bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review He Who Dares, Kombinasi The Raid & Die Hard

Ditulis oleh Dhany Wahyudi
He Who Dares
1.5
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Di malam Natal, sebuah tim SAS dikirim ke sebuah gedung perkantoran yang telah dipasangi bom oleh sekelompok teroris.

Tim ini ditugaskan untuk menyelamatkan putri Perdana Menteri Inggris yang dijadikan sandera oleh kelompok teroris pimpinan Holt ini. Satu persatu anggota teroris dan SAS tewas berguguran dalam aksinya hingga menyisakan satu dari mereka saja.

He Who Dares adalah film action produksi Inggris karya Paul Tanter yang dirilis oleh StudioCanal dalam format DVD pada 7 April 2014. Dengan bujet yang minim, film ini menggabungkan konsep dari film The Raid: Redemption (2011) dan Die Hard (1988).

Tanpa adanya pemeran berstatus bintang yang dikenal, apakah film ini masih tetap menarik untuk ditonton? Simak review berikut dari film yang melakukan syuting di kota London ini.

Sinopsis

He Who Dares_
  • Tahun Rilis: 2014
  • Genre: Action, Thriller, Crime
  • Produksi: Press On Features, Runaway Features, Templeheart Films
  • Sutradara: Paul Tanter
  • Pemeran: Tom Benedict Knight, Simon Phillips, Christina Bellavia

Di malam Natal, sekelompok teroris bersenjata merangsek ke dalam sebuah klub malam. Mereka melakukan beberapa pembunuhan dan menculik putri Perdana Menteri Inggris beserta beberapa temannya.

Christopher Lowe yang sedang makan malam bersama teman-temannya mendadak mendapat panggilan tugas. Dia segera berangkat, menunda prosesi lamaran kepada kekasihnya.

Holt dan kelompok terorisnya kemudian membawa Alice dan teman-temannya ke sebuah gedung perkantoran dan mengikat mereka di sana.

Kemudian, Holt mulai memerintahkan anggotanya untuk memasang bom di setiap tiang-tiang area parkir. Polisi sampai di lokasi tapi belum bisa berbuat apa-apa, hingga pasukan SAS pimpinan Christopher tiba.

Holt membunuh seluruh karyawan dua kantor yang masih bekerja di malam itu, kecuali satu karyawati yang dilepaskan untuk menyampaikan pesan kepada polisi.

Tapi, baru saja keluar dan belum menyampaikan pesannya, karyawati itu ditembak mati oleh Holt. Tim SAS berhasil masuk dari gerbang basement yang hendak ditutup oleh Holt.

Selagi Christopher dan timnya memeriksa setiap lantai gedung itu, Holt dan salah satu anggota yang ahli jaringan berusaha meretas sistem gedung untuk mengaktifkan bom.

Holt mengancam akan membunuh satu persatu sanderanya jika polisi tidak memenuhi permintaannya. Holt meretas rekening Perdana Menteri untuk mengosongkan isinya. Dengan memaksa Alice, mereka berhasil mendapat password-nya.

Sementara, salah satu tim SAS yang dipecah menjadi dua, bertemu dengan seorang wanita yang dikira adalah sandera. Tapi ternyata dia merupakan salah satu anggota teroris yang kemudian membunuh semua tim SAS di hadapannya.

Sementara, anggota teroris lain berhadapan dan baku tembak dengan Christopher dan timnya. Anggota teroris semuanya tewas, dan salah satu personel SAS terluka parah.

Menyadari tim lainnya sudah tiada, Christopher dan yang tersisa terus menelusuri lantai demi lantai. Mereka bertemu dengan wanita yang melumpuhkan tim lainnya dan hanya menyisakan Christopher seorang diri.

Terus mendesak masuk ke lantai tempat Holt berada, Christopher berhasil melepaskan Alice dan kedua temannya, lalu dia mengejar Holt yang berlari ke sebuah lorong di bawah tanah.

Holt yg mengenakan seragam polisi kemudian menembak detektif di sebuah kedai kopi dan berlari keluar. Akankah Christopher berhasil memburu dan melumpuhkan Holt?

Apakah bom yang dipasang akan meledak dan memakan korban jiwa? Saksikan terus film yang semakin seru ini hingga akhir untuk menemukan jawabannya.

Menampilkan Adegan Aksi yang Lesu

Menampilkan Adegan Aksi yang Lesu_

He Who Dares memiliki konsep kombinasi antara film The Raid: Redemption (2011) dengan Die Hard (1988). Tim SAS yang masuk ke gedung perkantoran untuk melumpuhkan aksi teroris adalah elemen dari The Raid: Redemption.

Sedangkan ancaman teroris di malam Natal dan aksi heroik penuh kenekatan seorang penegak hukum adalah elemen dari Die Hard. Dengan begitu, kita tidak menyaksikan hal baru sama sekali dari film berdurasi 1 jam 22 menit ini.

Semua sudah ada dan berasal dari film-film action sebelumnya. Sebagai sebuah film action, He Who Dares tidak berhasil memberikan kepuasan kepada penontonnya. Adegan perkelahian tampil seadanya dengan koreografi yang tidak istimewa sama sekali.

Begitu juga dengan ancaman bom yang ditebar oleh kelompok teroris. Sedikit spoiler, bom tidak berhasil diselamatkan oleh Christopher yang memilih mengejar Holt daripada berusaha menjinakkan bom.

Kita berprasangka baik, mungkin saja Holt memegang pemicunya sehingga bisa dihentikan jika sudah dilumpuhkan. Tapi nyatanya, bom itu tidak memiliki alat kontrol dan tetap meledak.

Apa efek dari ledakan itu? Apakah gedung perkantoran itu runtuh? Atau orang-orang yang berkumpul di dekat gedung tersebut menjadi korban? Faktanya, ledakan itu tidak merugikan siapapun.

Gedung itu tetap berdiri kokoh dan tidak ada korban jiwa. Hal ini adalah salah satu celah cerita yang sangat tidak masuk akal yang membuktikan kelemahan naskah yang ditulis James Crow dan Paul Tanter.

Satu hal lagi yang sangat mengecewakan ialah penampilan tim SAS. Bukankah pasukan ini adalah pasukan taktis khusus Inggris yang dikenal keahliannya dalam menumpas terorisme?

Dari kostum yang dikenakan saja sudah tidak meyakinkan dan mereka mudah sekali dikalahkan oleh para teroris. Bisa dijamin bahwa penulis naskah menggambarkan tim SAS berdasarkan persangkaan saja.

Performa Akting yang Tidak Meyakinkan

Performa Akting yang Tidak Meyakinkan_

Sesuai judulnya, film ini memang berusaha menampilkan aksi satu orang saja dalam melawan kejahatan. Dan seharusnya orang itu adalah Christopher yang diperankan oleh Tom Benedict Knight.

Sayangnya, justru di sepanjang film yang mendapat porsi ialah Simon Phillips yang memerankan Holt, sang pimpinan teroris. Namun, akting kedua pemeran utama ini tidak maksimal. Tom Benedict Knight tampil kaku, layaknya manekin.

Bisa dimaklumi karena dia adalah aktor yang baru tampil di empat film saja. Dan, akting Simon Phillips juga tidak berbeda. Meski tidak kaku, tapi dia tidak bisa menampilkan sisi jahat dan permainan pikiran dari karakter Holt yang menjadi pimpinan teroris. Padahal dia adalah pencetus cerita film ini.

Tapi ada dua pemeran yang tampil apik dan mengesankan meski hanya mendapat porsi yang minim. Mereka adalah Les Allen yang berperan sebagai salah satu anggota SAS dan Zara Phythian sebagai salah satu personel teroris.

Meski hanya tampil di satu adegan saja, aksi silat Allen sangat bagus dan terlihat bahwa dia sangat menguasai jurus-jurus yang dilancarkan.

Walaupun Phythian baru muncul di pertengahan film, ketangguhan karakternya tergambar jelas dari wajah dan gerak tubuhnya.

Dia juga gesit saat berkelahi, terutama melawan Tom Benedict Knight yang seperti tidak bisa melakukan apa-apa. Tapi sebagai sosok antagonis, karakter Lilya harus kalah dan tewas di tangan sang tokoh utama.

Bujet Minim Membuat Film Tampil Seadanya

Bujet Minim Membuat Film Tampil Seadanya_

Dari apa yang ditampilkan di sepanjang film, baik dari naskah, akting, efek visual dan elemen lainnya, kita sudah tahu bahwa film ini diproduksi dengan bujet yang rendah. Bahkan film ini langsung didistribusikan dalam bentuk DVD, tidak singgah di bioskop terlebih dahulu.

Seandainya film ini menambah durasi 10 atau 15 menit lagi untuk pengembangan karakter utamanya, Christopher dan Holt, tentu jalan cerita akan menjadi lebih baik.

Karena kelemahan inilah, kita menjadi tidak peduli dengan tewasnya seluruh anggota SAS kecuali Christopher. Bahkan jika tokoh utama ini tewas juga di akhir film, rasanya kita hanya akan tersenyum kecut saja.

Motivasi Holt untuk menebar ancaman juga kurang kuat. Awalnya dia bilang bukan karena uang, semua murni karena dekadensi moral dari putri seorang pejabat.

Tapi dia berujar lagi bahwa semua ini pasti karena uang saat dia sudah berhasil melakukan transfer sejumlah uang ke rekeningnya. Permainan pikiran yang dilakukan Holt juga tidak cukup mengesankan, karena akting yang tidak meyakinkan.

Satu hal yang cukup mengganggu di sisi sinematografi adalah penggunaan efek yang berkedip-kedip. Efek ini membuat film semakin tampil murahan.

Efek visual saat perpindahan adegan juga menimbulkan kebingungan, membuat seolah adegan berikutnya adalah sebuah kilas balik. Padahal film ini bergerak secara linear, tanpa ada adegan flashback satupun.

Sama seperti film-film action kelas B lainnya, tokoh antagonis tewas di tangan penembak pemula yang sudah bisa kita duga pelakunya sejak awal film bergulir.

Semua mudah ditebak, tapi yang tidak tertebak adalah efek ledakan yang tidak berdampak apapun. Sosok jagoan kita pun tidak berusaha sama sekali untuk melumpuhkan bom ini.

He Who Dares sudah pasti tidak akan pernah menjadi salah satu film action terbaik. Semua elemennya mengutip dari film-film action sebelumnya yang justru sudah tampil lebih baik.

Di antara film-film action di kelasnya, film ini pun sangat tertinggal jauh kualitasnya. Tapi bagi kalian yang penasaran ingin menyaksikan aksi silat yang apik dari Allen dan Phythian, maka film ini adalah pilihan tepat.

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram