bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Film Canvas, Sembilan Menit Penuh Makna

Ditulis oleh Jihan Fauziah
Canvas
3.7
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Kehilangan orang tercinta, entah itu orang tua, pasangan, anak atau pun sanak saudara, pasti dapat menimbulkan luka di dada. Bukan cuma kesedihan dan air mata, ketika kita tak bisa bertemu dengan seseorang untuk selamanya, terutama pasangan atau orang tua, terkadang kita seperti kehilangan separuh jiwa.

Hal inilah yang dialami oleh tokoh utama dari film Canvas. Film ini adalah film pendek besutan sutradara Frank E. Abney III yang dirilis di Netflix. Canvas menyusul kehadiran film pendek animasi lainnya, If Anything Happens, I love You (2020) yang sukses membuat penonton banjir air mata.

Lalu, bagaimanakah kisah keseluruhan dari film animasi Canvas ini? Apakah sama-sama bikin banjir air mata seperti film If Anything Happens, I Love You? Jawabannya bisa kamu temukan dalam review film Canvas berikut ini.

Sinopsis

review film canvas 4
Tahun Rilis 2020
Genre , ,
Sutradara
Pemeran
Review Baca di sini

Kisah film Canvas dimulai ketika sebuah mimpi yang menggambarkan seorang kakek berambut putih, berjanggut dan berkumis sedang melukis di suatu tempat. Kakek tersebut tak sendirian, melainkan ditemani seorang wanita yang juga berambut putih. Tetapi, wajah sang wanita tak terlihat. Ia tampak memunggungi sang kakek.

Seketika, pemandangan indah tersebut pudar. Tergantikan dengan bunyi alarm di pagi hari yang membuat si kakek terbangun. Dalam hatinya, mungkin si kakek berkata, "Ah, hanya mimpi." Kakek tersebut terbangun di dalam kamarnya yang tertata rapi dalam posisi berbaring. Wajahnya tak seceria di dalam mimpi. Kecewa, ia kemudian bangkit dari tempat tidurnya.

Sang kakek yang sudah cukup sepuh ternyata hanya tinggal sendirian dan tak dapat berjalan dengan normal. Ia mengandalkan kursi roda untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Lalu, apa sebenarnya yang terjadi pada kakek ini?

Setelah bermimpi tadi, ia beranjak dari tempat tidur untuk kemudian melihat sudut rumahnya yang gelap dengan tatapan nanar. Setelah itu, si kakek mengarahkan kursi rodanya untuk membawa dirinya mencapai halaman rumah. Di halaman rumah yang indah, tepatnya di bawah sebuah pohon rindang, terdapat sebuah dudukan kanvas untuk melukis yang terbuat dari kayu. Tak ada satu lembar pun kanvas yang tertempel di dudukan tersebut.

Kakek menghampiri dudukan kanvas itu. Lagi-lagi, ia menunjukkan wajah sedih. Tak lama kemudian, sebuah mobil berwarna biru datang ke rumah si kakek. Mobil tersebut dikendarai oleh seorang wanita yang tampaknya merupakan putri tercinta dari kakek tersebut.

Sang putri tak datang sendirian, melainkan ditemani oleh putrinya, alias cucu kakek yang tak kalah cantik. Cucu si kakek sangat gemar menggambar. Tampaknya, bakat gadis kecil itu didapat dari si kakek yang memang ahli dalam melukis. Kehadiran gadis kecil ini membuat si kakek setidaknya tak begitu kesepian lagi.

Walau si kakek merupakan pelukis yang hebat, sayang, ia tak dapat menemani atau bahkan mengajari cucu cantiknya untuk melukis bersamanya. Ia telah kehilangan gairah melukis semenjak sang istri telah tiada.

Semenjak istrinya telah tiada, hidupnya jadi terasa hampa. Jangankan untuk melukis, tersenyum pun tampaknya menjadi hal yang sulit bagi kakek. Beruntungnya, sang cucu serta putrinya masih sering berkunjung dan menemani agar si kakek tak merasa sepi.

Namun, siapa sangka, setelah kejadian itu, si kakek malah menemukan gairahnya untuk melukis lagi. Hmmm, kira-kira hal mengejutkan apa yang dilihat cucu si kakek hingga menjadikan dirinya kembali bersemangat untuk melukis, ya?

Sembilan Menit yang Penuh Makna

review film canvas 1

Yap, durasi film pendek ini memang cuma sembilan menit. Namun tentu saja, sembilan menit yang amat sangat penuh makna. Di awal cerita, kita dibawa untuk bersimpati dengan si kakek yang berkursi roda namun hanya tinggal sendirian. Suasana yang penuh kesedihan sudah disuguhkan sejak awal, di mana si kakek begitu kesepian dan sedih tanpa siapa pun di sampingnya.

Dari sini, kita bisa mengambil hikmah, sebagai manusia, kita memang tak bisa melalui segalanya sendirian. Dukungan dari keluarga tercinta amat sangat penting bagi kelangsungan hidup kita.

Dari film ini juga kita belajar tentang merelakan apa yang sudah terjadi di masa lampau. Walau tentu, kita tak bisa serta merta melupakan kejadian menyakitkan yang menyebabkan luka, seperti kehilangan orang tercinta, misalnya. Tapi setidaknya, kita harus tetap melanjutkan hidup bersama orang-orang yang masih ada di samping kita.

Bikin Nostalgia

Selama sembilan menit menonton film ini, kita bakal dibuat setidaknya meneteskan air mata atau bahkan ikut tersenyum ketika melihat kehidupan si kakek, cucu dan anak perempuannya. Cucu dan putrinya tampak menyayangi si kakek, begitu pula sebaliknya.

Dan ketika menonton film ini, rasa rindu terhadap orang tua, kakek dan nenek pun nggak bisa ditahan lagi. Adegan-adegan menyentuh antara si kakek dan cucunya bakal bikin kita nostalgia sama masa kecil kita yang nggak jarang dihabiskan bareng kakek dan nenek.

Film ini berhasil menyampaikan pesan dan kesan yang menggugah emosi saya sebagai penontonnya. Dan film ini juga berhasil bikin saya menangis, seperti ketika saya menyaksikan film pendek If Anything Happens, I love You (2020).

Musik yang Mendukung Jalannya Cerita

review film canvas 2

Nggak begitu banyak musik yang bisa kita dengar dalam film Canvas ini. Namun, sekali musiknya muncul, kesan dramatis makin terasa ketika menyaksikan adegan demi adegan yang disuguhkan di dalam film.

Nggak heran ya, karena composer dari musik yang ada di film ini adalah Jermain Stegall. Pria kelahiran Illinois, Amerika Serikat ini sebelumnya juga pernah menjadi composer dari beberapa film lain. Dua di antaranya adalah The Christmas Chronicles (2018) dan The Christmas Chronicles Part Two (2020).

Terasa Hidup Walau Tanpa Suara

review film canvas 3

Selama sembilan menit menonton film ini, kita tak akan dapat mendengar sepatah kata pun dari tokoh-tokohnya. Namun, ceritanya tetap terasa hidup walau tanpa suara. Apalagi, film ini dibekali dengan efek CGI dan animasi yang membuatnya terasa begitu nyata.

Tak heran, karena sutradaranya sendiri merupakan salah satu animator dari beberapa judul film ternama. Sebut saja seperti Toy Story 4 (2019), Kung Fu Panda 3 (2016) dan juga The Boss Baby (2017).

Terinspirasi Dari Kisah Nyata

Bisa dibilang, Canvas merupakan salah satu karya terbaik dari Frank E. Abney III. Sekadar info, ia tak hanya bertindak sebagai sutradara dan animator, melainkan juga penulis cerita dari film pendek ini.

Kabarnya, film Canvas terinspirasi dari kisah nyata yang dialami Abney sendiri. Ia sempat merasakan kesedihan yang mendalam setelah ditinggal sang ayah. Abney ingin menyampaikan betapa kehilangan ayahnya membuat hidup dirinya serta keluarga menjadi berubah setelah sang ayah tiada.

Overall, Canvas merupakan film pendek yang apik, lengkap dengan ceritanya yang menggugah dan tampilan grafis serta musik yang memanjakan mata juga telinga. Dalam sembilan menit, film ini mampu mengingatkan kita untuk tetap menyayangi diri kita dan juga keluarga. Demikian review film Canvas dari Bacaterus. Bagaimana, kamu tertarik untuk menonton filmnya?

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram