bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Film Flowers in the Attic (2014)

Ditulis oleh Aditya Putra
Flowers in the Attic
3
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Untuk banyak orang, rumah nenek menjadi salah satu kenangan masa kecil terindah. Rumah nenek selalu jadi tempat yang asyik untuk berkumpul bersama keluarga besar.

Biasanya, kita memanfaatkan momen hari raya atau libur sekolah untuk mengunjungi rumah nenek. Di rumah nenek, kita boleh makan es krim lebih banyak, tidur lebih larut, dan bangun lebih siang.

Kunjungan ke rumah nenek selalu identik dengan perasaan hangat dan penuh kasih sayang. Nuansa sebaliknya justru terjadi dalam film Flowers in the Attic.

Kunjungan ke rumah nenek malah membuat cucu-cucunya terkurung di loteng rumah. Kegiatan yang seharusnya menyenangkan berubah menjadi mimpi buruk. Seseru apa film ini? Simak dulu sinopsis dan review filmnya berikut ini.

Baca juga: 13 Film Thriller Psikologis Terbaik yang Wajib Ditonton

Sinopsis

Sinopsis

Pada tahun 1957, keluarga Dollanganger hidup sebagai keluarga kaya raya di Pennsylvania. Christopher Dollaganger Sr. adalah seorang pebisnis. Istrinya, Corrine, adalah seorang sosialita.

Mereka berdua memiliki empat orang anak. Anak tertua adalah Chris yang berusia 14 tahun. Anak kedua, Cathy,  berusia 12 tahun. Terakhir, si kembar Carrie dan Cory yang berusia 5 tahun.

Suatu hari, ada Polisi yang datang ke rumah mereka. Polisi itu mengabarkan bahwa Christopher telah tewas akibat kecelakaan mobil. Sepeninggal Christopher, keluarganya mengalami kesulitan finansial.

Mereka punya sejumlah utang yang belum dibayar. Empat bulan kemudian, Corrine membawa anak-anaknya untuk tinggal di rumah orang tuanya.

Corrine sampai di Foxworth Hall, rumah orang tuanya. Ibu dari Corrine, Olivia, membawa keempat anak Corrine ke loteng rumah. Mereka cuma diberi sebuah kamar tidur dengan empat ranjang.

Keesokan harinya, Olivia datang untuk menjelaskan sejumlah aturan. Dia juga melarang anak-anak Corrine keluar dari loteng.

Corrine menjelaskan perlakuan sang nenek ke anak-anaknya. Dulu, pernikahan Corrine ditentang oleh ayahnya, Malcolm. Setelah kejadian itu, dia diasingkan oleh keluarga besar.

Bahkan, Corrine sampai mengganti nama belakangnya. Corrine meminta keempat anaknya tetap tinggal di loteng. Sementara itu, dia akan berusaha meluluhkan Malcolm.

Corrine menjalin hubungan dengan pengacara Malcolm, Bart Winslow. Hal itu yang membuat Corrine mengabaikan anak-anaknya. Pada suatu kesempatan, Corrine mendatangi anak-anaknya.

Dia bilang kalau sebenarnya Malcolm nggak tahu dia punya anak. Maka dari itu, Corrine meminta anak-anaknya untuk tinggal di loteng sampai Malcolm meninggal.

Setahun kemudian, Cory dan Carrie mengalami stunting karena kesulitan mendapat udara segar dan sinar matahari. Sementara itu, Chris dan Cathy mulai memasuki usia puber.

Chris tanpa sengaja masuk ruangan ketika Cathy menggunakan bra untuk pertama kalinya. Olivia memergoki kejadian itu. Dia menyebut Chris dan Cathy sebagai pendosa.

Olivia mencoba memotong rambut Cathy sebagai hukuman. Chris menghentikan tindakan Olivia. Olivia menyuruh Chris memotong rambut Cathy. Kalau Chris menolak, Olivia nggak akan memberi mereka makan selama seminggu ke depan.

Chris tetap menolak. Maka dari itu, Chris dan Cathy harus rela hanya minum air. Makanan mereka berdua diberikan pada Cory dan Carrie.

Setelah setahun, Chris dan Cathy menyadari bahwa sang ibu menelantarkan mereka. Chris dan Cathy menyusun rencana untuk kabur. Mereka berencana mencuri uang ibunya lalu kabur menggunakan kereta.

Sebelum itu terjadi, Cory meninggal. Corrine menyebut Cory meninggal karena pneumonia. Akankah Chris dan Cathy bisa membawa Carrie keluar dari rumah itu?

Mengangkat Isu yang Tabu

Mengangkat Isu yang Tabu

Film Flowers in the Attic mengambil cerita dari buku karya V.C. Andrews dengan judul yang sama.  Film yang dirilis pada tahun 2014 ini merupakan adaptasi kedua dari buku tersebut.

Film adaptasi yang pertama disambut hangat oleh para pembaca bukunya. Mereka senang cerita di buku bisa diadaptasi ke dalam bentuk visual.

Buku karya V.C. Andrews terkenal karena mengangkat isu yang tabu. Isu tabu yang diangkat adalah pernikahan atau percintaan dengan saudara sendiri. Corrine diasingkan oleh keluarganya karena menikahi saudara dari Malcolm.

Ada juga cerita Chris dan Cathy yang masuk usia puber. Mereka terisolasi sehingga nggak tahu rasanya menyukai orang lain. Alhasil mereka menjalin hubungan intim.

Hubungan Chris dan Cathy dalam buku digambarkan begitu intim. Dalam film adaptasi yang pertama, keintiman itu hanya disajikan permukaannya saja.

Diadaptasi yang kedua ini, keintiman mereka dieksplorasi lebih jauh. Ada adegan yang menampilkan mereka berciuman, Chris memegang payudara Cathy, sampai mereka berhubungan seks.

Isu tabu merupakan unsurpenting dalam alur cerita film ini. Malcolm dan Olivia menganggap keempat anak Corrine sebagai anak yang terlahir jahat. Bahkan Olivia menganggap mereka pendosa.

Olivia berpikiran seperti itu karena dia adalah orang yang terlalu fanatik pada agamanya. Sayangnya, fanatisme itu membuat sisi kemanusiannya terkikis.

Drama Romance dan Thriller

Drama Romance dan Thriller

Flowers in the Attic mencoba memadukan genre drama, romance dan thriller. Sayangnya, perpaduan itu justru membuat cerita terasa kurang maksimal. Drama keluarganya terasa kurang intens walau menyajikan banyak twist.

Untuk romance, film ini terlalu mengandalkan hubungan Chris dan Cathy yang terasa kurang greget. Thriller pun nggak berhasil memenuhi ekspektasi.

Set loteng rumah dengan satu kamar seharusnya bisa menguatkan kesan claustrophobic. Film ini malah terlalu fokus mengangkat sosok Olivia yang jahat dan Corrine dengan mata anehnya.

Penderitaan Chris dan Cathy kurang dieksplorasi. Masalah lain yang sering disuguhkan adalah kelakuan si kembar yang mengganggu. Padahal masih banyak masalah lain yang berpotensi memperkuat cerita.

Secara sinematografi, film ini kurang lihai memanfaatkan lokasi cerita. Loteng rumah yang nggak terlalu luas hanya terasa sebagai tempat biasa.

Padahal apabila kamera lebih piawai, lokasi itu bisa menguatkan narasi yang dibangun dalam plot. Satu-satunya keunggulan hanyalah visualisasi tahun 50-an yang cukup memanjakan mata.

Jajaran Cast

Jajaran Cast

Film garapan sutradara Deborah Chow ini melibatkan cast yang cukup mumpuni. Ada Kiernan Shipka, aktor muda berbakat yang tampil di Mad Men. Ada juga Heather Graham yang pernah membintangi License to Drive.

Sementara Mason Dye dikenal setelah tampil dalam series Teen Wolf. Kurangnya pendalaman karakter membuat penampilan mereka terasa biasa saja.

Satu-satunya aktor yang tampil menonjol adalah Ellen Burstyn. Burstyn berperan sebagai Olivia. Aktor yang tampil prima di Requiem for a Dream itu berhasil menghidupkan sosok Olivia yang jahat.

Adegan-adegan yang menampilkan sang aktor pun efektif memantik rasa ngeri. Terutama ketika Olivia mengutip ayat-ayat injil dalam dialognya.

Flowers in the Attic kurang berhasil dalam memberikan cerita yang bernyawa. Durasi sepanjang 90 menit terasa lama, apalagi kalau kamu tipikal orang yang mudah bosan. Satu-satunya yang bisa mengobati hanyalah penampilan Ellen Burstyn.

Kalau kamu penggemar Ellen Burstyn, tentunya film ini tetap menyenangkan untuk ditonton. Film Ellen Burstyn favorit kamu apa nih? Kasih tahu di kolom komentar, dong!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram