bacaterus web banner retina

Sinopsis dan Review Hugo, Perjalanan Mengungkap Rahasia

Ditulis oleh Siti Hasanah
Hugo
4.5
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Hidup sendirian dan bersembunyi di sebuah tempat di stasiun tua di Paris bukanlah keinginan Hugo. Ibunya lebih dulu pergi saat Hugo masih berusia sangat muda, sementara sang ayah meninggal dalam sebuah kebakaran besar di museum tempat ia bekerja.

Catatan kecil, stasiun tua, jam menara besar, robot usang dan orang-orang yang akan Hugo temui setelahnya akan memberinya petualangan seru.

Premis ini cukup menggelitik rasa penasaran orang yang membacanya. Nama-nama besar di balik layar seperti sutradara Martin Scorsese sampai Johnny Depp dan Graham King selaku produser ikut memantik rasa penasaran terhadap film Hugo.

Bagaimana kalau kita mulai mengikis rasa penasaran akan film ini dengan membaca sinopsis dan ulasan dari film Hugo di bawah ini? Silakan disimak berikut ini!

Baca juga: 20 Film Disney Terbaru yang Wajib Ditonton

Sinopsis

Sinopsis

Sejak dirilis tahun 2011, Hugo tidak pernah bosan untuk ditonton. Film yang diberi rating PG ini tetap seru ditonton oleh siapa saja, terutama jika kamu sedang merindukan masa-masa kecil saat pertama kali menonton aksi seru Asa Butterfield yang memerankan tokoh Hugo Cabret.

Adegan film Hugo dibuka dengan menampilkan pemandangan kota Paris di tahun 1931 dengan pusat latarnya yang berada di stasiun kereta api. Film ini mengisahkan seorang anak yatim piatu yang bernama Hugo yang tinggal di sebuah lorong-lorong rahasia di stasiun kereta api Gare du Nord.

Sehari-harinya, Hugo bekerja merawat jam menara yang besar di stasiun tersebut. Pekerjaan tersebut sebenarnya adalah pekerjaan pamannya, Claude Cabret (Ray Winstone). Pasca ayah Hugo, Mr Cabret (Jude Law) meninggal, Hugo tinggal bersama pamannya dan dari beliaulah ia belajar merawat jam.

Namun, Paman Claude bukanlah paman yang baik. Ia gemar mabuk-mabukan dan sering meninggalkan Hugo sampai akhirnya Hugo benar-benar sendirian karena pamannya juga menyusul ayahnya yang meninggal. Sejak itulah Hugo berkeliaran sendiri di sekitar stasiun.

Di stasiun itu, Hugo banyak melihat hal-hal baru. Namun, ia mempunyai musuh besar bernama Gustav (Sacha Baron Cohen) yang mengejar para gelandangan dan anak yatim piatu yang sering berkeliaran di sekitar stasiun, tak terkecuali Hugo.

Gustav adalah polisi yang galak dan tidak mengenal belas kasihan. Setiap anak gelandangan yang ditemuinya akan ia kirim ke panti asuhan. Hugo adalah PR sulit yang harus diselesaikan oleh Gustav sebab ia selalu berhasil lolos dari kejarannya.

Kembali pada Hugo. Sebelum ayahnya meninggal, beliau mewariskan sebuah catatan berisi seluk beluk komponen robot yang bisa menulis sendiri.  Robot usang tersebut tidak bisa berfungsi sebab banyak komponen yang hilang dan beberapa harus diperbarui.

Hugo merasa robot peninggalan ayahnya itu mempunyai banyak hal yang akan disampaikan. Berbekal catatan kecil dari sang ayah, robot yang diberi nama Automaton itu kemudian diperbaiki dengan komponen-komponen hasil curian dari sebuah toko mainan yang dikelola Georges (Ben Kingley).

Bekal ilmu merawat jam yang diwariskan pamannya sudah lebih dari cukup untuk memperbaiki Automaton. Sambil kucing-kucingan dengan Gustav, Hugo mengumpulkan komponen dari toko Georges.

Namun, saat Hugo tengah mengenda-ngendap untuk mencuri komponen, ia tertangkap basah oleh Georges. Pria sepuh itu pun menyita barang-barang yang dimiliki Hugo, termasuk catatan kecil pemberian mendiang ayahnya.

Catatan tersebut menarik perhatian Georges. Setelah membuka beberapa halaman, ia kaget bukan kepalang melihat catatan yang berisi gambar-gambar yang familiar baginya. Catatan itu pun disita oleh Georges.

Hugo tidak menyangka catatan kecil itu akan membawanya pada petualangan seru dan menguak masa lalu Georges yang telah lama ia kubur dalam-dalam. Dari catatan kecil itu pula Automaton, si robot rusak mengarahkan Hugo pada satu kaitan antara hidupnya dengan Isabelle (Chloe Grace Moretz).

Isabelle adalah anak baptis George. Anak perempuan itu banyak membantu Hugo dalam misinya mendapatkan kembali catatan kecil dari tangan George. Isabelle juga lah yang membantunya melengkapi komponen-komponen robot yang rusak.

Hal yang lebih mengejutkan lagi adalah Isabelle punya kunci yang selama ini Hugo cari. Anak kunci berbentuk hati itu adalah elemen paling penting untuk menggerakkan robot Automaton yang ternyata bukan bisa menulis, melainkan menggambar satu bentuk yang penting bagi Georges.

Sejak Automaton bisa bergerak, petualangan Hugo dan Isabelle semakin seru. Inilah klimaks dari petualangan Hugo dan upayanya menyingkap rahasia yang nantinya saling berkaitan.

Sinematografi dan Efek 3D Menuai Banyak Pujian

Sinematografi dan Efek 3D Menuai Banyak Pujian

Nama Martin Scorsese bukanlah nama sembarangan. Ia adalah orang penting di industri film Hollywood. Lewat film Hugo, Scorsese sekali lagi membuktikan kualitas dirinya sebagai salah satu sutradara terbaik yang dipunyai Hollywood.

kelihaian Scorsese dalam mengarahkan adegan dalam film Hugo patut diacungi jempol. Di antara semua puja-puji yang terlontar, Efek 3D yang digunakannyalah yang membuat film ini layak disebut sebagai film dengan sinematografi terbaik.

Salah satu orang yang melayangkan komentar tersebut adalah sutradara James Cameron, orang di balik layar pembuatan film Titanic. Ia menganggap efek 3D yang digunakan Scorsese berhasil memaksimalkan visualisasi cerita dengan sempurna.

Scorsese, Hugo dan Teknologi 3D

Scorsese, Hugo dan Teknologi 3D

Masih seputar proses pengambilan gambar. Dalam menyutradarai Hugo, Scorsese kerap terlihat mengenakan sebuah kacamata yang tidak biasa. Lensa pada kacamata yang ia kenakan dipasangi clip on lensa 3D. Ini adalah salah satu strateginya untuk menghasilkan gambar 3D yang ia inginkan.

Berbicara tentang teknologi 3D, teknologi ini sebenarnya sudah diciptakan tahun 1950. Namun, gaungnya belum terdengar secara luas bahkan sampai beberapa waktu setelah resmi diperkenalkan.

Banyak orang pesimis teknologi ini akan membawa warna baru dalam film. Namun, Scorsese lewat film Hugo berhasil membuktikan bahwa teknologi 3D adalah angin segar yang akan membawa film menjadi lebih hidup.

Komentar dan kritik positif dari sineas dan orang-orang yang berkecimpung di dunia film memperkuat pengaruh bagus dari efek 3D pada film.

Tokoh Georges dan Perjalanan Hidupnya

Tokoh Georges dan Perjalanan Hidupnya

Tokoh sentral kita, Georges dalam film Hugo bukanlah tokoh fiktif. Ia adalah pria Perancis yang lahir tanggal 8 Desember 1861 di Paris dan hidup sampai tahun 1938. Pria hebat itu adalah sineas Perancis yang punya andil besar dalam perfilman dunia.

Pria bernama lengkap Georges Melies itu adalah pionir pembuatan film bergenre fiksi ilmiah dengan efek yang canggih pada masanya. Ciri khasnya adalah narasi filmnya yang kuat dan teknis pengambilan gambar yang luar biasa.

Jika kamu belum lupa, kamu pasti tahu bahwa tahun 2018 yang lalu Google Doodle pernah menyuguhi pengguna internet dengan video 360 yang menampilkan karakter orang tua berbadan kurus. Itulah Georges Melies.

Sepanjang hidupnya, ia sudah menelurkan mahakarya film sebanyak lebih dari 400 film. Sayang, hanya beberapa saja yang berhasil diselamatkan. Ia menghibahkan roll film hasil karyanya ke sebuah pabrik yang nantinya roll film tersebut dibakar untuk dijadikan bahan pembuat hak sepatu.

Pedihnya lagi, semakin hari ia semakin uzur dan orang-orang melupakan dirinya. Kemalangan Georges bermula saat perang dunia pecah dan orang-orang tidak peduli lagi pada film sehingga ia kehilangan mata pencahariannya dan tak mampu lagi membayar artis untuk filmnya.

Kisah sang tokoh inspiratif ini diangkat menjadi sebuah novel yang berjudul The Invention of Hugo Cabret yang ditulis oleh Brian Selznick. Novel tersebut dirilis tahun 2007, lalu dibuat film dengan judul Hugo oleh Martin Scorsese tahun 2011.

Perjalanan hidup seorang Georges Melies ditampilkan dalam film Hugo mulai dari saat ia mendalami sulap sebagai sumber mata pencariannya, sampai ia jatuh hati pada film gara-gara melihat sebuah alat pemutar film yang dibuat oleh Lumiere bersaudara.

Namun, kisah dalam novel dan film diberi sentuhan akhir yang berbeda. Georges dalam film dikisahkan menemui akhir yang bahagia dan diangkat sebagai profesor di sebuah akademi film. Sementara itu, dalam novel, Georges meninggal dalam kemiskinan dan dilupakan orang-orang.

Meraih Banyak Penghargaan dan Nominasi Film

Meraih Banyak Penghargaan dan Nominasi Film

Setelah upaya besarnya, Martin Scorsese patut bangga dengan Hugo, garapannya. Film yang menghabiskan dana sebesar 150-170 juta dollar ini berhasil memboyong penghargaan dari ajang penghargaan film paling bergengsi, Oscar untuk kategori Best Pictures dan Best Costume Design.

Kategori yang tidak kalah bergengsi lainnya adalah Best Sound, Best Director, Period Film, Best Editing, Best Foreign Film dan masih banyak lagi. Selain itu, para aktor yang terlibat dalam film ini tidak luput dari perhatian media.

Asa Butterfield, sang protagonis kita meraih penghargaan Best Youth Film dalam ajang Las Vegas Film Critics Society. Sementara itu, Chloe Grace Moretz, pemeran Isabelle juga diganjar penghargaan Best Performance In A Feature Film.

Hugo, meskipun dibuat untuk anak-anak, namun alur cerita yang banyak mengandung twist seru tidak akan membuat orang dewasa bosan, terutama bagi mereka yang menyukai film petualangan. Martin Scorsese meracik film ini dengan memadukan efek dan alur cerita yang bagus. Terlepas dari kisah nyata yang menjadi nyawa dari film ini, Hugo adalah salah satu karya terbaik Scorsese.

Sekalipun banyak orang yang menilai bahwa gaya khas Scorsese tidak begitu kentara di film ini, namun tidak bisa kita pungkiri bahwa Hugo berhasil menyajikan satu film yang berkualitas. Situs film Rotten Tomatoes saja memberi rating yang tinggi, yakni 93% untuk film ini. Dengan berbagai elemen film yang luar biasa, saya pun tidak ragu untuk memberikan angka tinggi.

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram