showpoiler-logo

Sinopsis dan Review Film Je Suis Karl, Kisah Penyintas Bom Berlin

Ditulis oleh Siti Hasanah
Je Suis Karl
3.5
/5
showpoiler-logo
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Berlin dikejutkan oleh adanya ledakan bom di siang bolong. Bom tersebut dibawa oleh seorang kurir yang mengaku mengantarkan paket untuk Ny. Papke.

Paket berisi bom itu dibawa masuk ke apartemen oleh Alex Baier (Milan Peschel) sebelum disampaikan langsung ke pemiliknya. Sudah bisa kita bayangkan kelanjutan ceritanya.

Ledakan bom di Berlin yang diasumsikan sebagai ulah teroris muslim ini menewaskan 10 orang berikut istri dan anak-anak Alex Baier. Diantara keluarga Baier, hanya Alex dan Maxi (Luna Wedler) yang selamat.

Mereka berdua tidak berada di sekitar tempat itu saat ledakan terjadi. Kejadian tersebut mengawali kisah dalam film Je Suis Karl yang dirilis 23 September 2021. Berikut ini sinopsis dan ulasan singkatnya.

Sinopsis

je suis karl

Je Suis Karl merupakan sebuah film thriller Jerman yang mengangkat tema politik. Alur cerita mengikuti Maxi, penyintas insiden ledakan bom di Berlin yang kemudian bergabung dengan kelompok gerakan anak muda yang menuntut pembaruan dalam sistem pemerintah yang dinilai lembek.

Insiden ledakan itu adalah salah satu contoh dari kasus yang terjadi akibat ketidaktegasan pemerintah dalam menghadapi para imigran yang datang ke Jerman dan menimbulkan kekacauan. Gerakan ini bertujuan menuntut pemerintah menghukum berat mereka yang telah mengganggu keamanan.

Kisah dalam Je Suis Karl dibuka dengan pasangan Alex Baier dan Inès (Melani Fouche) yang menyelundupkan Yusuf (Aziz Dyab) ke Jerman. Sejak saat itu Yusuf yang belakangan memakai nama tengahnya, Adam, hidup dengan lebih baik di Jerman meskipun tidak lagi serumah dengan Baier.

Selang beberapa tahun kemudian, Maxi, anak Alex, diceritakan sudah dewasa dan tinggal di Paris. Hari di mana Maxi pulang ke rumah merupakan hari yang mengerikan baginya. Ibu dan adik-adiknya tewas karena ledakan bom yang dikirim oleh seorang kurir paket.

Banyak pihak yang menduga bahwa terror itu berkaitan dengan isu rasisme di Jerman. Namun, terlepas dari siapa ‘arsitek’ yang merancang pengeboman itu, Maxi memendam kemarahan lantaran pemerintah tidak bereaksi dengan tanggap atas terjadinya insiden berdarah itu.

Ia berpendapat bahwa pemerintah tidak peduli dengan para korban dan hanya mengekspos kesedihan dari keluarga yang ditinggalkan tanpa berusaha menyelidiki kasusnya lebih dalam. Di tengah kesedihan dan masa berkabungnya, Maxi bertemu dengan Karl Flemming (Jannis Niewohner).

Karl adalah salah satu pengurus gerakan bawah tanah anak muda yang menuntut pembaruan. Ia bersimpati pada kejadian yang menimpa Maxi. Lalu, perlahan ia mengamati Maxi dan melakukan pendekatan pada gadis itu.

Maxi dianggap cocok dengan visi gerakan mereka dan berharap ia bakal menjadi motor penggerak agar cita-cita dan tujuan mereka mewujudkan Eropa yang aman segera terwujud. Gerakan yang perlahan tenang perlahan menjadi radikal.

Dengan aura pemimpin dan charisma Karl, Maxi tertarik dengan gerakan mereka dan bergabung menjadi bagiannya menyuarakan cita-cita gerakan yang condong ke arah fasisme itu. 

Kisah dalam Je Suis Karl mencapai klimaksnya ketika Karl mengusulkan sebuah plot mengerikan di mana ia mengorbankan diri (ditembak) sebagai wujud betapa Eropa tidak aman karena ulah orang-orang non Eropa yang keluar masuk benua mereka.

Alur Cerita yang Banyak Dibumbui Drama

je-suis-karl-1

Je Suis Karl mempunyai fondasi cerita yang cukup kuat di awal kisah. Ketika mereka menampilkan ledakan bom, Maxi yang dirundung duka kemudian Karl muncul dan membawanya pada gerakan yang dinamai Re/Generation, semuanya tampak menjanjikan.

Sosok Karl yang ditampilkan sebagai pemuda 25 tahun dengan kemampuan orasi yang baik dan persuasif mempunyai peran yang baik membawakan pemahaman kepada penonton tentang visi dan cita-cita gerakan yang dibentuknya.

Pada titik ini Je Suis Karl tampak akan mengarah pada film yang sangat serius yang menggambarkan visi pemuda yang ingin mengubah Eropa yang aman bagi penduduk asli. Akan tetapi, bumbu drama antara Karl dan Maxi terasa mengikis keutuhan pondasi cerita yang telah dibangun di awal.

Hubungan Maxi dan Karl yang semakin berkembang mendapat sorotan yang lebih banyak. Perasaan mereka bukan lagi sekadar simpati. Maxi makin tergila-gila pada Karl dan ia bersedia masuk lebih jauh dan menemani perjuangan Karl dalam gerakan tersebut. Hal ini membuat kisahnya hilang fokus.

Gambaran-gambaran Alex yang disergap bayang-bayangan yang ada di kepalanya berupa bangkai burung yang pernah dilihatnya saat ledakan bom juga tidak menunjukan kaitannya dengan fokus kisah Je Suis Karl.

Manipulasi Karl Terhadap Maxi

je-suis-karl-2

Jannis Niewohner tampil meyakinkan sebagai Karl Flemming, si orator luar biasa yang mampu menggerakan jiwa-jiwa muda yang lelah dengan Eropa yang kacau. Ia juga dianugerahi wajah rupawan dan penampilan yang menarik.

Ditambah dengan kemampuan persuasinya yang mumpuni, Karl berhasil meyakinkan Maxi bahwa Re/Generation merupakan obat yang bisa menyembuhkan luka di hati Maxi. Maxi yang mulai tergoda dengan ajakan Karl, akhirnya bergabung dengan summer camp yang diadakan di Praha.

Tanpa memberitahu ayahnya, Maxi berangkat seorang diri dan akhirnya bergabung menjadi bagian dari gerakan tersebut. Namun, maxi tidak sadar bahwa Karl memanipulasi dirinya untuk menjadi wajah Re/Generation.

Maxi yang merupakan penyintas Tragedi Bom Berlin dirasa cocok dengan gerakan Re/Generation dan pasti akan lebih mudah menyentuh hati anak-anak muda dengan kisah nyata yang dialaminya.

Sampai konspirasi Karl dan teman-temannya tentang penembakan itu terjadi, Maxi masih belum memahami maksud dari Karl melibatkan dirinya dalam kampanye-kampanye besar seperti yang dilakukan Karl dengan perdana Menteri Odile Duval (Fleur Geffrier).

Dibuka dengan Ketegangan, Diakhiri dengan Kericuhan

je-suis-karl-4

Je Suis Karl dibuka dengan kisah Alex Baier dan sang istri yang membantu Yusuf keluar dari Budapest dan masuk ke Jerman. Lalu, 2 tahun kemudian, Berlin diguncang bom yang menewaskan penduduk sipil yang tidak berdosa.

Keluarga Baier yang sedang mempersiapkan makan bersama sebagai penyambutan Maxi yang kembali dari sekolahnya di Paris terkena ledakan bom yang dibawa Alex ke apartemen mereka. Bom itu menghancurkan blok apartemen yang dihuni Alex.

Dalam sekejap Berlin menjadi kota yang muram. Di lokasi kejadian, warga dari seluruh dunia mengirimkan rangkaian bunga, ucapan bela sungkawa dan menyalakan lilin sebagai tanda duka cita.

Kisah menegangkan dalam Je Suis Karl tidak berakhir sampai di situ. Film ini diakhiri dengan kericuhan yang terjadi di Paris pasca penembakan Karl. Keadaan semakin tidak terkendali saat sekelompok orang membawa senjata tajam dan pistol memburu imigran dari berbagai negara yang tinggal di Paris.

Mereka dipukul, dianiaya bahkan ditembaki. Yusuf yang sedang menemani Alex menjemput Maxi yang merupakan seorang imigran dari Libia harus bersembunyi dari kejaran kelompok tersebut.

Kericuhan itu sebenarnya adalah bagian dari konspirasi Re/Generation untuk mewujudkan Eropa bebas imigran, cita-cita asli dari gerakan bawah tanah ini.

Bukan hanya para imigran saja yang menjadi sasaran, fasilitas publik dan semua yang ada di lokasi kericuhan tak luput dari sasaran mereka. Paris malam itu sangat mencekam.

Film yang Digarap dengan Apik

je-suis-karl-3

Meskipun alur cerita sempat melebar, tapi Je Suis Karl masih layak disebut sebagai film yang berkualitas. Kekacauan yang menjadi bagian dari alur ceritanya digarap dengan baik oleh Christian Schowchow.

Adegan pengeboman yang dramatis yang mengawali kisah dalam film ini berhasil menyajikan pemandangan yang menyentuh. Keluarga korban yang frustasi menunggu kabar dari pemerintah menambah adegan yang bikin mata berkaca-kaca.

Dan yang tidak boleh dilewatkan dari film ini adalah pengambilan gambar yang menangkap adegan kekerasan, pidato berapi-api Karl di panggung dan Maxi yang tetap clueless terhadap gerakan itu menjadi unsur yang menarik.

Je Suis Karl memang tidak bisa disebut film yang sempurna yang mampu menyajikan kisah yang seru. Ada beberapa kekurangan dalam narasinya, misalnya saja isu rasisme yang diangkat dalam film ini kurang mendapat sorotan.

Yusuf yang merupakan seorang imigran pun tidak mendapat eksposur di dalam kisahnya. Padahal ia jelas punya kaitan dengan isu tersebut.

Terlepas dari kekurangan itu, cerita yang dibawa Maxi, Karl, Alex dan sutradara Schowchow berhasil menampilkan sebuah film yang bagus lewat getar-getar kengerian dan suasana mencekam dalam kisahnya.

cross linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram