bacaterus web banner retina

Sinopsis dan Review Ponyo on The Cliff by The Sea (2008)

Ditulis oleh Desi Puji Lestari
Ponyo on The Cliff by The Sea
4
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Seekor makhluk kecil menyelinap kabur dari adik-adik dan ayahnya yang penyihir menuju permukaan laut. Di sana tanpa sengaja dia terjaring dan terjebak dalam sebuah toples kaca. Beruntung seorang anak lelaki bernama Sōsuke menemukannya. Anak itu kemudian memberi nama Ponyo pada teman barunya.

Tak lama, Ponyo berhasil diambil kembali oleh sang ayah. Namun, keinginannya untuk jadi manusia terlalu kuat. Dia teringat Sōsuke dan menyukainya. Keinginan Ponyo membuat sebuah insiden terjadi hingga mengakibatkan air laut menenggelamkan kota.

Lalu bisakah keadaan kembali seperti semula? Ponyo on The Cliff by The Sea (2008) bisa menjawabnya untuk Anda. Sebelum itu, simak sinopsis dan ulasannya yuk!

Sinopsis

Sinopsis

Di bawah laut terlihat seorang penyihir  dikelilingi banyak ikan, ubur-ubur dan makhluk lainnya sedang melakukan sesuatu. Dari kapal selam yang merupakan kendaraannya, sesosok makhluk kecil berwarna merah jambu, si anak penyihir, menyelinap kabur lalu mengapung bersama ubur-ubur. Rupanya ayah dan anak itu tengah bertamasya. Belakangan diketahui bahwa penyihir tersebut pernah menjadi manusia. Dia bernama Fujimoto (George Tokoro).

Makhluk kecil itu sampai ke permukaan. Dari atas permukaan air dan masih di dalam ubur-ubur, ia melihat seorang anak laki-laki bernama Sōsuke (Hiroki Doi). Tak lama sebuah kapal datang dan berhasil menangkapnya bersama ikan dan benda-benda lain menggunakan jaring. Ia pun terjebak dalam sebuah botol tapi berhasil melarikan diri kemudian terdampar di pinggir air.

Sōsuke kebetulan melihatnya dan mengira bahwa itu ikan mas koki. Dia berusaha mengeluarkan makhluk kecil tersebut dari botol tapi kesulitan. Sōsuke lalu memecahkan botol itu dan berhasil mengeluarkan si makhluk kecil yang sudah dalam keadaan pingsan.

Dia berlari ke arah rumah dan berteriak kegirangan karena berhasil menangkap ikan mas koki. Tanpa disadari ada tiga makhluk laut aneh berupa gulungan ombak menuju ke arahnya. Beruntung Sōsuke berhasil lolos. Mereka rupanya utusan Fujimoto yang kebingungan mencari anaknya. Dari sana, Fujimoto tahu bahwa sang putri berada dengan manusia.

Sōsuke memasukkan makhluk kecil tersebut ke dalam ember berisi air. Tak lama dia kembali sadar dan membuat anak lelaki itu gembira. Di saat bersamaan Fujimoto naik ke darat, bertepatan dengan Sōsuke yang bersiap pergi ke sekolah diantar Lisa (Tomoko Yamaguchi); sembari tak lupa membawa ‘ikan mas koki’ temuannya.

Fujimoto terlihat menyamar sebagai penyemprot pestisida. Melihatnya semakin dekat, Lisa yang tidak mengetahui asal-usul lelaki ini berani menegurnya, setelah itu dia mulai menjalankan mobil. Fujimoto merasa ini bukan hal baik.

Di perjalanan, Sōsuke memberi nama ikan mas kokinya dengan sebutan Ponyo. Dia menyebut Ponyo bisa sihir karena menyembuhkan luka dengan menjilatinya. Tanpa mereka sadari, Fujimoto mengikuti dari aliran air yang ada di sisi lain jalan.

Lisa dan Sōsuke sampai di tempat tujuan. Anak lelaki itu menyimpan ember berisi Ponyo di antara pepohonan dan menutupinya dengan selembar daun. Dia berusaha menyembunyikan Ponyo dari orang-orang. Namun, salah satu temannya bernama Kumiko (Emi Hiraoka) mengetahuinya. Sōsuke kemudian memindahkan Ponyo hingga ke area Panti Jompo yang memang dekat dengan sekolahnya.

Pada nenek Yoshie dan satu nenek lainnya yang sedang duduk bersantai di kursi roda, Sōsuke memperlihatkan dan mengenalkan Ponyo. Anak lelaki itu bercerita mengenai kekuatan sihir Ponyo yang disambut dengan antusias dan rasa penasaran nenek Yoshie untuk mencobanya. Sementara nenek Toki yang datang kemudian justru takut dan meminta Sōsuke segera mengembalikannya ke laut karena jika tidak bisa menyebabkan tsunami.

Ponyo tidak suka dengan perkataan nenek Toki dan menyemburnya hingga membuat baju sang nenek basah. Sōsuke lalu kabur membawa ikan mas koki miliknya bersembunyi. Saat itulah dia mendengar Ponyo menyebut namanya; menirukan Lisa.

Saat keduanya sedang asyik, Fujimoto beserta pasukan ombaknya datang dan berhasil membawa Ponyo pergi. Sōsuke sedih kehilangan teman barunya secepat itu. Sementara itu, Lisa juga kesal dan sedih karena suaminya, Kōichi (Kazushige Nagashima), sekaligus ayah Sōsuke yang pelaut tidak jadi pulang. Ibu dan anak itu saling menghibur.

Di bawah air, Fujimoto mengingatkan Ponyo bahwa darah dan napas manusia itu kotor. Ponyo merajuk ingin makan ham, seperti yang diberikan Sōsuke padanya beberapa saat lalu, dan menolak makanan pemberian ayahnya. Dia juga protes tidak suka dipanggil Brunhilde, lebih suka dipanggil Ponyo. Mengejutkannya lagi, Ponyo ingin menjadi manusia.

Sekalipun pernah menjadi manusia, Fujimoto tidak menyukainya, karena manusia adalah makhluk bodoh dan menjijikan. Mereka hanya bisa merampas kehidupan dari laut sehingga dia bersusah payah berhenti jadi manusia.

Ponyo terus merajuk, kali ini menginginkan kaki dan tangan seperti Sōsuke. Sejurus kemudian keajaiban pun terjadi: Ponyo punya tangan dan kaki. Hal ini tentu mengejutkan Fujimoto. Dia langsung tahu bahwa sebelumnya Brunhilde sudah menjilat darah manusia dan membuat DNA sang putri tercemari.

Sempat kewalahan menahan kekuatan Ponyo, Fujimoto yang menginginkan anaknya tetap polos dan suci berhasil mengendalikannya. Ponyo pun berubah kembali ke keadaan tubuhnya yang semula. Rupanya benar, kekuatan Fujimoto tidak terlalu besar dan hanya sementara. Dia lantas berpikir untuk meminta bantuan ibu Brunhilde.

Fujimoto kemudian terlihat membawa sebuah ramuan ke ruang bawah tanah. Dia bersyukur tidak ada kebocoran di sana karena jika ada yang masuk, bisa berbahaya. Tak lama dia menuangkan ramuan yang dibawanya ke sebuah sumur. Rupanya ramuan tersebut berisi kekuatan laut.

Ketika sumur itu penuh oleh ramuan, maka kejayaan laut akan kembali dan era manusia akan musnah. Berhasilkah Fujimoto menyelesaikan misinya yang mengancam keberlangsungan manusia? Apa yang akan terjadi pada Ponyo?

Gabungan Dunia Fantasi dan Manusia yang Menyenangkan

Gabungan Dunia Fantasi dan Manusia yang Menyenangkan

Ponyo on The Cliff by The Sea (2008) masih mengusung formula yang sama seperti beberapa film Studio Ghibli lain, di antaranya Spirited Away, (2001), Howl in The Castle (2004) atau Princess Mononoke (1997) yaitu menggabungkan dunia manusia dan fantasi. Keterjalinan cerita antara dua dunia yang berbeda dalam film ini, diciptakan melalui dua karakter anak-anak yang menggemaskan yaitu Sōsuke dan Ponyo.

Berbeda dengan Spirited Away yang penuh dengan makhluk-makhluk gaib dan pengalaman menyeramkan, Ponyo tampil ceria sekalipun konfliknya sendiri sebenarnya cukup serius karena berurusan dengan ramuan yang mengacaukan seisi laut. Namun, karena pembawaan dua karakter utama di sini yang sengaja diciptakan polos, film dapat dinikmati secara lebih ringan dan asyik.

Petualangan mereka bertemu hewan-hewan laut yang tiba-tiba mengisi seluruh kota tidak terasa mengerikan melainkan justru menyenangkan. Semua termasuk berkat grafisnya yang mulus, detail hingga membuat pengalaman keduanya tampak nyata.

Saat menonton film ini Anda akan melihat grafis dari ombak yang besar dan bergulung-gulung, ikan purbakala dan tampilan Dewi Laut yang cantik. Semuanya akan membuat Anda terpukau. Terutama scene ketika ombak menerjang yang ternyata terinspirasi dari lukisan The Wave Off karya Hokusai. Ia bahkan mengesankan divisi kreatif dari Studio Pixar, lho!

Kisah Anak Dewi Laut dan Anak Manusia

Kisah Anak Dewi Laut dan Anak Manusia

Ponyo on The Cliff by The Sea (2008) pas jadi tontonan anak-anak karena ceritanya memang seputar petualangan bocah usia 5 tahun. Kedekatan antara Sōsuke dan Ponyo yang polos serta tulus bisa kembali mengingatkan Anda terhadap masa kecil yang penuh tenaga, antusias dan riang.

Mereka bukan hanya diceritakan bersahabat tapi juga menyinggung soal perjodohan. Ponyo yang begitu ingin menjadi manusia membuat kedua orangtuanya, penyihir dan Dewi Laut, merasa bahwa anaknya sangat menyukai Sōsuke. Entah apakah di Jepang sana perjodohan anak-anak jadi satu yang lumrah, tapi scene ini mungkin agak menimbulkan pertanyaan. 

Di akhir film ada dialog yang sebenarnya agak ganjil jika diucapkan pada anak usia lima tahun, yaitu ketika Dewi Laut bicara pada Sōsuke mengenai penerimaan dan perjodohan. Anak seukuran Sōsuke rasanya belum bisa berpikir jangka panjang mengenai itu tapi Dewi Laut berbicara seolah-olah Sōsuke adalah lelaki dewasa.

Film Animasi Ghibli dan Pesan Moral

Film Animasi Ghibli dan Pesan Moral

Diiringi dengan scoring yang mendukung tiap scene, keindahan cerita Ponyo semakin terasa. Suara gelembung-gelembung dan kecipak air, deburan ombak, angin, hingga instrument indah yang dimainkan tim audio sangat cantik. Keindahan itu membuat pesan moral dalam film ini lebih terasa oleh hati.

Sama seperti kebanyakan film dari Studio Ghibli, Ponyo on The Cliff by The Sea (2008) punya moral value yang ditawarkan. Ia bukan sekadar animasi dengan desain grafis yang mumpuni melainkan punya pesan-pesan berarti, terutama mengenai keserakahan yang menyebabkan kutukan. Ia juga mengingatkan kita untuk bisa menerima siapapun apa adanya dan yang pasti, tetap riang gembira di segala suasana, seperti Sōsuke dan Ponyo.

Ponyo on The Cliff by The Sea (2008) dibuat menggunakan metode tradisional dengan cara digambar secara manual. Setidaknya ada 170 ribu lembar gambar yang dibutuhkan untuk menyusun film berdurasi 101 menit ini. Tidak heran karena kualitasnya memang begitu istimewa. Butuh tontonan menghibur di akhir pekan tapi bosan dengan film live action, film animasi Ghibli ini bisa jadi alternatif. Selamat menonton!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram