bacaterus web banner retina

Review & Sinopsis Film Hujan Bulan Juni, Cinta yang Berbeda

Ditulis oleh Yanyan Andryan
Hujan Bulan Juni
3.5
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Hujan Bulan Juni merupakan sebuah film Indonesia yang telah rilis pada tahun 2017 lalu. Film ini juga merupakan hasil adaptasi dari novel dengan judul sama karya sastrawan terkenal yang bernama Sapardi Djoko Damono. Sang sastrawan tersebut pun turut hadir di film ini meski hanya bermain sebagai cameo dan pemeran pendukung saja.

Film yang berdurasi 96 menit ini sudah bisa disaksikan di situs streaming Netflix sejak tangal 8 Oktober 2020 kemarin. Film Hujan Bulan Juni ini dibintangi oleh Adipati Dolken sebagai Sarwono, dan Velove Vexia berperan menjadi kekasihnya yang bernama Pingkan. Film ini juga melakukan proses produksi serta pengambilan gambar di wilayah Sulawesi Utara, Jakarta, hingga Kota Sappora Jepang.

Sinopsis

Film Hujan Bulan Juni
*https://www.dictio.id/t/siapa-saja-pemain-film-hujan-bulan-juni/41738

Diceritakan bahwa Sarwono dan Pingkan adalah dua insan manusia yang saling jatuh cinta. Keduanya terlihat melengkapi satu sama lain, dan merasa sangat nyaman dalam menjalin hubungan percintaan yang sedang dijalani. Pingkan sendiri adalah seorang gadis berdarah Manado dan Jawa, sedangkan Sarwono merupakan pemuda asli Jawa.

Kedua sejoli ini dipertemukan di kampus Universitas Indonesia (UI). Di kampus tersebut Sarwono adalah seorang dosen di program studi (Prodi) antropologi, sedangkan Pingkan menjadi asisten dosen di Prodi sastra Jepang.

Di suatu hari, Pingkan mendapatkan kesempatan belajar di Jepang selama dua tahun lamanya. Pingkan akan pergi ke sana bersama Katsuo, seorang siswa asal Jepang yang sedang berkuliah di Indonesia. Katsuo nampaknya cukup perhatian pada Pingkan, dan ia mulai menaruh rasa suka kepadanya.

Sarwono senang mendengar kabar bahwa kekasihnya itu akan belajar ke Jepang. Namun di satu sisi, ia juga merasakan perasaan cemburu karena munculnya sosok Katsuo dalam kehidupan Pingkan.

Beberapa hari sebelum Pingkan pergi ke Jepang, Sarwono mendapatkan tugas dari kampusnya untuk studi banding ke salah satu universitas yang ada di Manado. Sarwono lalu meminta Pingkan untuk bersamanya, dan menemaninya selama berada di kota tersebut.

Di kota itu pula, Pingkan menyempatkan diri untuk bertemu dengan keluarga besar dari almarhum ayahnya. Pingkan kemudian memperkenalkan Saworno kepada mereka semua, termasuk juga Benny yang merupakan sepupunya.

Dalam satu obrolan di meja makan, Pingkan ditanyai berbagai macam hal tentang keseriusannya dalam menjalin hubungan dengan Sarwono. Tantenya lalu mempermasalahkan bahwa Pingkan dan Sarwono berasal dari suku serta agama yang berbeda. Tante dan Pamannya Pingkan nampak tidak setuju dengan hubungan cinta yang dijalani oleh keponakannya itu.

Sarwono dan Pingkan sebenarnya mengetahui betul bahwa hubungan cinta mereka terhalang jurang pemisah yang cukup besar. Selain itu, rasa cinta mereka juga harus diuji ketika Pingkan akan pergi ke Jepang untuk belajar, dan Sarwono mesti menjalani hari-hari tanpa adanya sosok pujaan hatinya itu.

Puisi Karya Sapardi Menjadi Nyawa Utama di Film Ini

Puisi Karya Sapardi Menjadi Nyawa Utama di Film Ini
*https://republika.co.id/berita/senggang/film/17/10/31/oyoqug328-hujan-bulan-juni-keindahan-dalam-kegundahan

Film ini nampaknya cukup percaya diri mampu mengimplementasikan semua barisan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono. Hal tersebut terlihat ketika dialog yang terjadi antara Sarwono dan Pingkan mengalir begitu harmoni lewat puisi buatan sastrawan yang kini telah berpulang pada tanggal 19 Juli 2020 kemarin.

Tidak bisa dipungkiri juga bahwa kata-kata puitis ciptaannya menjadi nyawa utama dalam film ini. Adipati dan Velove pun setidaknya cukup baik dalam menghayati semua dialog puitis mereka masing-masing. Karena hal itu pula, keduanya menciptakan momen-momen manis dan romantis ketika mereka berada dalam satu adegan sepanjang film ini berjalan.

Chemistry kuat yang dibangun keduanya sama krusialnya dengan barisan puisi Hujan Bulan Juni yang mewarnai keseluruhan film ini. Adipati tampil lebih kalem serta tenang dengan pembawaannya sebagai sosok Sarwono, dan Velove terlihat seperti gadis remaja yang sedang jatuh cinta karena bertingkah manja dan penuh perhatian.

Tapi, sebaik-baiknya mereka dalam menarasikan puisi dari Sapardi, ada beberapa barisan puisi yang ketika diucapkan oleh masing-masing kurang terasa tersampaikan maknanya. Adipati masih terdengar kaku ketika harus membacakan puisi-puisi Hujan Bulan Juni, dan hal itupun membuat kurang menyentuh bagi yang menonton film ini.

Sementara itu, Velove Vexia masih sedikit lumayan memiliki ‘rasa’ ketika harus menyampaikan barisan-barisan puisinya. Suaranya ketika membacakan puisi terdengar seperti seorang perempuan yang benar-benar merindukan kekasihnya dengan penuh kebimbangan serta kasih sayang.

Ada juga permasalahan lainnya, ketika dialog dan narasinya tidak menampilkan barisan puisi dari Sapardi, film ini seolah menghilang tidak menarik lagi. Hujan Bulan Juni garapan Reni Nurcahyo Hestu Saputra ini ternyata tampil sangat lemah ketika tidak menerapkan hal tersebut, dan kisahnya pun berubah menjadi film drama romansa biasa saja.

Film Hujan Bulan Juni memang menyuguhkan konflik permasalahan perbedaan suku dan agama diantara Sarwono dan Pingkan. Meskti terdengarnya rumit, film ini nyatanya menghadirkan kisah cinta yang cukup sederhana, layaknya seperti puisi Sapardi yang berbunyi “aku ingin mencintaimu dengan sederhana; dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu”.

Karakter Pendukung Kurang Bersinergi

Karakter Pendukung Kurang Bersinergi
*https://www.liputan6.com/showbiz/read/3124917/intip-teaser-film-hujan-bulan-juni-yang-puitis-nan-romantis

Terlepas dari kekuatan puisi Sapardi itu sendiri, film ini sebenarnya juga kurang menggali lebih dalam soal perbedaan suku yang memisahkan cinta diantara Sarwono dan Pingkan. Selain itu, terlalu banyak konflik dan karakter yang turut ikut campur malah membuyarkan fokus cerita utama dari film ini sendiri.

Film Hujan Bulan Juni rasanya akan lebih mendalam dan emosional jika fokusnya lebih ke Sarwono dan Pingkan. Semuanya akan berjalan lebih padat dan menarik kalau karakter yang tidak terlalu berpengaruh kepada ceritanya tidak harus dimunculkan. Seperti munculnya sosok Tumbelaka (Surya Saputra) yang terlihat ‘mengganggu’ karena hanya tampil menjadi pria genit yang sedang terpikat kepada Pingkan.

Karena adanya hal-hal yang menumpuk dan menganggu seperti itu, Hujan Bulan Juni dirasa berjalan dengan tempo yang lamban. Lalu, ada juga beberapa adegan yang lewat begitu saja, nampak tidak memberikan signifikansi perkembangan terhadap permasalahan yang sedang dihadapi antara Sarwono dan Pingkan.

Selain hal itu, film ini juga mempunyai nilai tambahan lainnya dengan menghadirkan keindahan alam Kota Manado hingga Sapporo, Jepang. Panorama indah tersebut rasanya cukup berhasil memadukan antara barisan puisi Hujan Bulan Juni dengan cerita filmnya sendiri.

Hujan Bulan Juni juga didukung oleh seorang aktor asal Jepang yang bernama Koutaro Kakimoto. Ia memerankan sosok Katsuo yang menaruh perasaan suka kepada Pingkan. Koutaro sendiri tampil tidak terlalu banyak, dan aktingnya pun biasa saja karena masih terlihat canggung. Salah satu aspek yang paling disayangkan karena dirinya kurang mendapatkan chemistry yang kuat dengan Velove Vexia.

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram