bacaterus web banner retina

Sinopsis dan Review Welcome to Marwen, Film dengan Metafora Menarik

Ditulis oleh Desi Puji Lestari
Welcome to Marwen
4
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Trauma berat akibat pemukulan brutal yang diterima, membuat Mark Hogancamp menerapi dirinya dengan cara unik. Lelaki ini menciptakan sebuah miniatur kota yang diberi nama Marwen. Di sana tinggal boneka-boneka yang mewakili sosok teman dan dirinya di dunia nyata. Dalam imajinasinya, boneka-boneka tersebut hidup.

Welcome to Marwen adalah pertunjukan berisi upaya menyembuhkan diri dari trauma yang mendalam. Disutradarai Robert Zemeckis dan dibintangi Steve Carell serta beberapa bintang lainnya, film ini potensial untuk tampil lebih indah. Walau demikian, Zemeckis punya caranya sendiri untuk meramu kisah nyata seorang Mark Hogancamp ini.

Ingin tahu lebih jelas lagi tentang film Welcome to Marwen? Baca sinopsis serta ulasannya lebih dulu sebelum nonton filmnya yuk!

Sinopsis

Sinopsis

Cerita dalam film dibuka dengan sebuah scene animasi dari boneka-boneka yang memperlihatkan keadaan pada saat Perang Dunia II. Di sana ada sebuah papan bertuliskan “Welcome to Marwen”. Terlihat Cap’n Hogie sedang membawa sebuah pesawat tempur dengan gagah berani.

Saat sedang serius membawa pesawat tempur, Cap’n Hogie harus menerima tembakan beruntun ke arah pesawatnya yang dilakukan oleh para tentara Nazi. Akibat serangan tembakan tersebut, Hogie terpaksa mendaratkan pesawat tempurnya.

Walau terluka, dia berhasil selamat dari pendaratan yang tak sempurna tersebut. Selain itu, Hogie juga harus kehilangan sepatunya yang terbakar dan melanjutkan perjalanan dengan bertelanjang kaki. Hogie lantas mencari bantuan di sekitar lokasi keberadaannya. Dia terus berjalan hingga menemukan sebuah kotak berisi sepasang sepatu wanita.

Sang kapten yang tidak mengenakan sepatu kemudian memutuskan untuk memakainya saja. tak diduga, Hogie bertemu dengan lima orang tentara Nazi. Pihak Nazi langsung mengetahui bahwa Hogie ada di pihak musuh karena melihat dari seragam yang dipakainya.

Mereka segera menyergap Hogie, memukulnya dan berniat melukai. Namun, sebelum Hogie terluka lebih parah, rentetan tembakan datang dari arah belakang. Tak lama muncul sekelompok pasukan wanita bersenjata yang berjumlah lima orang. Telak, mereka berhasil menumbangkan para tentara Nazi yang berulah tadi. Tentara wanita itu segera menghampiri Hogie dan scene selanjutnya berpindah ke live action.

Rupanya adegan peperangan yang dramatis tadi adalah imajinasi dan rekaan seorang pria dewasa bernama Mark Hogancamp (Steve Carell). Mark tinggal sendiri di sebuah area pinggiran kota yang terlihat cukup nyaman. Lelaki tersebut membangun miniatur sebuah kota di halaman rumahnya. Di sana terdapat berbagai model bangunan yang cukup detail sehingga tampak nyata.

Miniatur kota tersebut Mark beri nama Marwen. Penduduk kota tersebut antara lain Cap’n Hogie dan lima pasukan wanita yang menjadi temannya, yaitu Roberta, Julie, Carla, Anna dan Suzette. Mereka berenam harus terus berjuang mempertahankan Marwen dari serangan para Nazi yang bisa datang tanpa diduga.

Seluruh peristiwa yang berlangsung di Marwen, dijalankan sendiri oleh Mark. Bukan hanya menjadi ‘dalang’, Mark juga rajin mengambil gambar untuk setiap momen penting di Marwen menggunakan kamera miliknya. Dia lalu mencetak foto-foto tersebut dan mengoleksinya. Mark melakukan hal itu sebagai terapi yang bisa membuatnya bahagia.

Pasalnya, Mark trauma setelah mengalami kasus penganiayaan brutal yang dilakukan oleh lelaki-lelaki tak dikenal. Pemukulan tersebut begitu parah hingga mengakibatkan Mark menderita luka di sekujur tubuhnya. Saking parahnya Mark juga sempat lumpuh sampai-sampai perlu dirawat di sebuah rehabilitasi.

Derita yang dialami Mark bukan hanya dari segi fisik, melainkan psikis. Lelaki ini bahkan mengalami hilang ingatan dan PTSD (Post-traumatic Stress Disorder) atau gangguan mental akibat kejadian traumatis berat. Mark tidak lagi mengingat masa lalu termasuk profesi yang dijalani. Lelaki ini kerap mengalami serangan panik hingga berteriak histeris tanpa disadarinya.

Semua traumanya bertambah berat karena Mark hidup sendiri. Namun, Anna (Gwendoline Christie), caretaker-nya, sesekali berkunjung untuk memberikan obat guna bantu menenangkan serangan paniknya. Sayang, Mark kerap mengonsumsi obat tersebut melebihi dosis yang diizinkan.

Penduduk Marwen yang dia ciptakan mewakilkan orang-orang yang ada di kehidupannya. Hogie adalah dirinya sendiri, lima orang tentara Nazi yang kerap datang menyerang adalah segerombolan tak dikenal yang menganiayanya. Sementara itu, lima tentara wanita yang menyelamatkannya adalah wanita-wanita yang dia tahu.

Roberta merupakan pekerja di toko mainan tempat Mark biasa membeli boneka atau objek baru untuk miniatur kota buatannya, Julie adalah seorang pekerja sosial yang berteman dengan Mark saat berada di tempat rehabilitasi, lalu ada Carla yang diambil dari teman kerjanya di sebuah restoran tempat dia bekerja paruh waktu.

Kemudian ada karakter Anna, yaitu seorang perawat yang sering datang memberi Mark obat dan Suzette yang merupakan aktris kegemarannya. Selain mereka ada juga satu boneka misterius yang selalu mengganggu Hogie. Dia adalah Deja Thoris (Diane Kruger).

Dia adalah boneka penyihir dari Belgia berpenampilan nyentrik dengan rambut birunya. Deja melarang Hogie dekat dengan salah satu wanita di antara lima yang sudah disebutkan tadi. Deja mengancam akan menghancurkan Marwen dan Hogie sendiri jika larangan tersebut dilanggar.

Cerita berlanjut saat peristiwa pengeroyokan Mark beberapa waktu silam akhirnya terungkap dari flashback yang dialami Mark dan interaksinya dengan penduduk Marwen. Diceritakan pada waktu itu Mark sedikit mabuk sepulangnya dari bar. Di luar bar, dia bertemu dengan lima orang lelaki penganut fanatisme kulit putih.

Tanpa sadar, Mark menyampaikan tentang ketertarikan khusus yang dia miliki terhadap sepatu wanita. Dia juga bercerita tentang koleksi-koleksi sepatu wanita miliknya. Mendengarnya, para lelaki tersebut merasa jijik terhadap dan mulai memukuli Mark hingga babak-belur.

Sebelum menderita lebih jauh, pegawai bar memergoki ulah brutal para lelaki aneh itu. Tak lama, para pelaku pengeroyokan berhasil ditangkap. Lalu apa yang terjadi selanjutnya pada diri Mark dan kesehatan mentalnya?  

Kombinasi Live Action dan Doll Animation

Kombinasi Live Action dan Doll Animation

Welcome to Marwen membawa tontonan yang tidak pasaran pada para penikmat film. Ia menggabungkan live action dengan doll animation menggunakan jalinan cerita yang tidak terlalu sulit dimengerti. Sejak awal, Anda akan tahu bahwa dunia Marwen merupakan dunia imajinasi seorang Mark. Para boneka yang ada di sana dimainkan oleh Mark sendiri, berikut dengan sandiwara antara karakternya.

Untuk versi live action, Anda akan melihat bagaimana sosok Mark dalam wujud manusia berinteraksi dan menjalani hidupnya yang masih penuh trauma. Perpindahan scene antara live action dan doll animation dalam film ini ditangani dengan baik oleh tim virtual production, begitu pun saat para boneka beraksi seolah hidup.

Para boneka tersebut benar-benar bagai bernyawa karena dibuat dengan ekspresi yang detail. Anda akan melihat boneka tersebut bisa melotot, mengangkat alis pertanda kaget, dan menunjukkan berbagai raut wajah lain yang bisa dipahami.   

Perjuangan Menyembuhkan Diri dari Trauma

Perjuangan Menyembuhkan Diri dari Trauma

Welcome to Marwen dibuat berdasarkan kisah nyata yang dialami oleh Mark Hogancamp. Semua bermula dari documentary yang dibuat oleh Jeff Malmberg pada 2010 lalu mengenai Marwencol milik Mark. Mark sendiri adalah seorang pria dewasa yang harus berjuang dengan gangguan mental bernama PTSD setelah bangun dari koma selama 9 hari akibat dipukuli secara brutal oleh lima lelaki tidak dikenal.

Peristiwa tragis yang terjadi pada 2000 lalu tersebut membekaskan trauma mendalam bagi diri Mark. Mark sampai harus dirawat selama 40 hari di rumah sakit dan pulang dengan kerusakan otak yang membuat lelaki ini hanya memiliki sedikit ingatan mengenai kehidupan sebelumnya.

Pembuatan Marwen atau Marwencol sendiri punya cerita yang cukup menyedihkan. Mark yang seharusnya menjalani terapi, tidak bisa melakukannya karena keterbatasan dana. Sebagai upaya menyembuhkan diri dari gangguan, dia menciptakan miniatur Kota Belgia dengan setting masa PD II. Dia menciptakan dunia sendiri dengan ‘memasukkan’ nama-nama yang dikenalnya.

Pada film Welcome to Marwen, esensi penting ini bisa Anda rasakan dengan perasaan yang campur aduk; antara mengasihi Mark atau memahami bahwa itu adalah cara yang dipilihnya untuk sembuh dari trauma. Akting Steve Carell dan tatapan matanya akan mampu menarik Anda untuk ikut iba pada sosok Mark Hogancamp.

Film dengan Metafora

Film dengan Metafora

Di Marwen yang Mark ciptakan, adegan yang berlangsung hanya perang demi perang. Hal tersebut tentu bukan tanpa alasan. Ia adalah metafora yang menggambarkan perjuangan seorang Mark Hogancamp memerangi trauma di dalam dirinya.

Dalam film, di dunia Marwen, Mark ‘berperan’ sebagai Hogie yang selalu mendapat ancaman dan serangan dari lima orang tentara Nazi. Keadaan tersebut menggambarkan dirinya yang terus dihantui perisitiwa penyerangan di masa lalu.

Kemudian ada karakter Deja Thoris yang memang diceritakan sebagai sosok misterius; satu-satunya karakter di Marwen yang tidak berwujud manusia asli di kehidupan nyatanya. Deja ini digambarkan sebagai seorang penyihir dan mata-mata Nazi yang membuat hidupnya sebagai Hogie terancam. Deja digambarkan sebagai perempuan cantik berambut hijau kebiru-biruan.

Rupanya, ia adalah metafora dari pil yang selama ini Mark konsumsi. Pil tersebut berwarna hijau, persis seperti rambut Deja Thoris. Alih-alih membantu menyembuhkan trauma dan mengatasi serangan paniknya, pil tersebut ternyata membuat Mark ketergantungan tanpa efek berarti. Persis setelah Mark memutuskan membuang pil tersebut, lelaki ini mulai sembuh dari masalah mentalnya. Dia tidak lagi diganggu Deja Thoris.

Welcome to Marwen punya caranya sendiri untuk menyampaikan ida cerita mengenai upaya seseorang agar sembuh dari trauma. Walau mendapat rating buruk dari beberapa review aggregator, seperti Rotten Tomatoes dan Metacritics, pujian tetap datang terutama untuk akting Steve Carell. Apakah Anda penasaran dengan film ‘unik’ ini? Selamat menyaksikan! 

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram