bacaterus web banner retina

Sinopsis dan Review Love, Simon (2018), Rahasia Besar Simon

Ditulis oleh Dhany Wahyudi
Love, Simon
3.5
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Simon Spier selama ini sangat menjaga ketat rahasia orientasi seksual dirinya dari keluarga, sahabat-sahabatnya, juga teman-teman sekolahnya. Tapi saat ada yang menebar ancaman akan membuka jati dirinya ke publik, Simon harus memutar otak untuk menanggulangi masalah ini sembari terlibat asmara dengan sosok misterius yang dikenalnya secara daring.

Love, Simon adalah sebuah drama romantisme remaja yang dirilis oleh 20th Century Fox pada 16 Maret 2018 setelah sebelumnya tayang perdana di Mardi Gras Film Festival pada 27 Februari 2018. Film ini menjadi film major Hollywood pertama yang mengusung tema percintaan sejenis di kalangan remaja.

Para kritikus film banyak memberikan respon positif untuk film ini dari segala sisinya yang dianggap setara dengan film romantis remaja era 1980an karya John Hughes. Kualitas seperti apa yang ditampilkan film ini? Simak review kami berikut ini.

Baca juga: Sinopsis & Review Film Remaja Indonesia Geez & Aan (2021)

Sinopsis

Sinopsis
  • Tahun: 2018
  • Genre: Comedy, Drama, Romance
  • Produksi: Fox 2000 Pictures, Temple Hill Entertainment
  • Sutradara: Greg Berlanti
  • Pemeran: Nick Robinson, Josh Duhamel, Jennifer Garner

Simon Spier dari permukaan terlihat seperti remaja populer pada umumnya. Dia memiliki keluarga yang bahagia, sahabat-sahabat yang setia dan dihormati oleh teman-teman di sekolahnya.

Di daerahnya, ada sebuah website yang memberikan berita-berita unik dan gossip yang digemari remaja. Suatu hari terdapat berita tentang pengakuan remaja gay dari sekolah mereka yang memakai nama alias “Blue”.

Simon yang penasaran kemudian menghubungi “Blue” dengan memakai nama alias “Jacques” via e-mail dimana mereka membuat komunikasi yang erat. Sialnya, chat di e-mail ini ketahuan oleh Martin, salah satu teman sekolah Simon yang menyukai Abby, sahabat Simon.

Martin mengancam akan menyebarkan chat itu ke website gossip populer tersebut jika Simon tidak membantunya mendekatkannya ke Abby.

Di pesta Halloween, Simon tampak akrab dengan Bram, siswa sekolah yang populer juga, tapi kemudian Bram pergi dengan seorang gadis. Nick, sahabat Simon, ingin menyatakan cinta kepada Abby, tetapi dihalangi oleh Simon dengan mengatakan bahwa Abby sudah memiliki pacar seorang mahasiswa.

Leah mengantar pulang Simon yang mabuk dan sempat berbicara tentang perasaan cintanya yang besar kepada seseorang. Simon berasumsi sosok yang dimaksud oleh Leah adalah Nick, padahal maksud Leah adalah Simon. Dan Leah juga salah berasumsi jika sosok yang dibicarakan Simon adalah dia, padahal itu adalah “Blue” yang masih misterius.

Simon mengajak Abby dan Martin ke sebuah café untuk melatih dialog untuk pentas mereka nanti. Padahal ini hanyalah alasan agar Martin bisa mendekati Abby. Simon tidak sengaja berbincang singkat dengan Lyle, salah satu pelayan café, dan menduga jika Lyle adalah “Blue”. Ternyata Abby merespon positif latihan mereka malam itu yang cukup melegakan Simon.

Di pertandingan football sekolahnya, Simon bertemu Lyle. Belum sempat menanyakan apakah dia “Blue”, ternyata Lyle menyukai Abby yang membuat Simon emosi. Simon bilang ke Martin jika dia harus menyatakan cintanya segera. Tidak terduga, Martin masuk ke lapangan dan menyatakan cinta, tapi ditolak mentah-mentah oleh Abby yang membuatnya ditertawakan oleh seisi stadion.

Di malam Natal, sebagai efek dari kejadian yang memalukan itu, Martin mengunggah chat Simon ke website gossip yang populer tersebut. Nora, adik Simon, berusaha menenangkan Simon tapi tidak berhasil.

Simon juga kemudian menutup diri dari sahabat-sahabatnya. Di pagi harinya, Simon membuka jati dirinya kepada orang tuanya yang membuat mereka cukup kaget, tetapi mereka menerima itu.

Setelah liburan usai, Simon dijauhi oleh sahabat-sahabatnya. Nick dan Abby, yang kini sudah berpacaran, marah kepada Simon karena kebohongannya. Begitupun Leah yang membuka sosok yang dicintainya adalah Simon, bukan Nick, dan dia kecewa karena Simon menyampaikan hal ini kepada Abby duluan, bukan kepadanya.

Tidak sampai di situ, “Blue” mengirimkan e-mail terakhirnya yang isinya adalah rasa marahnya karena hal ini dan meminta mereka tidak berhubungan lagi. Simon hancur ditinggalkan oleh sahabat-sahabatnya dan sosok misterius yang dicintainya.

Di café, Simon mendapat cemoohan ketika bersama Ethan, teman sekolahnya yang gay. Ethan membantu Simon menghadapi masalahnya. Simon kemudian meminta maaf kepada Leah, kemudian mengunggah secara terbuka permintaan maaf kepada sahabat-sahabatnya, mencari “Blue” dan memintanya untuk datang ke karnaval sekolah melalui website gossip populer itu.

Setelah pentas sekolah, Leah, Nick dan Abby memaafkan Simon dan menebus kesalahan mereka dengan mengundang Simon ke karnaval sekolah. Simon naik ke wahana Ferris Wheel untuk menanti “Blue” datang.

Tapi sampai tiketnya habis, sosok yang ditunggu belum juga muncul. Martin datang dan memberikan satu tiket tambahan sebagai penebus kesalahannya.

Tepat sebelum wahana dimulai, Bram naik dan duduk di sebelah Simon. Bram membuka dirinya bahwa dia adalah “Blue”. Mereka menghabiskan putaran itu bersama. Hidup Simon kembali normal. Acara menjemput sahabat-sahabatnya ke sekolah berjalan kembali dengan menambah Bram sebagai jemputan terakhir.

Kisah Klise dengan Nuansa Baru

Kisah Klise dengan Nuansa Baru

Love, Simon sebenarnya menampilkan banyak cerita dan adegan klise yang sudah pernah ada di film-film romantisme remaja lainnya. Kalau kita perhatikan, banyak elemen-elemen yang sama yang sudah pernah kita tonton, seperti guru sekolah yang aneh, pesta-pesta sekolah, orang tua yang mendukung anaknya meski sempat kaget, narasi dari tokoh utamanya, pernyataan cinta terbuka dan deretan lagu bagus.

Dengan semua elemen itu, membuat film dengan durasi 1 jam 50 menit ini seharusnya tampak seperti kompilasi kisah romantisme remaja, tetapi semua terpatahkan dengan betapa baiknya naskah yang disusun oleh Isaac Aptaker dan Elizabeth Berger dari novel karya Becky Albertalli berjudul Simon vs. the Homo Sapiens Agenda yang terbit di tahun 2015 lalu.

Para karakternya, dialog yang dilontarkan dan mayoritas adegan dalam film ini sebenarnya bernuansa komedi, tapi berkat pemilihan kalimat yang apik dan penyusunan rentetan adegan yang baik, membuat film ini tidak mengorbankan kedalaman perasaan yang ingin ditampilkan. Intinya, meski bernuansa komedi tapi pendalaman dramanya sangat baik sekali.

Besutan Apik Greg Berlanti

Besutan Apik Greg Berlanti

Sutradara Greg Berlanti pernah terlibat dalam produksi serial Dawson’s Creek dan Riverdale, dua serial populer bertema remaja, sebagai penulis naskah dan produser. Sehingga kedekatannya dengan dunia remaja tidak perlu diragukan lagi. Oleh karena itu, apa yang ditampilkannya di film Love, Simon ini terasa natural, hingga ke penggunaan palet warna yang nyaman dari sisi sinematografinya.

Kita dibuatnya merasakan betapa pentingnya arti cinta bagi para remaja, tapi dalam film ini terfokus pada cinta sesama jenis. Meski ringan, kedalaman karakternya tidak main-main, kita bahkan bisa seperti masuk ke dalam pikiran dan perasaan Simon, baik saat jatuh cinta ataupun saat dirinya hancur.

Setelah hadirnya film Blue is the Warmest Color (2013) dan Call Me by Your Name (2017), film dengan tema yang dulunya tabu ini sudah mulai banyak ditampilkan, bahkan bisa dibilang ketiga film yang disebutkan di atas memiliki kualitas yang sangat baik dari berbagai segi.

Alur Cerita dengan Ledakan Dahsyat

Alur Cerita dengan Ledakan Dahsyat

Ada sensasi tersendiri ketika kita menyimak dengan teliti film Love, Simon ini, terutama terfokus dengan pencarian sosok “Blue” yang misterius. Kita dibuat menebak-nebak sepanjang film dengan beberapa kandidat yang memiliki ciri-ciri kuat.

Perbincangan yang saling mendukung dan menguatkan situasi dan kondisi yang mereka hadapi juga cukup menyentuh, menandakan perhatian yang tulus antara mereka.

Dan begitu di adegan akhir ketika Simon menunggu “Blue” di wahana Ferris Wheel, jantung kita dibuat berdebar kencang. Dan ketika Bram muncul dan membuka diri jika dia adalah “Blue”, kita seolah-olah bilang dalam hati, “Tuh kan, itu pasti dia!”. Dan momen seperti ini adalah ledakan dahsyat yang menandakan bahwa film ini berhasil menyihir penonton.

Love, Simon bisa jadi adalah bukan film untuk semua kalangan, bahkan bagi remaja sekalipun. Tetapi dengan bangunan cerita yang baik dan besutan tangan sutradara yang apik ditambah performa yang bagus dari para pemerannya, membuat film ini bisa dimasukkan ke dalam deretan film romantisme remaja terbaik, meski dengan catatan kaki.

Kesuksesan film ini kemudian diikuti serial Love, Victor yang ditayangkan di Hulu sejak tahun 2020 yang sudah memasuki season 2 di tahun 2021 ini. Cerita dalam serial ini memang sepertinya tidak ada keterkaitan dengan cerita filmnya, hanya saja pemeran Simon, Nick Robinson, menyumbangkan suaranya untuk narasi dan juga bertindak selaku produsernya.

Bagi kalian yang ingin menikmati kisah romantisme remaja dengan sensasi berbeda, maka film Love, Simon yang menyandang cap certified fresh dari Rotten Tomatoes dan berjaya di ajang MTV Movie Awards dan Teen Choice Awards ini bisa menjadi pilihan terbaik untuk disimak.

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram