bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Lara Ati, Nikmatnya Coklat Rasa Patah Hati

Ditulis oleh Suci Maharani R
Lara Ati
2.8
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Tayang di tengah-tengah gebrakan film horor, Lara Ati (2022) justru menyuguhkan kisah cinta klasik yang dibalut dalam budaya Jawa. Jadi debut pertamanya sebagai sutradara tunggal, Bayu Skak terlihat cukup menyakinkan lho.

Dari caranya menggarap film ini, kita bisa tahu seperti apa imajinasi dan keseriusan komika muda ini sebagai seorang sutradara. Adapun Lara Ati (2022) adalah sebuah film ber-genre romcom yang diproduksi oleh BASE Entertainment dan SKAK Studios.

Selain Bayu Skak sebagai pemeran utamanya, film ini dibintangi juga oleh Tatjana Saphira, Sahila Hisyam, Keisya Levronka hingga Ciccio Manassero. Uniknya, film ini dialognya hampir full berbahasa Jawa dan dilengkapi dengan soundtrack lagu Jawa yang enjoyable.

Lara Ati (2022) sendiri mengisahkan pertemuan dua sahabat kecil, dalam masa-masa putus cinta. Mau tahu lebih lengkap mengenai pertemuan Bayu Skak dan Tatjana Saphira dalam film ini? Biar nggak penasaran lagi, kamu bisa membaca sinopsis dan ulasan singkat filmnya hanya di Bacaterus.

Baca juga: 10 Film Indonesia Terbaik di Tahun 2022

Sinopsis

Sinopsis

Niat hati ingin menunjukkan prestasi baru kepada calon mertua, Joko (Bayu Skak) malah dikagetkan dengan pesta pertunangan sang kekasih. Farah (Sahila Hisyam) memilih untuk bertunangan dengan pria lain yang lebih kaya darinya.

Dilanda patah hati, Joko pun tidak bisa menyembunyikan perasaannya. Kehidupannya terasa hampa dan suram, hingga membuat kawan-kawannya merasa tidak tega. Tak rela melihat Joko yang terus menerus bersedih, Joko diajak oleh teman-temannya untuk mendatangi sebuah café.

Pada awalnya Joko merasa enggan untuk berada di tempat itu, namun lagu-lagu patah hati yang dinyanyikan membuatnya bisa meluapkan emosi. Bahkan saat sedang asik menyanyi, ada seorang wanita yang sepertinya merasakan hal yang sama dengannya.

Wanita cantik itu bernama Ayu (Tatjana Saphira) yang menyanyi dengan keras seperti sedang meneriakkan isi hatinya. Joko kembali dibuat kagum dengan sosok Ayu, pasalnya gadis ini sama-sama pecinta kecap sepertinya.

Sayangnya pertemuan itu berjalan singkat, pasalnya adik Joko yang bernama Ajeng (Keisya Levronka) tidak sengaja mengatakan rahasianya pada kedua orang tuanya. Joko mengakui, bahwa ia gagal meminang Farah karena kalah saing. Bahkan kedua orang tua Joko juga merasa kecewa dengan kenyataan ini.

Di sisi lain, Joko baru sadar kalau handphone miliknya dengan Ayu tertukar. Keesokan harinya, mereka janjian untuk bertemu di sebuah Kafe. Dari sinilah keduanya menyadari, bahwa mereka adalah teman masa kecil yang sudah lama berpisah.

Ayu baru pindah ke Surabaya bersama dengan kedua orang tuanya. Karena hal ini juga, Ayu dan sang kekasih yang bernama Alan (Ciccio Manassero) menjadi renggang. Berawal dari saling curhat, keduanya malah saling membantu untuk kembali pada pasangan masing-masing.

Ayu menyarankan Bayu untuk mencari tahu, apa yang membuat para perempuan meninggalkannya. Sementara Joko memberikan trik, supaya Ayu bisa kembali berhubungan dengan Alan. Mereka tidak hanya bekerjasama untuk memperjuangkan cinta masing-masing.

Tapi Ayu mengajak Joko untuk membantunya rebranding perusahaan coklat milik orang tuanya. Tidak bisa dipungkiri, ide kreatif dan desain-desain inovatif yang dibuat oleh Joko memang dibutuhkan oleh Ayu.

Dari kerjasama ini, mereka berhasil menciptakan brand coklat baru dengan rasa yang nyeleneh. Seperti coklat rasa jatuh cinta, coklat rasa patah hati, hingga coklat rasa saat bersama yang baru.

Berkat kerjasama ini, Ayu dan Joko diam-diam merasakan perasaan lain. Namun hadirnya Farah dan Alan dalam hidup mereka lagi, membuat Ayu dan Joko merasa bimbang.

Apalagi Ayu dan Joko malah terlibat kesalah pahaman berkat pasangan masing-masing. Kira-kira bisakah cinta Ayu dan Joko menemukan jalannya untuk bersama?

Cara Atasi Quarter-Life Crisis ala Joko

Cara Atasi Quarter-Life Crisis Ala Joko

Saat menonton Lara Ati (2022) saya merasa kembali ke masa lalu, tepatnya di usia menginjak usia 21 hingga 25 tahun. Berbagai masalah hidup yang dihadapi oleh Joko dan Ayu, terasa begitu dekat dan lumrah bagi saya.

Makanya, saat menonton film garapan Bayu Skak ini, ada rasa keterikatan selayaknya saya menonton diri sendiri dalam film tersebut.

Singkatnya, Lara Ati (2022) menyinggung soal “Quarter-Life Crisis” yaitu periode ketidak pastian dan pencarian jati diri di usia 20 hingga 30 tahun. Berbagai masalah yang ditampilkan dalam film ini, merupakan hal-hal lumrah dan terjadi pada banyak orang.

Sosok Joko yang harus menyerahkan passion-nya demi mengikuti permintaan orang tua memang bukan hal yang aneh. Saya yakin, ada banyak Joko-Joko lain di luar sana yang harus merelakan impian demi mendapatkan pekerjaan mapan dan gaji besar.

Namun mereka melupakan satu hal, kebahagiaan ketika mengerjakan sebuah pekerjaan yang diminati. Dari kisah Joko, kita biasa melihat bahwa untuk mendapatkan kepercayaan diri dan memilih passion di usia yang tidak lagi muda memang hal yang sulit.

Ada resiko yang diambil oleh Joko saat menekuni passion-nya, namun hal itu membuatnya lebih bahagia. Joko juga menunjukkan, bahwa mencari jati diri memang bukan perkara mudah.

Makanya Joko berusaha untuk membuka diri dan menelaah pandangan orang-orang disekitarnya. Dari sinilah Joko bisa mengatasi quarter-life crisis yang dialaminya dan memulai hidup yang baru sesuai keinginannya.

Bayu Skak: Sutradara yang Imajinatif tapi Lokal

Bayu Skak: Sutradara yang Imajinatif Tapi Lokal

Harus saya akui, Bayu Skak memang sosok sutradara muda yang memiliki imaginasi dan nilai-nilai budaya. Salah satu pembuktiannya, bisa kamu lihat dalam film Lara Ati (2022) ini.

Satu film yang memiliki kisah mainstream, tapi menampilkan keelokan budaya dan imaginasi yang berbeda. Secara keseluruhan, dari dialog hingga soundtrack lagunya, memang fokus memakai Bahasa Jawa.

Caranya membawa para penonton untuk ikut menyanyikan lagu-lagu galau hingga cintanya berbahasa juga sangat menarik. Namun ada satu hal yang paling unik, saya menyukai cara pandang Bayu Skak yang terlihat lebih berwarna dan mengikuti trend.

Dari sinematografi, transisi kamera, hingga tone warna yang digunakan, ada kesan campuran film khas Thailand dan gaya Netflix yang colorful. Kejutannya datang di quarter akhir filmnya, ketika sebuah adegan animasi yang memperlihatkan amarah Joko ditampilkan.

Jujur saya menyukai penambahan animasi yang bikin film ini tidak terlalu monoton. Meski singkat, sequence ini membuat imaginasi Bayu Skak sebagai seorang sutradara terbaca. Ia tidak monoton dan mengejar hal mainstream, tapi ada berbagai ide gila yang disimpan oleh Bayu Skak.

Kekuatan dan Kelemahan Lara Ati

Kekuatan dan Kelemahan Lara Ati

Kembali membawa film Bahasa Jawa ke layar lebar, sepertinya sudah jadi signature dari Bayu Skak. Menyuguhkan kehidupan masyarakat Jawa, lengkap dengan berbagai guyonan dan berbagai macam celetukannya yang khas.

Memang hal ini jadi kelebihan dari Bayu Skak, di sisi lain hal ini juga jadi salah satu kekurangan yang harus diperbaikinya terus menerus.Belajar dari berbagai kesalahan dan kritikan di Yowis Ben (2018), saya akui bahwa Lara Ati (2022) jauh lebih mudah untuk dipahami.

Namun kekurangan dari film yang memakai bahasa daerah adalah translate bahasanya yang terasa kaku dan kurang pas. Terkadang saya merasa kesulitan untuk memahami perkataan, dan penyampaian komedi yang harusnya bikin penonton tertawa justru kurang tersampaikan dengan baik.

Sehingga ada beberapa momen saya hilang fokus, karena dialog yang ditampilkan terasa kurang konsisten dan familiar. Selain soal bahasa, saya juga ingin menyinggung soal kemistri antara Bayu Skak dan Tatjana Saphira yang terasa kurang lepas.

Saya pikir keduanya seperti masih sama-sama segan. Sehingga keakraban yang seharusnya ditampilkan, malah terasa canggung dan kurang bikin greget. Justru show stealer dalam film ini hadir dari pemeran pendukungnya, sebut saja Keisya Levronka, Indra Pramujito dan Dono Pradana.

Mereka memberikan kesan lain yang membuat kehidupan di Kota Malang ini terasa lebih indah. Karakter mereka juga seharusnya bisa dikembangkan, sayangnya development karakternya terasa minim banget.

Inilah ulasan singkat saya setelah menonton film Lara Ati (2022) yang digarap oleh sutradara muda Bayu Skak.

Dilihat dari caranya menggarap film, saya berharap Bayu Skak bisa terus berkembang dan menampilkan film-film Jawa yang lebih etnik. Pasalnya, film-film seperti ini memang jarang disentuh para sineas dan sulit untuk bersaing dengan film-film mainstream

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram