bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Film King Arthur: Legend of the Sword (2017)

Ditulis oleh Dhany Wahyudi
King Arthur: Legend of the Sword
2.3
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Tumbuh besar di daerah kumuh Londinium, Arthur tidak pernah berpikir untuk merebut kembali haknya sebagai keturunan raja Inggris.

Tapi ketika secara tidak sengaja berhasil mencabut pedang Excalibur dari sebuah batu, dia menjadi buruan Vortigern dan pasukan bengisnya. Setelah mendapat pencerahan dari situasi yang terjadi dan petunjuk mimpi, Arthur dan sekutunya mulai bergerak.

King Arthur: Legend of the Sword adalah film fantasi kolosal penuh aksi petualangan karya Guy Ritchie yang dirilis oleh Warner Bros pada 12 Mei 2017.

Menampilkan kisah Arthur dalam perjalanannya menuju tahta, film ini menampilkan visualisasi khas Ritchie yang cepat dengan para karakter yang selalu berceloteh.

Direncanakan menjadi sebuah franchise, Warner Bros menutup kelanjutan film ini karena kerugian besar yang mereka terima.

Apa yang membuat film ini gagal? Apakah tidak ada hal menarik di dalamnya? Untuk mengetahuinya, simak review berikut yang akan mengulas film ini lebih dalam.

Baca juga: Sinopsis dan Review Serial TV Cursed: Cerita Ala King Arthur

Sinopsis

Sinopsis

Arthur adalah penguasa jalanan yang tegas dan tangguh. Tumbuh besar di rumah bordil dan berlatih bela diri sedari kecil telah membuat mentalnya kuat. Tapi dia sering dihantui mimpi-mimpi tentang masa kecilnya.

Arthur adalah putra dari Raja Uther yang berhasil selamat dari kudeta berdarah yang dilakukan pamannya, Vortigern. Akibatnya, Arthur kehilangan kedua orang tuanya sejak kecil.

Air sungai di sekitar kastil surut dan tampaklah pedang Excalibur yang menancap di sebongkah batu. Vortigern memerintahkan pasukannya untuk membawa paksa semua rakyatnya demi mencari orang yang bisa mencabut pedang itu dari batu.

Arthur yang sedang terlibat kasus dengan bangsa Viking yang menjadi tamu kerajaan, diburu oleh pasukan Blackleg dan terjebak di dalam sebuah kapal.

Turun dari kapal, Arthur menyaksikan orang-orang sedang berdiri mengantri untuk mencabut sebuah pedang. Arthur merangsek ke depan dan berhasil mencabut pedang itu dari batu lalu jatuh pingsan.

Tersadar di hadapan Vortigern, Arthur mendapat penjelasan tentang garis keturunan dan hubungannya dengan pedang itu.

Arthur dibawa ke hadapan rakyat untuk menjalani hukuman mati. Atas kekuatan penyihir utusan Merlin dan sekelompok militan pimpinan Bedivere, Arthur berhasil diselamatkan dan dibawa ke tempat persembunyian mereka.

Bedivere dan Goosefat Bill mendorong Arthur untuk merebut kembali haknya sebagai raja dan menuntut balas dendam kepada Vortigern. Tapi Arthur tetap bersikeras tidak mau.

Namun berkat mimpi dan penglihatan yang diberikan oleh sang penyihir, Arthur mulai paham bahwa kematian ayah dan ibunya adalah karena Vortigern yang cemburu melihat kesuksesan Uther.

Vortigern menggunakan ilmu hitam dan menumbalkan istrinya agar mendapat kekuatan kegelapan. Uther mengorbankan dirinya menjadi batu dimana Excalibur menancap.

Arthur dan rekan-rekannya merencanakan pembunuhan Vortigern saat berkunjung ke Londinium. Bill menembakkan panahnya dan membunuh salah satu jenderal kerajaan, tapi tidak ada Vortigern disana.

Mereka harus melarikan diri dari kejaran pasukan kerajaan. Tidak semua dari mereka berhasil selamat membuat Arthur frustasi dan membuang Excalibur ke danau.

Lady of the Lake mengembalikan pedang itu kepada Arthur sambil memberikan penglihatan tentang masa depan Inggris di tangan Vortigern.

Arthur dan rekan-rekannya kembali ke tempat persembunyian dan menemukan rekan-rekan mereka lainnya telah ditangkap oleh pasukan Blackleg. Arthur diminta menyerahkan diri ke kastil.

Bedivere menghadap Vortigern untuk menyerahkan Excalibur yang dianggap kekuatan utama Arthur. Tidak berapa lama kemudian Arthur datang menyerahkan diri di hadapan Vortigern yang sudah menggenggam Excalibur.

Bagaimanakah cara Arthur mengalahkan Vortigern dan membalaskan dendamnya? Lanjutkan terus menonton film ini hingga selesai untuk menemukan jawaban akhirnya.

Kisah Fantasi yang Minim Perasaan

Kisah Fantasi yang Minim Perasaan

Jika diminta membayangkan kisah Raja Arthur, maka gambaran yang muncul adalah bingkai kerajaan yang indah dan damai.

Meski ada unsur ilmu sihir, tapi semua disajikan secara proporsional sebagai latar saja karena kebijaksanaan Raja Arthur adalah inti dari ceritanya.

Jika seperti itu yang kita bayangkan, maka kita akan terkejut dengan kisah Raja Arthur yang satu ini. King Arthur: Legend of the Sword tidak menempatkan kisahnya dengan latar sejarah atau seting waktu tertentu.

Dominasi ilmu sihir pada masa ini sangat besar, meski kita tidak melihat kehadiran Merlin, sang penyihir sekaligus penasihat Raja Arthur.

Sosok Merlin digantikan oleh seorang penyihir wanita yang memiliki kekuatan dalam memanipulasi hewan. Dengan seting dunia fantasi dimana Londinium adalah kota yang bobrok, film berdurasi 2 jam 6 menit ini menggelar alur cerita yang minim perasaan.

Padahal adegan pembukanya yang dahsyat sudah bagus sebagai pondasi cerita penuh perasaan balas dendam dan kerinduan. Tapi kita seolah tertampar begitu Arthur terlihat tidak memiliki perasaan itu dan mengatakannya secara terbuka.

Arthur baru menumbuhkan perasaan itu setelah secara intensif mendapat penglihatan dari mimpi, sang penyihir wanita dan Lady in the Lake.

Apakah perasaan Arthur sudah mati, sehingga harus pihak luar yang membuka mata hatinya? Mungkin Arthur memang ingin mengubur dalam-dalam akan rasa sakit itu dan seolah tidak peduli. Tapi di akhir film dia mengungkapkan semuanya saat membunuh Vortigern.

Kita dibuat sedikit tersesat dan diminta untuk melompat terlalu jauh demi memahami perasaan Arthur ini. Tidak ada jembatan cerita yang pantas untuk menghubungkan perasaan tersebut. Sehingga, kita tidak bisa ikut larut dalam perjalanan Arthur yang mudah sedih dan putus asa ini.

Perbedaan mencolok lainnya dalam film dengan sinematografi yang kelam ini adalah tidak adanya kisah cinta. Jangan tanya dimana Guinevere dan Lancelot karena nama mereka tidak disebutkan sama sekali disini.

Biasanya, sekeras-kerasnya film action tetap menampilkan kisah cinta meski itu hanya sebagai bumbu pelengkap saja. Mungkin inilah yang membuat perasaan Arthur tidak terolah dengan baik.

Penuh Aksi Keras dan Cepat

Penuh Aksi Keras dan Cepat

Layaknya film-film karya Guy Ritchie sebelumnya, King Arthur: Legend of the Sword tampil dengan narasi yang cepat dan lincah. Semua karakternya terlihat cerewet dengan celotehan mereka.

Potongan dua adegan atau lebih yang diselipkan secara mendadak di sana-sini mungkin membuat kita sedikit bingung jika tidak terbiasa dengan gaya visual sang sutradara.

Tapi adegan seperti ini mampu memompa semangat kita dalam menonton film ini. Contohnya, ketika mereka merencanakan pembunuhan Vortigern saat perahunya merapat di dermaga.

Kombinasi gambar dua adegan berbeda seolah mengingatkan kita tentang rencana pembobolan brankas di film Ocean’s Eleven (2001).

Biasanya ritme film arahan Guy Ritchie selalu enak untuk dinikmati. Adegan dengan editing dinamis yang diiringi musik hingar-bingar adalah ciri khas sutradara asal Inggris ini.

Meski ciri khas ini masih ditampilkan dengan apik, tapi ritme film tampak tidak terjaga secara konstan. Setelah adegan cepat itu berganti dengan adegan yang menyajikan dialog serius, adegan ini terasa lama dan membosankan.

Dari sisi akting juga para pemerannya tidak bisa menampilkan performa yang maksimal. Charlie Hunnam tampil minim kharisma dalam memerankan Raja Arthur.

Karakternya mirip dengan James Bond versi Daniel Craig yang keras dan kasar yang berbeda dengan James Bond sebelumnya yang tampil flamboyan.

Hal ini bisa dipahami karena Arthur tumbuh di daerah yang keras sehingga membuat karakternya minim perasaan. Semua latar belakang ini dibeberkan di awal film dengan adegan yang cepat.

Pemeran lainnya pun tampil dalam skala yang biasa saja, bahkan Jude Law terlihat tidak pantas membawakan karakter antagonis.

Karena lemahnya naskah yang ditulis oleh Guy Ritchie, Joby Harold dan Lionel Wigram, membuat para karakternya tidak bekembang dengan baik. Sehingga saat adegan Vortigern membunuh putrinya sebagai tumbal, tidak ada perasaan sedih yang kita rasakan.

Tidak adanya adegan yang memperlihatkan kecintaan Vortigern kepada putrinya membuat adegan tersebut terasa hambar. Hanya Eric Bana yang tampil penuh karisma dengan ketangguhannya sebagai seorang raja.

Meski tidak banyak mendapat menit bermain, setiap kali kehadirannya dalam berbagai mimpi dan penglihatan Arthur sangat meyakinkan. Jika saja bisa ditukar, sebaiknya Eric Bana saja yang berperan sebagai Raja Arthur dalam cerita yang lebih baik.

Tampilan Efek Visual yang “Terlalu” Maksimal

Tampilan Efek Visual yang “Terlalu” Maksimal

Satu elemen penting yang justru melemahkan film ini adalah tampilan efek visualnya. Kita memang langsung terperangah dengan serangan pasukan yang membawa gajah berukuran raksasa dalam peperangan.

Dengan begitu, kita tidak bisa membayangkan berada di dunia mana kisah ini terjadi. Namun kedahsyatan efek visual ini hanya terjadi di pembukaan film saja. Setelahnya, kita hanya disuguhkan efek visual yang cenderung biasa.

Kita mungkin akan sedikit heran melihat adegan pertarungan Arthur melawan pasukan Blackleg dengan menggunakan Excalibur. Special effect yang digunakan membuat adegan itu seperti tampilan sebuah video game.

Diimbuhi efek slow motion dan close-up semakin membuat adegan ini terkesan menggelikan daripada mengesankan. Mungkin saja special effect film ini digarap oleh dua studio berbeda sehingga kualitas adegan pertarungan ini berbeda dengan adegan peperangan di awal film.

Dan, adegan pertarungan ini tidak hanya satu kali saja dihadirkan, membuat kita menjadi jenuh dengan polesan efek visualnya.

King Arthur: Legend of the Sword mungkin bisa membuat kita terhibur, tapi esensi kisah klasik Raja Arthur dan para ksatrianya menjadi bias. Seolah tidak menghargai sang legenda, banyak elemen yang dihilangkan dan meninggalkan banyak celah kelemahan.

Tapi bagi kalian penyuka karya Guy Ritchie dan ingin melihat tampilan berbeda kisah Raja Arthur, maka film ini layak kalian tonton. Selamat menyaksikan!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram