk film ini yaitu 7,6 dengan Metascore sebesar 78 dan diberi cap certified fresh oleh Rotten Tomatoes.

Terlepas dari apakah film ini bermuatan politik atau bukan, atau bahkan dijadikan kendaraan politik bagi politisi partai di Prancis, Les Miserables adalah film yang sangat bagus dan wajib ditonton. Segera simak filmnya sekarang juga ya!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram