bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Unicorn Store, Film Arahan Brie Larson

Ditulis oleh Yanyan Andryan
Unicorn Store
3.3
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Unicorn Store menjadi film pertama yang digarap oleh Brie Larson dalam debutnya sebagai seorang sutradara. Selain bertindak di belakang layar, ia juga berperan di film ini menjadi karakter utamanya yang bernama Kit. Larson juga mengajak lawan mainnya di film Captain Marvel, Samuel L. Jackson untuk bermain di filmnya ini dengan memerankan karakter The Salesman.

Film ini ditayangkan perdana selama bagian Presentasi Khusus di Festival Film Internasional Toronto 2017, dan dirilis pada 5 April 2019 oleh Netflix. Dalam situs Rotten Tomatoes, 64% kritikus memberikan ulasan positif untuk film tersebut berdasarkan 78 ulasan, dengan nilai rata-rata 5.96 / 10.

Sementara itu, Unicorn Store juga mendapat tinjauan yang beragam dengan kritikan sekaligus memuji potensi Larson sebagai pembuat film. Di sisi lain, kritikan tertuju kepada skenario filmnya yang terlalu "tidak dewasa" dan "aneh.”

Sinopsis

Unicorn Store
*https://thecinephiliacs.wordpress.com/2019/04/29/unicorn-store-2017-review/

Kit adalah seorang seniman yang harus menghadapi kenyataan jika karyanya tidak sukai oleh sebagian orang. Karena merasa sedikit hilang harapan, ia lalu mengambil pekerjaan sementara di sebuah agensi. Di tempat kerjanya itu, Kit bertemu dengan wakil presiden perusahaan, Gary, yang sangat canggung, dan mulai mendekati dirinya secara aneh.

Setelah beberapa hari bekerja, Kit menerima surat misterius dari seseorang yang mengaku sebagai “The Salesman.” Isi surat tersebut mengundang Kit agar datang ke tokonya karena menjual segala sesuatu yang dibutuhkannya. Saat Kit datang ke toko itu, Salesman lalu menawarkan kesempatan padanya untuk memenuhi fantasi masa kecilnya, yakni memiliki kuda unicorn.

Ia lalu harus mempersiapkan kepemilikan unicorn dengan memenuhi persyaratan khusus yang diberikan oleh Salesman kepadanya. Persyaratan tersebut nantinya akan dirinci dalam file yang diberikan kepada Kit satu persatu secara tak terduga.

File pertama kemudian menguraikan cara menyediakan kandang yang memadai untuk tempat tinggal unicorn. Kit mempekerjakan Virgil, seorang karyawan toko perangkat keras untuk membangun kandang. Tapi, Kit tidak memberi tahu kepadanya kegunaan dari kandang tersebut.

File kedua memberi tahu Kit bahwa dia harus bersiap memberi makan unicorn. Kit dan Virgil kemudian membeli jerami untuk bahan makanan kuda tersebut. Karena saling bekerjasama, keduanya menjadi dekat dan saling mengenal satu sama lain.

Sementara itu di tempat kerjanya, Gary meminta Kit untuk mempresentasikan promosi pemasaran alat penyedot debu kepada para eksekutif kantor dalam beberapa hari ke depan. Selama waktu ini, Kit menerima file berikutnya, dan mengetahui bahwa dia harus merawat unicorn dengan lingkungan yang penuh kasih sayang.

Pada akhir pekan, Kit mempersiapkan presentasi untuk pekerjaannya, dan dia melakukan diskusi dengan kedua orang tuanya. Namun, diskusi yang terjadi malah berubah menjadi pertengkaran adu mulut, yang memperparah ketegangan antara dia, dan orang tuanya.

Beberapa saat setelah momen itu, dia menemukan inspirasi untuk presentasinya, dan mulai bekerja sepanjang malam. Kit lalu menemukan file berikutnya yang mengatakan bahwa dirinya harus bisa memenuhi kebutuhan keuangan dalam merawat unicorn.

Esok harinya, presentasi Kit tidak diterima dengan baik oleh para eksekutif, dan klien kantornya. Hal itu membuat Kit memutuskan meninggalkan pekerjaannya, dan memilih untuk berkencan dengan Virgil. Ia kemudian meminta kepada Kit untuk menjelaskan rahasia tujuan dari pembuatan kandang yang sudah dikerjakannya selama ini.

Kit memberitahunya tentang toko unicorn, dan dia membawanya ke sana. Tapi toko tersebut sudah tidak ada, dan Kit berubah menjadi marah karena dia merasa dikhianati oleh Salesman. Virgil mengkhawatirkan pacarnya, dan mengatakan kepadanya bahwa mungkin dia telah ditipu oleh orang itu.

Dia lalu menyerah pada mimpinya memiliki unicorn, dan membuang semua karya seni yang pernah dibuatnya. Selepas kondisinya mulai tenang, Kit berusaha menemui Virgil, tetapi ia tidak bisa menghubunginya lagi.

Dia meninggalkan pesan permintaan maaf di voicemail agar dapat didengar oleh Virgil. Beberapa saat kemudian, Kit bertemu dengan Virgil, dan melihat bahwa pacarnya itu telah menyelesaikan kandang, menghiasinya dengan karya seni yang telah dia buang sebelumnya.

Tidak Terlalu Buruk untuk Seorang Sutradara Debutan

Tidak Terlalu Buruk untuk Seorang Sutradara Debutan
*https://www.stuff.co.nz/entertainment/celebrities/111520087/netflixs-unicorn-store-reteams-captain-marvels-brie-larson-samuel-l-jackson

Sebagian orang baru benar-benar mengenal akting Brie Larson saat dirinya tampil di Marvel Cinematic Universe (MCU) sebagai Carol Danvers/Captain Marvel. Tapi, bagi yang menggemari aktris kelahiran 1989 ini, dirinya sudah bermain di banyak film yang memperkenalkan bakat aktingnya, sebut saja ada Scott Pilgrim vs. the World, Kong: Skull Island, Room, hingga 21 Jump Street.

Bahkan, ketika dirinya bermain di film Room (2015) sebagai seorang ibu bernama Joy, Larson berhasil meraih penghargaan Aktris Terbaik dalam Academy Award di tahun 2016. Lewat pencapaiannya itu, reputasi Larson di dunia akting tidaklah buruk, dan sangat mumpuni. Sekarang dirinya menjadi bagian dari keluarga MCU, dan berada dalam franchise film superhero paling disukai saat ini di seluruh dunia.

Selepas meraih penghargaan Oscar, di tahun 2017 ia merilis sebuah film hasil garapannya sendiri yang berjudul Unicorn Store ini. Setelah menontonnya hingga akhir, film buatannya ini nampaknya berusaha menggali masa kecil yang pernah dialaminya. Hal itu pun bisa dilihat dari footage di menit awal yang memperlihatkan Larson semasa kecil, beserta keceriaan, dan kegembiraannya.

Meski begitu, Unicorn Store sebenarnya bukanlah film anak-anak. Film ini mencoba memperlihatkan kepada penonton bagaimana menyikapi pendewasaan diri, daripada terus-terusan memikirkan mimpi-mimpi fantasi yang selalu tercipta di masa kanak-kanak. Oleh karena itu, Larson menggambarkan dirinya yang sudah dewasa tapi tetap menginginkan kuda unicorn, yang tidak mungkin ada di dunia nyata.

Lewat arahan, dan aktingnya juga, ia cukup mampu memperlihatkan dua sisi berbeda dalam diri kit, dimana ia sudah dewasa dan mesti hidup mandiri, di sisi yang lain, sifat fantasi kanak-kanaknya masih tetap melekat dalam dirinya. Selain itu, lewat sudut pandangnya sebagai sutradara, visual film ini sangat cerah, penuh warna-warni, dan ia menciptakan detail-detail kecil yang mendukung penceritaanya.

Absurd dan Tidak Digarap Secara Matang

Absurd dan Tidak Digarap Secara Matang
*https://www.empireonline.com/movies/news/brie-larson-needs-life-assistance-unicorn-store-trailer/

Selain mendapatkan rating yang rata-rata di Rotten Tomates, dalam situs IMDB film ini pun mendapatkan nilai yang kurang lebih sama hanya berada dia angka 5,5. Sebagian orang mungkin telah menilai sedari awal jika Unicorn Store merupakan film yang tidak terlalu spesial, dan cenderung “meremehkannya”.

Asumsi itu mungkin ada benarnya jika dilihat dari sudut pandang skenario atau naskahnya film ini. Sebagai seorang debutan sutradara, pengarahan yang dilakukan oleh Larson tidak terlalu buruk, tapi beberapa adegan dieksekusi cukup absurd, kurang kuat dalam mengembangkan karakter. Naskah yang ditulis oleh Samantha McIntyre pun nyatanya tidak cukup membantu untuk membuat film ini terlihat keren.

Film ini pada akhirnya sedikit tidak jelas dalam menggambarkan dunia fantasi dengan dunia nyata yang sedang dihadapi oleh Kit. Unicorn Store juga sedikit ambigu dalam memilih sasaran penonton, film ini seperti kehilangan krisis identitas apakah harus menjadi tontonan anak-anak, atau untuk orang-orang dewasa.

Terlalu banyak hal absurd, dan sukar dimengerti oleh anak-anak jika film ini memang ditujukan kepada mereka. Tapi, tidak cocok juga film ini bagi orang-orang dewasa setelah terlalu banyak hal kekanak-kanakan yang diperlihatkan sepanjang Unicorn Store. Sangking banyaknya dialog yang aneh, metafora yang tidak terlalu penting, film ini sangat disayangkan eksekusi penceritaannya digarap kurang matang.

Selain itu juga, Larson yang bermain di film ini pun seolah seperti bermain sendiri, dengan pemain-pemain lainnya tidak mendukung, bahkan untuk sekelas Samuel L. Jackson ia belum terlalu mengikat bersama Larson di sini. Di sisi lain, Mamoudou Athie yang berperan sebagai Virigil, kekasihnya Kit, terlalu malu-malu berakting, seakan ia tidak percaya jika benar-benar bermain bersama aktris sekelas Brie Larson.

Menjadi Dewasa Itu Sulit

Menjadi Dewasa Itu Sulit
*https://filmdaze.net/unicorn-store-review/

Film ini digarap oleh Larson sungguh colorful, dan ia nampaknya berusaha membawa keceriaan, serta kebahagian di dalam Unicorn Store. Meski tidak seindah warna-warna yang ditawarkannya, film ini tetaplah absurd, tapi di lain sisi sebenarnya ada pesan penting yang ingin coba disampaikan olehnya dengan Unicorn Store ini.

Pesan penting yang dibawa oleh film ini terkait tentang sikap pendewasaan diri, dan Larson menjelaskan cukup baik sebenarnya dalam hal bahwa menjadi dewasa itu tidaklah mudah. Karena terlalu banyak metafora yang aneh, mungkin pesan tersebut sedikit tertutupi lewat adegan-adegan kurang matang, dan dialognya yang tidak digarap dengan matang.

Tapi, jika kita melihatnya secara penuh, maka pesan itu selalu muncul sepanjang film, bahkan sosok Kit pun memberikan pesan cukup jelas tentang pendewasaan itu sendiri. Dari karakternya saja ia masih terlihat kekanak-kanakan di usianya yang sudah besar, maka tak heran saat tumbuh dewasa ia diuji oleh realitas dunia yang tidak bisa memberikan keinginannya dari kecil untuk memiliki kuda unicorn.

Kita yang menontonnya mungkin akan disadarkan jika harus merelakan mimpi-mimpi imajinatif sewaktu masih anak-anak sebelum nantinya bertumbuh dewasa. Jika hal tersebut tidak bisa dilepaskan, mungkin kita akan bersikap childish seperti Kit di film ini, dan mimpi-mimpi itu terus membayangi kita hingga sampai tua nanti.

Pada akhirnya, sosok Kit ini mengajarkan kita sebagai penontonnya untuk jangan memaksakan bahwa “mereka” atau dunia harus mau mengerti keinginan yang kita harapkan. Itu justru terlihat sungguh egois, dan bukan sebagai bentuk pendewasaan diri. Bersikap berbesar hati, dan menerima realitas diri sendiri secara bijak adalah hal penting yang ingin disampaikan oleh film ini secara keseluruhan.

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram