bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review In The Name of God: A Holy Betrayal

Ditulis oleh Desi Puji Lestari
In The Name of God: A Holy Betrayal
3.3
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Berharap mendapat tuntunan ke arah iman yang stabil, Maple justru berada dalam ajaran sekte sesat yang dipimpin Jeong Myeong Seok.

Dia yang berhasil dicuci otaknya, melayani sang pemimpin yang mengaku sebagai Mesias dengan sepenuh hati. Ketika suatu hari dirinya diperkosa dengan dalih untuk Tuhan, Maple tak bisa apa-apa.

Kisah wanita muda bernama Maple dalam In The Name of God: A Holy Betrayal adalah salah satu kepiluan yang disampaikan salah satu docuseries Netflix ini.

Sengaja dibuat untuk menguak dan mengungkapkan kejahatan berkedok agama, In The Name of God: A Holy Betrayal adalah tontonan yang menampilkan wajah kelam empat sekte sesat di Korea Selatan. Seperti apa persisnya?

Sinopsis

review in the name of god a holy betrayal_sinopsis_

Seorang wanita muda memperkenalkan diri sebagai Maple Yip, berusia 29 tahun (usia Korea) dan berasal dari Hong Kong. Nama Koreanya adalah Jeong Soo Jeong dan nama aslinya yaitu Yip Huen. Wanita ini masih berstatus sebagai mahasiswi. Dia merasa menjual Tuhan.

Maple menjadi model, melakukan misi penginjilan jalanan, dan melayani sebagai pengkhotbah atau pendeta.

Sebelum dia datang ke Korea, orang-orang dari JMS melarang dan mengancamnya tampil sebagai narasumber pada film docuseries In The Name of God: A Holy Betrayal. Menurut Maple, mereka mungkin tak ingin dirinya mengungkapkan kebenaran.

Jika dia bicara tentang kekerasan seksual yang dialami, Jeong Myeong Seok, pemimpin JMS, mungkin akan masuk penjara. Maple kemudian menunjukkan sebuah footage yang memperlihatkan adanya upaya dari beberapa penganut JMS di Hong Kong untuk melarangnya tampil sebagai narasumber. 

Tanggal 25 Februari 2022, Maple datang ke Korea Selatan untuk bersaksi tentang kekerasan seksual yang diterimanya. Dia dijemput oleh produser sembari mengetahui kalau dirinya diikuti.

Tekanan yang diperoleh Maple dari pengikut JMS, bahkan saat dirinya masih di Hong Kong begitu kuat. Dia diancam akan mendapat tekanan besar jika melanjutkan rencananya dalam mengungkap kebejatan JMS.

JMS terbentuk tahun 1980 dan mendominasi kawasan kampus. Saat itu belum ada gereja lain yang memiliki begitu banyak mahasiswa, sehingga JMS hampir menjadi surga bagi kaum terpelajar tersebut. JMS menjadi agama yang sangat populer di kalangan mahasiswa tahun 1990-an. 

Saking populernya, klub JMS dan penginjilan JMS bisa dilihat di lingkungan kampus mana pun, seperti Universitas Hongik, KAIST, PNU, Universitas Nasional Chonnam dan KNU. Semua universitas di daerah itu adalah bagian dari JMS.

JMS mengatakan bahwa belajar teknik di Universitas Hanyang, bukanlah hal istimewa. JMS memiliki sekitar 200 – 250 gereja dengan 30.000 anggota, tetapi karena sebagian besar anggotanya adalah mahasiswa, uang sumbangan yang didapat pun tidak banyak.

Untuk mengakalinya, dengan dalih membantu orang miskin, selama masa liburan mereka mengumpulkan dana untuk gereja dengan menjual barang-barang atau makanan. 

Menurut salah satu pengakuan mantan JMS, dulu dia menganggap hal itu sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan. Namun, yang sebenarnya terjadi uang itu justru dipakai Jeong Myeong Seok untuk membeli sebuah Mercedes Benz. 

Gereja JMS berbeda dari gereja lainnya yang sangat konservatif secara budaya. Gereja JMS tidak hanya menekankan soal iman tetapi juga berpikiran sangat terbuka mengenai budaya, sehingga banyak anak-anak muda yang tertarik terhadapnya. 

Pada tahun 1980an, ketika Korea Selatan berada dalam masa kelam, JMS muncul menarik perhatian karena tidak banyak gereja di Korea yang menerima para mahasiswa kritis. Mereka yang membahas keadaan negara dengan berkumpul, akan diusir oleh seorang pendeta. 

Menurut mantan kepala bagian humas, direktur pendidikan, wakil ketua, dan ketua seminari bernama Kim Gyeong Cheon, gerakan mahasiswa ketika itu terbagi menjadi dua, yaitu mereka yang melakukan protes sosial dan mereka yang fokus terhadap iman.

Saat itu cara Jeong Myeong Seok mengajarkan Alkitab terasa seperti solusi praktis untuk masalah negara. Kim Gyeong Cheon, mantan orang penting di JMS itu meninggalkan organisasi di akhir 2009 Dia mengingat awal pertemuannya dengan Jeong Myeong Seok ketika dirinya sulit percaya dengan isi Alkitab.

Dia dikenalkan oleh salah satu seniornya kepada JMS yang diklaim telah membaca Alkitab sebanyak 2000 kali. Klaim itu pula yang didengar oleh Maple.

Dalam JMS Alkitab adalah metafora, begitu juga cara Jeong Myeong Seok memberi khotbah pada para pengikutnya. Dia kerap mengumpulkan 20.000 – 30.000 orang dan berfoto di depan pengikutnya lalu bertingkah layaknya Tuhan. Menurut Maple, JMS membicarakan hal-hal yang lebih ilmiah dan masuk akal, berbeda dengan gereja lainnya.

Sinchon adalah tempat pertama Jeong Myeong Seok mendirikan gereja setibanya di Seoul. Dia mendirikannya di sebuah apartemen studio berukuran kecil. Saat itu dia menginjili seorang mahasiswa Pascasarjana SNU bernama Ahn.

Ahn kemudian menginjili mahasiswa Pascasarjana Universitas Yonsei dan proses penginjilan berlanjut di kalangan mahasiswa dan universitas elit.

Setelah mendirikan gereja pertamanya di Sinchon, Jeong Myeong Seok datang ke Samseon-gyo. Ketika itu Jeong Myeong Seok mengatakan salju akan turun, dan tak lama salju sungguh-sungguh turun. Sejak saat itu Kim Gyeong Cheon percaya bahwa JMS adalah reinkarnasi Yesus Kristus. 

Lantas, apa lagi kesaksian Maple dan Kim Gyeong Cheon mengenai JMS? Bagaimana dengan kesaksian para mantan penganut beberapa sekte sesat yang legendaris di Korea Selatan? Apa saja kelakuan merugikan para pemimpin sekte dalam memperalat korbannya?

Penceritaan Detail dari Narasumber

a holy betrayal_Penceritaan Detail dari Narasumber_

Keberanian sutradara Cho Sung Hyun yang bertekad mengungkap sisi gelap sekte-sekte sesat di Korea Selatan melalui perjalanan yang panjang dan berisiko.

Sejak kecil Sung Hyun melihat banyak orang terdekatnya menjadi korban kultus sesat dan orang-orang yang mengaku sebagai nabi. Perjalanan panjang itu terbayar dengan tayangnya docuseries In The Name of God: A Holy Betrayal.

Rilis di Netflix sebanyak delapan episode, alur penayangan docuseries ini dibuka dengan penuturan memilukan seorang gadis asal Hong Kong bernama Maple.

Sambil menangis dia menceritakan bagaimana dirinya dijebak dan dibodohi Jeong Myeong Seok dengan dalih pengabdian pada Tuhan hanya untuk ditiduri secara paksa.

Pengakuan Maple berlanjut dengan turut ditayangkannya footage semasa dia masih menjadi jemaat Jeong Myeong Seok.

Wanita muda itu menuturkan pengalamannya secara detail, begitu pula dengan narasumber lain, korban dari kultus sesat lainnya, dalam docuseries ini. Masing-masing dari mereka mengungkapkan pengalaman paling buruk selama mengikuti ajaran sesat tersesat.

Dilengkapi reka adegan yang dimainkan pemeran pengganti, cerita Maple dan narasumber lain yang terperinci terdengar mengerikan berkali-kali lipat. Kamu tidak sekadar menjadi pendengar dan penonton, melainkan seperti dibawa masuk ke dalam peristiwa yang terjadi.

Docuseries yang Dapat Memicu Ketidaknyamanan

a holy betrayal_Docuseries yang Dapat Memicu Ketidaknyamanan_

Formula penayangan docuseries yang menggabungkan pengakuan korban, footage semasa mereka masih bergabung dengan sekte serta reka ulang adegan, dapat memicu ketidaknyamanan.

Mendengar pengakuan mereka yang diselingi dengan khotbah-khotbah palsu serta akal licik para pemimpin sekte dalam menjerat korbannya, dapat membuatmu marah, mual atau rasa tidak nyaman lainnya.

Selain itu sinematografi yang berfokus pada korban dan narasumber, baik yang wajahnya ditampilkan atau disamarkan, turut membuat docuseries ini semakin kurang nyaman.

Selama menonton kita bisa melihat perubahan ekspresi mereka ketika menceritakan bagian-bagian yang traumatis dan menjijikan. Melalui air mata serta senyum pahit dari mereka, kita bisa melihat penyesalan sekaligus penderitaan.

Menguak Wajah Mengerikan Empat Sekte Sesat Terkenal di Korea Selatan

Menguak Wajah Mengerikan Empat Sekte Sesat Terkenal di Korea Selatan_

Berdurasi sekitar 50 menit per episodenya, docuseries In The Name of God: A Holy Betrayal menceritakan sisi gelap empat sekte atau kultus sesat yang terkenal di Korea Selatan melalui para korban atau mantan jemaatnya. Sekte sesat yang dimaksud yaitu JMS, Five Oceans, The Baby Garden dan Manmin Central Church. 

Dari episode satu sampai tiga, docuseries ini menceritakan ajaran JMS yang dipimpin oleh Jeong Myeong Seok. Banyak penonton yang berhenti di tiga episode ini karena tak tahan mengikuti kisah korban perkosaan JMS.

JMS yang mengaku sebagai Mesias terobsesi meniduri 10.000 wanita. Diperlihatkan bagaimana cara JMS mencuci otak para wanita muda agar mau berhubungan badan dengannya.

Lanjut ke episode empat, ada kisah Park Soon Ja selaku pimpinan kultus Five Oceans yang ditemukan meninggal bersama 31 orang pengikutnya. Bagian ini tak kalah mengerikan karena kamu akan mendapat visual yang cukup jelas mengenai posisi saat mayat-mayat ditemukan.

Pada episode lima dan enam, sisi gelap ajaran The Baby Garden pimpinan Kim Ki Soon mendapat giliran untuk dibongkar.

Kim Ki Soon yang mengaku sebagai nabi tak kalah gila karena dia bahkan tidak sungkan memerintahkan jemaatnya untuk membunuh. Dia juga predator seksual dengan memperdaya para pemuda tampan.

Dua episode penutup kamu akan diajak melihat kegilaan Lee Jae Rock selaku pimpinan Manmin Central Church yang memeras uang para jemaatnya dengan dalih agama. 

Lee Jae rock menggunakan uang sumbangan dari jemaatnya untuk berjudi di Las Vegas. Seolah tak cukup puas, dia juga memperkosa jemaat wanitanya setelah mencuci otak mereka lebih dulu.

Sisi kelam empat sekte sesat di Korea Selatan yang ditayangkan melalui docuseries In The Name of God: A Holy Betrayal ini benar-benar memperlihatkan kebejatan para pemimpinnya.

Jika kamu punya trauma terhadap kekerasan seksual atau pernah diperalat atau mengalami brainwash dari pihak-pihak tertentu, tayangan ini sebaiknya ditonton dengan sangat hati-hati.

Docuseries ini tidak dibuat sebagai hiburan yang memuaskan rasa ingin tahu semata, tetapi menyadarkan para jemaat yang masih terjebak dengan ajaran sesat mereka. 

Sayangnya, timeline yang disajikan tidak semuanya diurut dengan baik, bahkan cenderung lebih banyak lompat-lompat. Perlu fokus mengikuti perjalanan mereka dari tahun ke tahunnya. Sayangnya lagi, setelah menamatkan docuseries ini malah timbul ketidakpuasan.

Alasannya karena para pelaku masih menghirup udara dengan bebas. Kamu juga gak akan dapat cerita lebih lanjut tentang nasib para kriminal itu saat ini. Pada akhirnya kinerja polisi dan sistem hukum di Korea terhadap pelaku-pelaku sekte sesat pun turut ditampilkan.  

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram