bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Film Miracle in Cell No.7 Versi Indonesia

Ditulis oleh Suci Maharani R
Miracle in Cell No. 7 (Indonesian Version)
4.3
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Miracle in Cell No.7 (2013) adalah salah satu film Korea Selatan karya sutradara Lee Hwan Kyung yang berhasil menggemparkan dunia.

Memiliki kesan yang mendalam bagi para penontonnya, Falcon Pictures terinspirasi untuk membuat remake film tersebut ke versi Indonesia. Tak main-main, mereka mendapuk sutradara kondang Hanung Bramantyo untuk menggarap film ini.

Sedangkan untuk jajaran pemeran utamanya, film ini menghadirkan deretan aktor papan atas Indonesia. Vino G. Bastian dan Graciella Abigail akan memberikan kemistri sebagai ayah dan anak yang sangat mengharukan.

Sementara untuk sisi komedinya diambil alih oleh Indro Warkop, Tora Sudiro, Rigen Rakelna, Indra Jegel dan Bryan Domani.

Lalu, kisah mengharukan seperti apa sih yang terjadi pada Bapak Dodo dan sang putri tercinta, Kartika? Buat kamu yang sudah penasaran, kamu bisa membaca sinopsis dan ulasan mengenai film Miracle in Cell no.7 (2022) berikut ini ya!

Sinopsis

miracle in cell no 7-2_

“Ibu Uwi bilang, Dodo harus baik sama orang. Besok, orang bakalan baik sama Dodo” – Dodo Rozak

Seorang wanita tengah duduk di sebuah kursi sambil menatap kardus berisikan file-file yang ada dihadapannya. Kardus usang itu diberikan label nama “Dodo Rozak” yang membuat si gadis terdiam.

Sang kepala sipir kembali bertanya, "Apakah kamu yakin akan melakukan hal ini?" Namun tidak ada keraguan sedikitpun dari nada bicaranya. Wanita ini sudah mengambil keputusan bulat.

Untuk pertama kalinya dalam 17 tahun, akhirnya ia bisa berdiri untuk membela sosok yang paling dicintainya.

Inilah Kartika (Mawar de Jongh) yang kini sudah dewasa dan berjuang untuk memberikan keadilan bagi bapaknya yang bernama Dodo Rozak (Vino G. Bastian). Ia memberikan keterangan pada hakim, bahwa dirinya adalah saksi hidup dari terpidana mati Dodo Rozak.

Kembali ke masa lalu, Kartika kecil (Graciella Abigail) hidup bahagia bersama dengan bapaknya. Senyuman tidak pernah lepas dari bibir Kartika, meskipun ia memiliki bapak dengan keterbatasan kecerdasan.

Sudah jadi kebiasaan bagi Kartika untuk mengingatkan bapaknya makan tepat waktu, menjaga diri hingga menjemputnya saat jam pulang sekolah.

Namun, hari itu Bapak Dodo tidak menjemput Kartika di sekolah. Sudah satu malam Bapak Dodo tidak pulang dan hal ini membuat Kartika merasa khawatir.

Hingga sebuah tayangan televisi membuat Kartika tersadar, ternyata bapaknya tidak akan pulang lagi ke rumah. Dodo Rozak dituduh sebagai pembunuh dan pemerkosa gadis kecil bernama Melati Wibisono.

Hal ini membuat Kartika sangat sedih, pasalnya kini ia hidup sebatang kara di panti asuhan. Tak hanya Kartika yang merasa sedih, Dodo Rozak pun merasa bingung dan cemas akan putrinya.

Berulang kali Dodo meminta kepada polisi untuk membebaskannya, karena ia ingin menjemput Kartika. Ia memohon untuk bisa menelpon Kartika, tapi tidak ada satupun yang mau mendengarnya.

Melawan orang tua Melati yang ternyata sosok berpengaruh, kasus Dodo bergulir dengan cepat. Dodo dianiaya, hingga ditetapkan sebagai tersangka dan dijatuhi hukuman mati oleh hakim.

Setelah putusan dibacakan, Dodo Rozak dipindahkan ke lapas dan disanalah ia bersahabat dengan para penghuni sel no tujuh. Pada awalnya, Dodo dianiaya oleh lima tahanan yang sudah lama tinggal di sel tersebut.

Setelah insiden keributan di lapas, ketua sel yang bernama Japra (Indro Warkop) menjadikan Dodo sebagai saudara dan orang terpenting baginya.

Sebagai rasa terima kasihnya karena Dodo sudah menyelamatkan nyawanya, Japra menanyakan soal keinginan Dodo. Saat itulah Dodo berkata bahwa ia ingin bertemu dan berkumpul kembali dengan putrinya Kartika.

Japra menyusun rencana untuk menyusupkan Kartika ke dalam lapas. Hari itu, bapak dan anak ini akhirnya bertemu. Selama beberapa hari, Kartika tinggal bersama Dodo di sel nomor tujuh.

Sayangnya, keberadaan Kartika akhirnya diketahui oleh kepala lapas Hendro Sanusi (Denny Sumargo). Melihat hubungan Dodo dan Kartika, hati Pak Hendro tergerak untuk membantu Dodo.

Meski pengajuan banding yang dibuatnya diterima oleh pengadilan, pengaruh orang tua Melati terlalu besar untuk dilawan. Bahkan intimidasi dari ayah Melati membuat Dodo mengakui kesalahan yang tidak pernah diperbuatnya.

Hal ini membuat Dodo Rozak tidak bisa berdalih lagi. Pria ini harus berhadapan dengan eksekusi mati demi keselamatan putrinya.

Kisah yang diceritakan oleh Melati di pengadilan ini, malah ditanggapi sinis oleh pihak pengacara Melati Wibisono. Mereka mengatakan, bahwa pengakuan Kartika hanyalah sebuah opini yang tidak bisa ditelusuri kebenarannya.

Dipenuhi dengan amarah, bisakah Kartika memberikan keadilan dan mengembalikan kehormatan Bapaknya?

Baca Juga: 20 Film Indonesia Paling Sedih dan Menguras Air Mata

Remake yang Terasa Lokal Banget

miracle in cell no 7-3_

Meski mengadaptasi kisahnya dari film asal Korea Selatan, ternyata vibes yang ditampilkan dalam Miracle in Cell No.7 (2022) justru beda banget.

Film garapan Hanung Bramantyo ini benar-benar terasa sangat lokal dan bikin penonton semakin enjoy saat menontonnya. Hal ini terlihat jelas dari adegan pembukanya, saat Japra berubah menjadi sosok guru mengaji untuk anak-anak kecil.

Lalu pemilihan dialog dan logat yang digunakan oleh beberapa cast dalam film ini, memang khas dengan orang Jawa. Jujur, saya menyukai kecerdasan Hanung Bramantyo yang selalu konsisten memberikan vibes lokal di setiap film buatannya.

Hal ini membuat para penonton bisa melepaskan stigma, bahwa film yang sedang ditonton bukan hanya remake dari film populer dari Korea Selatan.

Saya juga ingin memberikan pujian kepada Alim Sudio selaku penulis cerita dan skenarionya. Pasalnya, ia bisa membedah berbagai hal yang lumrah dari Korea Selatan menjadi hal yang lokal dan khas Indonesia banget.

Saya sendiri tidak merasa kagok dengan berbagai perubahan set ini, malah bikin saya semakin fokus untuk menikmati ceritanya.

Kemistrinya Kuat, Bikin Penonton Nangis Bombay

miracle in cell no 7-4_

Kalau ditanya apa sih kekuatan Miracle in Cell No.7 (2022)? Maka jawabannya adalah kemistri yang kuat dari para pemerannya.

Hal ini tidak hanya berlaku untuk kedua pemeran utamanya saja, tapi untuk seluruh cast yang ada dalam film ini. Tapi harus diakui, bahwa kemistri antara Vino G. Bastian dan Graciella Abigail adalah yang paling mencolok.

Keduanya tidak pernah gagal membuat saya terlena dengan hubungan ayah dan anak yang tidak biasa ini. Tak hanya itu, Graciella Abigail memang aktris cilik yang luar biasa. Ia bisa terlihat seperti sosok orang dewasa, di sisi lain ia tetaplah anak polos yang merindukan bapaknya.

Perpisahan Kartika dengan Bapak Dodo menjadi scene yang membuat saya tidak hentinya menitikan air mata.

Tak hanya sosok Kartika kecil, Kartika dewasa yang diperankan oleh Mawar De Jongh juga tidak kalah luar biasa. Baru kali ini saya menikmati akting Mawar, karena berbagai emosi yang dirasakan Kartika berhasil dialirkan dengan sangat baik kepada para penonton.

Sorot mata, dialog hingga body language yang ditampilkannya, Mawar memberikan emosi yang berhasil menyentuh hati penonton.

Saya juga ingin membicarakan soal penampilan Denny Sumargo sebagai kepala lapas bernama Pak Hendro. Baru kali ini saya begitu terpesona pada akting Denny Sumargo.

Terlihat jelas, ada amarah, kesepian, ketakutan dan rasa bersalah dalam mata pria ini. Meski singkat, development karakter dan kemistrinya bersama para tahanan di sel tujuh dan Kartika bikin penonton baper

Komedi Menggelitik yang Tidak Pernah Gagal

miracle in cell no 7-5_

Miracle in Cell No.7 (2022) tidak akan lengkap tanpa kehadiran lima penghuni sel nomor tujuh. Mereka adalah Indro Warkop sebagai Japra, Tora Sudiro sebagai Jaki, Rigen Rakelna sebagai Yunus, Indra Jegel sebagai Atmo dan Bryan Domani sebagai Asrul.

Kehadiran kelimanya menjadi sekumpulan orang yang tepat banget untuk mengalirkan sense humor yang segar ke dalam film ini.

Saya pikir, tidak ada momen kocak yang gagal disampaikan kepada para penonton. Mulai dari banyolan-banyolan mereka yang nyeleneh, semua terasa pas dengan selera humor banyak orang.

Terutama saat Yunus dan Atmo sudah melakukan roasting pada bos Japra. Celetukan yang keluar dari mulut keduanya dan ekspresi wajah yang ditampilkan, bikin penonton tidak berhenti tertawa.

Belum lagi tambahan komedi slapstick yang mencolok banget dari kelima napi di sel nomor tujuh yang semakin memeriahkan unsur komedi dalam film ini.

Bahkan, saya cukup terkejut melihat Bryan Domani yang terlihat begitu nyaman berbaur dengan komika dan aktor komedi ini. Meski singkat, Bryan Domani berhasil mengalirkan sense komedi versinya dan tidak kalah lucu serta natural dari yang lainnya.

Memuaskan, Tapi Tidak Sempurna

miracle in cell no 7-6_

Jujur saya, bagi saya Miracle in Cell No.7 (2022) menjadi proyek remake Falcon Pictures terbaik. Dari segi akting, alur cerita, sinematografi dan skoring, semuanya terlihat sangat well prepared.

Selama 145 menit, saya sangat enjoy untuk melihat langsung bagaimana Dodo dan Kartika hidup. Berbagai plot hole perlahan-lahan dijawab, hingga penonton semakin tersentuh dengan ceritanya.

Fyi, demi memerankan karakter Dodo Rozak yang terlihat sangat nyata, Vino G. Bastian sampai rela bolak balik berkonsultasi dengan psikolog.

Ia juga berkunjung ke panti untuk melihat langsung seperti apa kehidupan dan perilaku para penyandang disabilitas intelektual. Kemistri seluruh karakter yang ada dalam film ini, benar-benar terlihat sangat kuat dan solid.

Meski begitu, ada beberapa kekurangan dari film ini yang saya rasakan. Contohnya soal kerusuhan yang terjadi di lapas antara Japra dan Okto. Tidak ada background story yang kuat soal permusuhan keduanya.

Lalu soal pencahayaan filmnya, warna-warna warm yang digunakan malah terkesan kurang natural. Hanung Bramantyo harus belajar dari film Thailand yang memang jago dalam memakai pencahayaan natural.

Itu dia sinopsis dan ulasan saya mengenai film Miracle in Cell No.7 (2022). Bagi saya, film garapan Hanung Bramantyo ini tidak kalah berkelas dengan versi Koreanya.

Terlihat sekali bahwa film ini digarap dengan sangat serius dan teliti. Belum lagi, ada banyak sekali pesan moral yang disampaikan film ini. Salah satunya soal hak hidup disabilitas dan cinta ayah yang tidak kalah besar dari ibu.

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram