bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Sang Penari, Kisah Ronggeng Dukuh Paruk

Ditulis oleh Sri Sulistiyani
Sang Penari
4
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Ronggeng merupakan sebuah kesenian tari yang menjadi tradisi masyarakat Indonesia. Saat ini, pementasan ronggeng memang hanya ditujukan untuk tujuan hiburan dan menjaga budaya. N amun tahukah kamu jika kesenian ini adalah kesenian yang cukup sakral di zaman dahulu?

Melalui film berjudul Sang Penari yang diangkat dari novel best seller Ronggeng Dukuh Paruk, kamu bisa mempelajari banyak hal mengenai kesenian ronggeng, tradisi, budaya, hingga sejarah bangsa Indonesia. Berikut review dan sinopsisnya!

Sinopsis

sang-penari-1_

Kisah pada film Sang Penari dimulai di tahun 1953 di sebuah desa bernama Dukuh Paruk yang terletak di Banyumas, Jawa Tengah. Dukuh Paruk memiliki tradisi ronggeng sebagai cara mereka menjaga warisan leluhur Ki Secamenggala. Mereka selalu memiliki seorang ronggeng cantik yang dipuja puja dan dielu-elukan.

Pada tahun 1953 tersebut, terjadi wabah yang membuat banyak orang Dukuh Paruk termasuk sang ronggeng meninggal akibat memakan tempe bongkrek yang dibuat Santayib. Santayib juga tewas dan meninggalkan putrinya, Srintil, yang sejak kecil bercita-cita menjadi ronggeng. Di tahun 1963, Srintil yang sudah dewasa pun digadang gadang menjadi penerus ronggeng Dukuh Paruk.

Srintil memiliki teman sejak kecil yang bernama Rasus. Seiring kedekatan mereka, Rasus dan Srintil pun saling mencintai. Namun Srintil tetap bercita-cita untuk menjadi ronggeng sebagai wujud baktinya pada Dukuh Paruk dan untuk menebus kesalahan orang tuanya. Sang kakek, Sukarya pun meyakinkan dukun ronggeng Dukuh Paruk, Kertareja, bahwa Srintil telah dipilih leluhur sebagai ronggeng.

Meski Srintil telah memperlihatkan kemampuannya menari, Kertareja belum percaya. Rasus yang melihat Srintil sangat berambisi menjadi ronggeng kemudian membantunya dengan memberikan pusaka milik ronggeng sebelumnya. Kertareja pun percaya jika leluhur telah memilih Srintil menjadi ronggeng. Dukuh Paruk akhirnya merayakan kembalinya ronggeng di desa mereka.

Namun menjadi ronggeng bukanlah sekedar menari di depan warga saja. Srintil juga harus merelakan dirinya untuk menjadi “milik bersama”. Pada malam yang dinamakan “buka kelambu”, Srintil harus merelakan keperawanannya untuk penawar tertinggi. Setelah itu, ia pun harus melayani para pria di desa tersebut.

Hal tersebut sudah menjadi kewajiban seorang ronggeng. Para istri dari pria-pria ini pun merelakan dengan senang hati karena hal itu dianggap akan membawa berkah bagi kehidupan rumah tangga mereka. Namun Rasus yang mencintai Srintil tidak bisa menerima hal tersebut. Di malam “buka kelambu”, Rasus mengajak Srintil berhubungan badan dengannya sebelum melayani para pria.

Rasus yang tetap tidak bisa menerima kondisi Srintil setelah menjadi ronggeng pun pergi dari Dukuh Paruk dan bergabung menjadi tentara. Sementara kesenian ronggeng di Dukuh Paruk semakin berjaya. Hingga tanpa mereka sadari seorang simpatisan PKI bernama Bakar menyusup ke kampung mereka dan menanamkan ideologi komunisme ke seluruh penduduk kampung.

Bakar memanfaatkan kesenian ronggeng dan ketidaktahuan masyarakat Dukuh Paruk untuk membuat mereka bergabung dengan PKI. Setelah terjadinya pergolakan politik di tahun 1965, Rasus dan para tentara lain pun ditugaskan untuk menangkap semua orang yang tercatat sebagai simpatisan PKI, termasuk orang-orang di Dukuh Paruk.

Orang-orang di Dukuh Paruk yang tidak tahu menahu dan hanya ikut-ikutan pun harus terseret dan dianggap sebagai simpatisan PKI, termasuk Srintil. Kekacauan pun terjadi di Dukuh Paruk, semua orang ditangkap. Saat Rasus datang untuk mencari Srintil, Dukuh Paruk sudah kosong dan rusak berantakan. Rasus kemudian berusaha mencari info mengenai keberadaan Srintil.

Dari seorang teman tentaranya, Rasus berhasil menemukan alamat kamp konsentrasi tempat Srintil ditangkap. Namun Rasus baru datang tepat saat Srintil dibawa oleh sebuah gerbong kereta bersama para tentara dan warga lainnya yang ditangkap. Sepuluh tahun kemudian, Rasus bertemu dengan seorang ronggeng yang mirip dengan Srintil.

Rasus memberikan pusaka yang dulu ia berikan pada Srintil dan ia temukan saat Dukuh Paruk mengalami kekacauan. Ronggeng tersebut menerimanya, meski seolah tak mengenal Rasus. Ronggeng itu pun pergi, namun Rasus tersenyum pada dirinya seolah mengenalinya sebagai Srintil.

Kisah Fiksi yang Dibalut Budaya, Tradisi, dan Sejarah

sang-penari-2_

Kisah mengenai Rasus dan Srintil dalam film Sang Penari mungkin hanyalah kisah fiksi. Namun, alur cerita film ini dikemas cukup baik dengan menggabungkan kisah fiksi tersebut dengan budaya, tradisi, dan sejarah. Dari film yang berdurasi 119 menit ini, kita bisa mengenal banyak tradisi dan budaya Indonesia, terutama tradisi mengenai kesenian ronggeng.

Dari adegan-adegan dalam film ini, kita bisa melihat bagaimana kesenian ronggeng menjadi sesuatu yang sakral pada kurun waktu tersebut. Begitu pula dengan tradisi dan budaya lain yang dianut oleh masyarakat Jawa di masa itu, mulai dari mata pencaharian, ritual keagamaan, pakaian, dan elemen-elemen budaya lainnya.

Film ini juga mengangkat kisah sejarah dalam alur ceritanya, yaitu mengenai sejarah kelam Indonesia pada tahun 1965 saat terjadinya pergolakan politik yang melibatkan Partai Komunis Indonesia atau PKI. Film ini mencoba menceritakan sejarah tersebut dari sudut pandang lain, yaitu dari rakyat kecil yang tidak tahu apa-apa namun harus ikut terseret dan menjadi korban pergolakan politik tersebut.

Seluruh Aspek Film yang Dibuat Secara Totalitas

sang-penari-3_

Film Sang Penari tampak begitu memperhatikan keseluruhan aspek yang muncul di hadapan kamera bahkan hingga hal-hal detail sekalipun. Dari segi totalitas akting para pemainnya, Prisia Nasution dan Oka Antara memerankan karakter mereka masing-masing dengan sangat baik. Dari segi logat bicara hingga gesture, keduanya seolah benar-benar menjadi Srintil dan Rasus.

Tak hanya pemeran utamanya, para pemeran pendukung hingga figuran pun berakting dengan natural dan mendalami karakternya masing-masing. Begitu pula dengan properti, dekorasi, wardrobe, hingga tata sinematografi yang dipikirkan secara detail hingga kita seolah benar-benar melihat bagaimana kondisi Dukuh paruk pada masa era 1960-an.

Film ini membuat setting lokasi pedesaan yang sangat natural, begitu pula dengan kostum hingga make up para pemainnya. Filter sinematografi dengan warna-warna hangat pun seolah menghidupkan nuansa tahun 1960-an.

Raihan Prestasi dari Tingkat Nasional Sampai Internasional

sang-penari-4_

Kesuksesan film Sang Penari juga dibuktikan dengan sederet prestasi dan penghargaan yang diraih oleh film ini. Pada ajang Festival Film Indonesia 2011, film ini memenangkan kategori utama sebagai Film Terbaik. Selain itu, Sang Penari juga memenangkan penghargaan untuk Sutradara Terbaik, Pemeran Utama Wanita Terbaik, dan Pemeran Pendukung Wanita Terbaik.

Film ini juga masuk dalam 5 nominasi lainnya, yaitu Skenario Terbaik, Sinematografi Terbaik, Penata Artistik Terbaik, Pemeran Utama Laki-Laki Terbaik, dan Pemeran Pendukung Laki-Laki Terbaik. Di tahun 2012, Sang Penari juga diajukan dalam ajang Academy Award dalam kategori Film Bahasa Asing Terbaik.

Itulah review dan sinopsis dari film Sang Penari yang akan mengajakmu mengenal lebih dalam mengenai tradisi ronggeng hingga berbagai peristiwa sejarah di Indonesia. Apakah kamu sudah selesai menonton filmnya? Apa yang kamu pelajari setelah menonton kisah Rasus dan Srintil di film Sang Penari ini? Bagikan tanggapanmu di kolom komentar ya!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram