bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review The Last Laugh, Komedian Kembali dari Pensiun

Ditulis oleh Dhany Wahyudi
The Last Laugh
2.3
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Ketika pensiunan manajer artis Al Hart bertemu kembali dengan artis pertama yang ditanganinya dahulu, Buddy Green, seorang komedian yang berhenti dari dunia hiburan 50 tahun lalu, dia meyakinkan Buddy untuk pergi dari panti jompo dan memulai tur komedi lintas negara. Film comedy ini mempertemukan Chevy Chase dan Richard Dreyfuss untuk pertama kalinya dalam sebuah film.

The Last Laugh adalah original film Netflix yang dirilis pada 11 Januari 2019. Faktor utama yang menarik dari film ini ialah bertemunya dua aktor lawas yang pernah populer di masa jaya mereka dahulu. Selain itu, premis ceritanya juga menarik dan seakan sesuai dengan kehidupan nyata kedua aktor utamanya. Tapi apakah hasilnya sesuai dengan harapan? Simak review kami terlebih dahulu ya!

Sinopsis

YouTube video

Al Hart (Chevy Chase) adalah mantan manajer artis yang terpaksa memasuki masa pensiun ketika ditinggal oleh artis terakhirnya. Hal ini didukung oleh cucunya yang tidak ingin dia hidup sendirian dan menawarkannya untuk tinggal di sebuah panti jompo eksklusif. Awalnya dia tidak ingin, tetapi setelah bertemu dengan Buddy Green (Richard Dreyfuss), dia memilih untuk pindah kesana.

Buddy adalah artis pertama yang diorbitkan oleh Al 50 tahun yang lalu yang berhenti dari dunia hiburan saat berada di puncak popularitasnya. Setelah peristiwa penolakan Buddy untuk hadir di acara The Ed Sullivan Show yang populer pada tahun 1960an, Buddy bekerja sebagai ahli pediatric yang sukses. Sementara itu, Al tetap berkecimpung di dunia hiburan hingga meraih kesuksesan.

Setelah melihat Buddy tidak kehilangan selera humornya, Al berniat untuk mengajak Buddy melakukan tur stand-up comedy menuju New York. Sempat ragu, akhirnya Buddy menyetujui ketika dia tidak menemukan tujuan hidup setelah kematian kekasihnya di panti jompo itu. Mereka pergi dari panti jompo dan mulai merintis karir kembali dari beberapa event kecil di berbagai klub comedy.

Bersama mereka mengalami berbagai pengalaman menarik juga menegangkan yang semakin mempererat hubungan mereka yang sempat terputus. Hingga setiba di Kansas, Al bertemu dengan Doris (Andie MacDowell) dan jatuh cinta padanya. Doris kemudian mengiringi mereka dalam perjalanan menuju New York dengan beberapa perhentian untuk melakukan show kecil.

Al menjanjikan Buddy untuk tampil di acara The Late Show with Stephen Colbert di gedung yang sama dengan acara The Ed Sullivan Show dahulu. Sayangnya, pihak acara tidak bisa memasukkan Buddy sebagai pengisi acaranya. Al berat untuk memberitahukannya kepada Buddy, sama halnya dengan Buddy yang berat untuk memberitahukan kondisi kesehatannya kepada Al.

Ketika putra Buddy dan cucu Al datang menjemput mereka di sebuah klub, semua rahasia yang tersimpan terbuka sudah. Al sempat mengurungkan niatnya untuk terus maju menuju New York dengan alasan kesehatan Buddy, tapi Buddy sendiri menolaknya dan ingin terus melakukan hal yang disukainya sejak dahulu. Kali ini, putra Buddy dan cucu Al mengikuti mereka ke New York, dan Doris kembali ke Kansas.

Atas bantuan seorang stand-up comedian senior yang biasa mengisi acara tersebut, Buddy berhasil tampil memukau para pemirsa dengan disaksikan oleh seluruh teman dan kerabat mereka melalui layar TV.

Pertemuan Dua Aktor Gaek

Pertemuan Dua Aktor Gaek

Saat masa jayanya, Chevy Chase dan Richard Dreyfuss tidak pernah bertemu dalam satu produksi film. Terlebih karena mereka tampil di genre yang berbeda. Chase setia dengan film-film komedinya, dan Dreyfuss lebih dekat dengan film-film drama berkualitas. Dan untungnya, di usia senja, mereka berhasil dipersatukan dengan membawa kharisma masing-masing.

Chevy Chase tampil dengan karakter di zona amannya yang kalem dan sering menampilkan kekikukan. Sedangkan Richard Dreyfuss terkesan lebih santai dengan dialog lucu yang terlontar ringan dan bisa memancing tawa, seolah-olah dia tidak ada beban dan tampil natural. Chemistry di antara mereka cukup baik, meski masih terasa ada secuil jarak yang sulit untuk dijelaskan.

Mereka berdua bukanlah aktor sembarangan. Chevy Chase adalah peraih Emmy Awards saat masih di Saturday Night Live dan Richard Dreyfuss lebih dahsyat lagi, dia adalah peraih Oscar sebagai Best Actor lewat film The Goodbye Girl (1978) dan dinominasikan sekali lagi lewat film Mr. Holland’s Opus (1995). Sepertinya prestasi besar mereka masih kuat untuk mengapungkan nama mereka di Hollywood.

Naskah yang Dangkal

Naskah yang Dangkal

Sayangnya, penampilan menarik dari Chase dan Dreyfuss tidak didukung oleh naskah yang baik. Sutradara Greg Pritikin yang juga menulis naskahnya sendiri, tidak mampu menghadirkan alur cerita yang berbeda dari film bertema road movie lainnya. Semua sesuai dengan elemen standar yang sangat mudah tertebak. Pola standar “pertemuan-hubungan erat-konflik-happy ending” mengawal kisah film.

Tidak ada hal baru yang diberikan, apalagi mengejutkan. Hanya saja, Pritikin mampu mengolah dialog yang baik dengan sentilan humor yang cukup menggelitik. Itu juga tentu saja didukung oleh aktor yang mengucapkannya. Pritikin, yang bertanggung jawab dengan buruknya naskah film Movie 43 (2013) ini, seolah tidak punya ide lain bagi cerita film garapannya.

Menolak untuk Pensiun

Menolak untuk Pensiun

Menjadi tua dan memasuki masa pensiun tidaklah mudah bagi semua orang. Kekuatan tubuh yang sudah mulai melemah bisa jadi mengurangi semangat untuk menikmati hidup, apalagi bagi pensiunan yang tidak punya kegiatan lain setelahnya. Inilah yang dirasakan oleh Al dan Buddy. Terutama Al yang diakuinya jika dia bukan orang dengan tipe “kerja untuk hidup” tapi “hidup untuk kerja”.

Kalimat ini dia ucapkan ketika dia berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkan impian Buddy agar bisa tampil di acara yang dahulu dia pergi meninggalkannya sebelum sempat hadir disana. Uang tidak masalah baginya, yang penting adalah bagaimana melihat temannya bisa mencapai apa yang diinginkannya, yang bisa jadi merupakan kesempatan terakhirnya dalam hidup.

Sedangkan Buddy, meski sudah mengenyam kehidupan normal sebagai warga sipil dengan keahliannya di bidang kesehatan, impian untuk mewujudkan keinginan masa mudanya masih kuat. Apalagi motivasinya untuk comeback ini adalah dia ingin mati saat melakukan apa yang dia cintai, seperti yang disampaikan kepada putranya yang kemudian berlinang air mata.

Ya, memang The Last Laugh bukanlah film comedy yang berbeda, cenderung standar sesuai pola pada umumnya, tapi penampilan kedua aktor utamanya mampu mengikat kita dalam misi mereka demi menuntaskan mimpi sebelum ajal tiba menjemput mereka. Dialog yang baik dalam memancing senyum dan tawa mampu menutupi kedangkalan naskahnya.

Meski berbagai media review film tidak ada yang memberikan rating film ini di atas 50 dari skala 100, tapi menonton film ini tidak akan membuat waktu kita sia-sia, apalagi bagi fans setia Chevy Chase dan Richard Dreyfuss. Masukkan dalam watchlist, nikmati perjalanan mereka melintasi Amerika bahkan hingga ke Meksiko yang berwarna dan abaikan saja plot ceritanya yang klise. It’s never too late to chase a dream!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram