bacaterus web banner retina

Sinopsis dan Review Film Out of My League (2021)

Ditulis oleh Siti Hasanah
Out of My League
3.1
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Premis dari film Out of My League adalah seorang gadis penderita penyakit mukovisidosis mematikan yang ingin menikmati hidup sebelum ajal menjemput.

Alih-alih ikut terapi ini itu, ia malah ingin merasakan serunya berkencan dengan pria paling popular se-Italia. Biar hidupnya terasa lebih puas, katanya. Jadi, saat ia kalah dari penyakit bawaannya itu, ia bisa meninggal dengan tenang.

Bagian ini terdengar cukup mengharukan. Apalagi si gadis yang menjadi tokoh utama kita terlihat terlihat optimis dan realistis, berbanding terbalik dengan situasinya.

Bagaimana petualangan Marta (Ludavica Francesconi) si gadis nyentrik yang berkelana mencari cinta sebelum ia meninggal? Berikut ini sinopsis dan ulasan singkat dari film yang berdurasi 1 jam 30 menit ini.

Baca juga: Review & Sinopsis Film Drama Komedi Leyla Everlasting

Sinopsis

Sinopsis
  • Tahun Rilis: 2021
  • Genre: Comedy, Drama, Romance
  • Produksi: Eagle Pictures, Film Comiccion Torino-Piemonte
  • Sutradara: Alice Filippi
  • Pemeran: Ludovica Francesconi, Giuseppe Maggio, Gaja Masciale, Jozef Gjura, Eleanora Gaggera

Seperti yang disinggung di atas, kisah dalam Out of League mengikuti Marta, seorang gadis penderita penyakit genetik mukovisidosis. Dokter memvonis hidupnya tidak akan lama lagi. Sejak kecil Marta tidak pernah jauh dari perawatan dokter.

Sayangnya penyakitnya termasuk langka dan banyak dokter yang menyerah sehingga ia kerap gonta-ganti dokter. Sejak ditangani oleh Dokter Gianni Bisacca (Gianni Bisacca), ia tak mau ganti dokter lagi. Marta sudah mempercayakan perawatan dirinya pada dokter senior itu.

Marta adalah anak yatim piatu sejak usia 3 tahun. Orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil. Kini ia hanya punya sahabatnya, Jacopo (Jozef Gjura) dan Federica (Gaja Masciale). Kedua temannya adalah satu-satunya keluarga yang Marta punya.

Selain mewariskan penyakit, orang tua Marta mewariskan sebuah rumah untuknya. Di rumah itulah Marta dan kedua temannya tinggal. Mereka sudah kenal sejak kecil oleh sebab itu, mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan saat Marta kambuh.

Terdengar menyedihkan, ya? Tapi Marta si gadis malang ini punya sisi optimistis dan hidup sesuai dengan keinginannya. Ia tidak larut dalam kesedihan walaupun tahu dirinya tidak akan berumur panjang. Agar kehidupannya sempurna, ia ingin merasakan serunya punya pacar.

Tinder menjadi medianya untuk mendapatkan lelaki yang menarik baginya. Namun, lelaki di aplikasi kencan itu tidak membuatnya berdebar. Suatu hari ia melihat Arturo Selva (Giuseppe Maggio) dan membuatnya tertarik. Ia bertekad untuk berkencan dengannya.

Rupanya Marta benar-benar serius dengan keinginannya. Ia menguntit Arturo ke mana pun pria itu pergi, mengamati kegiatan sehari-harinya, mengumpulkan informasi tentang dirinya, kesukaan dan kebiasaannya.

Arturo adalah seorang anak dari keluarga terpandang di Turin. Suatu hari Marta kedapatan menguntitnya. Karena sebuah insiden konyol, terjadilah kesepakatan untuk makan malam bersama. Makan malam tersebut rupanya tidak sesuai dengan harapan Marta.

Gadis itu pulang dengan membawa rasa kesal pada Arturo yang telah mempermainkannya. Di sisi lain, Arturo pun merasa bersalah karena hal itu. Sebagai penebusan kesalahannya, ia mengajak Marta makan malam. Di sinilah Arturo menemukan sisi lain yang menarik dari seorang Marta.

Namun, ia harus menerima kenyataan bahwa Marta tidak seperti orang kebanyakan. Ia mengidap penyakit yang membuatnya tidak bisa berbuat sesuka hatinya. Rupanya Arturo tidak pedulikan hal itu. Ia justru semakin giat membantu Marta menemukan obat untuk penyakit Marta.

Kisah ditutup dengan Marta dan Arturo menikah dan disaksikan oleh dua sahabat terbaik dan keluarga terdekat Arturo. Itu aja? Ya, begitulah alurnya.

Jalan Cerita Sederhana dan Pace yang Cepat

Jalan Cerita Sederhana dan Pace yang Cepat

Setelah sebelumnya menonton film dan serial yang berat-berat plus tegang, Out of My League memberikan saya tontonan yang menghibur. Jalan ceritanya ringan dan cukup seru untuk membuat penonton melupakan ketegangan syarat pasca disuguhi tontonan esktrem.

Namun, ada yang mengganjal di benak saya. Premis yang diangkat sebetulnya bisa jadi kekuatan yang membuat kisah Marta dan Arturo lebih hidup. Ekspektasi saya ketika menonton adalah Marta dan Arturo mempunyai hubungan yang lebih berkesan. Namun, sayangnya saya tidak merasakan hal itu.

Pace yang cepat dari saat Marta bertemu dengan Arturo, kemudian ia melancarkan aksinya menguntit pria itu, lalu mereka sepakat untuk makam malam dan Arturo perlahan mulai jatuh cinta pada Marta menimbulkan kesan terburu-buru.

Dengan pace secepat ini pengembangan karakternya dan ceritanya terasa tidak mendalam. Plot dalam film ini rupanya tidak cukup untuk menampilkan hubungan Marta dan Arturo yang dramatis. Saya berharap bakal ada kisah lebih seru setelah Arturo mengetahui penyakit Marta.

Namun, mendekati akhir cerita, Arturo hanya ditampilkan sibuk ke sana kemari mencari dokter dan terapi yang lebih canggih untuk mengobati Marta, lalu kisah ditutup dengan Marta dan Arturo yang berjalan ke altar yang dibuat untuk pernikahan mereka.

Bagian lain yang saya sayangkan adalah karakter Federica dan Jacopo. Sebagai sahabat yang telah bersama sejak kecil, bahkan kini tinggal serumah, kedua sahabat ini kurang mendapat ditampilkan sehingga tidak begitu terlihat perannya orang yang penting di kehidupan Marta.

Komedi yang Segar

Komedi yang Segar

Saya tidak begitu kecewa dengan film Out of My League ini. Pasalnya saya menyukai karakter Marta yang optimis, periang dan lebih memilih menikmati sisa hidup tidak lama itu dibanding menuruti saran dokter untuk fokus pada penyembuhan di rumah sakit.

Marta lebih merasa bahagia saat ia mengejar Arturo dan berhasil mendapatkan lelaki itu. Saya menyukai narasi yang mendeskripsikan Marta dalam kalimat yang ceria. Kesedihan Marta akan penyakitnya tidak membuatnya menjadi pribadi yang murung.

Komedi yang terselip di dalam dialognya terasa segar. Marta sering mengucapkan kalimat bernada satir, namun di saat yang sama ia juga seorang pembicara yang baik yang bisa mengubah suasana sedih menjadi ceria dengan kalimat-kalimat candaannya.

Oh, ya mungkin inilah yang menyebabkan ia sangat profesional dalam pekerjaannya. Marta adalah seorang pembaca pengumuman di sebuah mall. Ia membacakan informasi diskon yang sedang diadakan hari itu.

Suara Marta ibarat sebuah hipnotis. Setiap kali suaranya mulai dari pengeras suara mall, pelanggan akan mendengarkan dengan seksama produk apa yang dijual dengan harga murah diskon, lalu mereka akan langsung rebutan mendapatkan produk tersebut.  

Sinematografi Cantik yang Memanjakan Mata

Sinematografi Cantik yang Memanjakan Mata

Jujur deh, kamu pasti suka yang indah-indah, ‘kan? Nah, di film ini kamu akan mendapatkan pemandangan seperti itu. Padu padan warna pakaian yang dikenakan Marta, rambut Federica yang berwarna merah terang, pemandangan kota Turin yang indah, semuanya memanjakan mata.

Meskipun pengambilan gambarnya sederhana tapi saya harus berterima kasih pada sutradara film ini, Alice Filippi yang menampilkan kemolekan kota Turin dengan warna-warnanya yang menjadi bagian menarik dari film ini. 

Filippi menampilkan detail-detail yang bersifat trivia namun memperkuat karakter Marta, seperti bagaimana ia menjalani kegiatannya, ke mana saja ia pergi, situasi lingkungan dia tinggal. Detail kecil ini disajikan dengan baik oleh sang sutradara.

Warna-warna terang yang mendominasi dalam film inilah yang menjadi bagian yang menarik. Kita bisa melihat kota Turin yang kabarnya punya nuansa romantis ini.

Apa Itu Mukovisidosis?

Apa Itu Mukovisidosis?

Penyakit yang jadi mimpi buruk Marta ini termasuk penyakit langka. Singkatnya, penyakit ini adalah kelainan produksi lendir berlebih pada paru-paru. Dilansir dari alodokter.com, Mukovisidosis atau dikenal juga dengan nama fibrosis kistik ini penyakit keturunan yang tidak menular.

Tapi penderitanya rentan tertular infeksi jika berdekatan dengan orang yang menderita penyakit infeksi. Dalam tubuh orang sehat, lendir berfungsi sebagai pelumas. Namun, bagi Marta dan penderita mukosivisdosis lainnya terjadi kelainan pada gen yang mengatur cairan lendir di dalam sel.

Kelainan inilah yang bikin lendir-lendir menjadi lengket dan menyumbat saluran di dalam tubuh, salah satunya adalah saluran nafas. Gejala sesak nafas ini disebabkan karena eksaserbasi akut dari si mukovisidosis itu.

Tak heran jika Federica dan Jacopo sigap mengambil obat dan memasangkan respirator kalau Marta mulai sesak. Mereka harus membuat lendir-lendir di saluran pernafasan Marta encer agar oksigen bisa lancar mengalir.

Dari segi cerita, Out of My League memang bukan film yang cukup berkesan di benak saya. Alurnya tidak dibangun dengan kuat sehingga terasa kurang pas. Namun, jika kamu memang menyukai cerita komedi romantis yang ringan, singkat, film ini bisa kamu masukan dalam daftar tontonan marathon-mu.

Oh, ya, jika kamu suka mengeksplorasi film-film internasional, Out of My League adalah pilihan yang sempurna. Ada banyak sisi lain yang seru untuk diamati.

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram