bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review He Who Dares: Downing Street Siege (2014)

Ditulis oleh Dhany Wahyudi
He Who Dares: Downing Street Siege
1.5
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Setelah berhasil menyelamatkan putri Perdana Menteri Inggris, Christopher Lowe justru diberhentikan dari militer karena dianggap melanggar perintah.

Sedangkan Holt berhasil melarikan diri dari rumah sakit dan merancang penyerangan ke Downing Street. Saat kejadian penyerangan dan penyanderaan Perdana Menteri, Christopher masih berada di sana dan mulai bergerak menghentikan aksi Holt.

He Who Dares: Downing Street Siege adalah film action produksi Inggris karya Paul Tanter yang dirilis oleh Gauntlet Releasing dalam format DVD pada 5 Januari 2015.

Melanjutkan film pertamanya, kali ini komandan SAS ini beraksi sendirian menumpas kelompok bersenjata pimpinan Holt. Konsep film ini jelas sekali menukil dari film action populer, Olympus Has Fallen (2013).

Dengan kualitas film pertama yang buruk, apakah ada perbaikan di film sekuelnya ini? Simak review berikut dari film yang berlokasi di London ini.

Baca Juga: Sinopsis & Review He Who Dares, Kombinasi The Raid dan Die Hard

Sinopsis

He Who Dares Downing Street Siege_

Setelah ditembak oleh Alice di malam Natal, Holt dirawat di rumah sakit. Tidak berapa lama, kelompok bersenjata menjemputnya dengan membunuh seisi tempat itu.

Enam bulan berlalu, Holt hadir di jamuan seorang temannya yang merupakan pejabat negara. Dia membunuh pejabat itu dan mengambil kartu akses miliknya.

Sementara itu, Chris Lowe yang sepertinya gagal dalam kehidupan cintanya, dipanggil oleh atasannya ke Downing Street. Chris dianggap melanggar perintah meski berjasa menyelamatkan putri Perdana Menteri.

Tidak akan diberikan medali kehormatan, tidak juga diberhentikan secara tidak hormat, Chris diberhentikan sementara dari kemiliteran.

Komplotan Holt masuk ke Downing Street mengenakan seragam polisi. Mereka meledakkan pintu depan kantor yang membuat media mempublikasikannya secara luas. Chris yang masih berada di dalam gedung berusaha mempertahankan diri dari serangan satu persatu personel kelompok bersenjata ini.

Meski Perdana Menteri sudah diselamatkan ke dalam bunker, Holt berhasil melacak lokasi itu dan membuka pintunya dengan kartu akses yang dia pegang.

Perdana Menteri berhasil dijadikan sanderanya dan Holt langsung menebar ancaman ke pemerintah. Dia meminta tebusan dengan uang dalam jumlah besar dan fasilitas untuk melarikan diri.

Chris menghubungi pemerintah, tapi justru dia dilarang untuk bergerak. Chris tidak menggubris perintah dari Wakil Perdana Menteri itu dan tetap bergerak melumpuhkan satu demi satu anggota teroris. Holt yang menyadari adanya Chris malah mengajaknya untuk bergabung, tapi tentu saja ditolak oleh Chris.

Holt kemudian menyebarkan video Chris memukul anggota teroris yang berseragam polisi untuk menebar fitnah. Hal ini membuat banyak pihak berasumsi bahwa Chris termasuk bagian dari komplotan Holt.

Chris tidak peduli dan terus bergerak dari satu ruangan ke ruangan lain demi membebaskan sandera di gedung itu. Karena kesal, Holt menyuruh Cassie untuk memburu Chris.

Mereka bertemu dan bertarung dengan tangan kosong. Chris nyaris kalah namun berhasil membunuh Cassie. Holt kemudian memutuskan untuk keluar dari bunker bersama Perdana Menteri.

Chris pun menghadang mereka. Berhasilkah Chris mengalahkan Holt sekali lagi? Apakah kali ini Holt akan tewas tertembak? Lanjutkan terus menonton film ini hingga usai untuk mendapatkan jawabannya.

Ledakan Pintu yang Cukup Mengagumkan

Ledakan Pintu yang Cukup Mengagumkan_

He Who Dares: Downing Street Siege melanjutkan langsung akhir kisah film pertamanya. Holt dan Chris menuai efek dari aksi mereka sebelumnya. Holt melarikan diri selama 6 bulan dan muncul dengan rencana baru yang lebih besar. Sementara Chris, status kemiliterannya dibekukan dan hidupnya terlihat berantakan.

Kali ini, sutradara Paul Tanter bermain aman dengan hanya menampilkan satu jagoan saja daripada sebuah pasukan. Hal ini untuk menghindari kritikan lain perihal penggambaran yang buruk dari pasukan SAS di film sebelumnya.

Namun, film ini justru menampilkan adegan aksi yang lebih rendah kadarnya dibandingkan film pertamanya. Adegan pertarungan antara Chris dan Cassie yang ditunggu tampil sangat mengecewakan.

Hanya memberikan beberapa gerakan saja, kemudian Cassie harus tewas terkena tebasan pisaunya sendiri di leher. Sungguh mengecewakan dan mematahkan satu-satunya asa keseruan puncak.

Adegan aksi lainnya lebih menggelikan lagi. Tembakan teroris yang lebih banyak mengarah ke kepala ditampilkan menggunakan special effect yang terkesan murahan.

Kalau diperhatikan secara detail, banyak luka tembakan yang terlihat seperti darah yang merembes di kain. Padahal letak luka itu di kepala yang seharusnya mengalir ke bawah, bukan merembes ke sekitar luka.

Tapi ada satu adegan yang cukup spektakuler, yaitu ledakan pintu depan Downing Street. Memang ledakan itu terlihat biasa saja, tapi itu terbukti bukan rekayasa komputer.

Satu hal yang luar biasa adalah Merissa Porter yang berdiri di dekat ledakan itu tidak bergeming dan nyaris tersambar pintu yang terbang. Video ledakan ini ditampilkan berkali-kali dalam berita TV yang semakin membuat kita kagum.

Ada sebuah twist yang cukup mengejutkan menjelang akhir film. Sedikit spoiler, saat Chris menghadang Holt dan komplotannya, Holt langsung tewas tertembak.

Kita pasti langsung tertawa menyepelekan kebodohan Holt, tapi ternyata salah satu dari komplotan ini menyerang Chris dan membuka topengnya. Dan, dia ternyata Holt!

Lebih Banyak Referensi Film Action Populer

Mengutip Lebih Banyak Referensi dari Film Action Populer_

Dari sisi naskah, film berdurasi 1 jam 27 menit ini masih tidak menampilkan orisinalitas cerita. Premis yang disuguhkan jelas-jelas terinspirasi dari film Olympus Has Fallen (2013) dan White House Down (2013).

Tapi motivasi Holt sebagai pimpinan teroris tidak berubah dari sebelumnya, yaitu uang. Gagal di usaha pertamanya, kali ini Holt menginginkan jumlah uang yang lebih besar.

Padahal dengan Perdana Menteri di tangannya, dia bisa saja melakukan kudeta atau meminta dukungan dari musuh Inggris, jika ada.

Sepertinya memang Simon Phillips, Paul Tanter dan Jonathan Westwood sebagai penulis naskah tidak berpikir sampai di situ. Motivasi utama tetaplah uang sebagai balasan pengosongan rekening Holt oleh pemerintah.

Lalu muncul pertanyaan lain, ke rekening siapa Holt akan menerima transfer dana dalam jumlah besar dari pemerintah? Padahal dia adalah buronan pemerintah selama 6 bulan lamanya dan terdeteksi dengan jelas atas aksi penyanderaan ini.

Celah cerita ini tidak diisi dengan baik oleh para penulis naskah, atau mungkin tidak terpikirkan oleh mereka. Aksi heroik seorang diri Chris masih mengingatkan kita akan film Die Hard (1988) atau First Blood (1982).

Bahkan referensi terakhir disebutkan oleh Wakil Perdana Menteri sebagai julukan atas aksi Chris. Dan dilema pelimpahan wewenang kepada Wakil Perdana Menteri nyaris serupa dengan yang terjadi di film Air Force One (1997).

Porsi Adegan Antara Sosok Antagonis dan Protagonis

Porsi Adegan Antara Sosok Antagonis dan Protagonis_

Sebagai pemeran utama, Tom Benedict Knight masih tidak menampilkan performa yang maksimal. Dia tidak memiliki kharisma yang cukup sebagai sosok protagonis.

Ekspresi amarah saat dibekukan status militernya oleh atasannya tidak ditampilkan dengan baik. Malah ekspresi yang ditampilkan seperti orang yang sedang menahan sakit perut.

Apalagi kemudian porsi adegannya lebih sedikit dari sosok villain Holt. Dan tokoh antagonis ini, diperankan oleh salah satu penulis naskah, tampil lebih mendominasi. Aktingnya pun terlihat lebih baik dari film sebelumnya. Bahkan dia menambahkan selera humor yang cukup menggelitik pada karakternya.

Saat Cassie bertanya apakah perlu meledakkan pintu depan Downing Street? Dia menjawab dengan santai bahwa sebenarnya itu tidak diperlukan, hanya saja akan terlihat keren di kamera.

Cukup menyegarkan. Tapi kemudian Holt melemparkan lelucon yang mengarah body shaming kepada salah satu staf pemerintahan berbadan gemuk yang seperti tidak bisa bergerak dari kursinya. Ini sungguh tidak pantas.

Sebagian besar pemeran tidak menampilkan kualitas akting yang baik. Akting Tom Benedict Knight cenderung lebih kurang maksimal dan Simon Phillips sedikit lebih baik hanya tidak bisa menjaga stabilitas aktingnya.

Sekali lagi, justru penampilan terbaik dihadirkan oleh pemeran pendukung. Kali ini ialah Merissa Porter. Dia tampil tangguh sekaligus sensual. Tapi performanya dikecewakan oleh naskah yang kurang efektif.

He Who Dares: Downing Street Siege terbukti adalah sebuah sekuel yang dibuat terburu-buru. Tampil tidak lebih baik dari film pertamanya, film ini hanya mengulang formula film action yang pernah ada.

Sinematografinya sudah lebih baik dari film pertama, hanya saja editing dengan penggunaan efek visual berkedip-kedip diperparah dengan gambar yang digoyang-goyangkan.

Dari sisi teknis, seperti sound dan pencahayaan, film ini juga menyuguhkannya dalam level yang, menurut Saya kurang bagus. Sebagian besar dialog tidak tertangkap dengan baik, sehingga sulit bagi kita untuk mendengar apa yang diperbincangkan.

Sementara itu, karena peletakan pencahayaan yang buruk, dalam satu adegan terdapat dua warna berbeda yang cukup mengganggu.

Dari sisi Perdana Menteri terlihat cerah dan dari sisi Chris berwarna sepia, seolah dia berada di era 1950an. Kontinuitas adegan yang timpang seperti ini banyak terjadi di sepanjang film.

Bukan rekomendasi utama bagi kalian penyuka film action, tapi film ini masih layak untuk ditonton, terutama bagi kalian yang sudah menyimak film pertamanya. Lanjutkan saja menonton film ini sambil bersantai, ya!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram