Sinopsis & Review Bumi Manusia, Cinta di Masa Kolonial


Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.
Bumi manusia merupakan sebuah film dari adaptasi novel berjudul sama karya Pramoedya Ananta Toer. Film di bintangi oleh Iqbaal Ramadhan sebagai Minke, Mawar Eva de Jongh menjadi Annelies Mellema, dan Sha Ine Febriyanti memerankan Nyai Ontosoroh.
Film ini ditayangkan pada 15 Agustus 2019, dan sempat menguasai perolehan jumlah penonton terbanyak selama dua minggu berturut-turut sebelum digantikan oleh film Gundala. Bumi manusia menggaet lebih dari satu juta penonton, dan meraih pendapatan kotor sekitar 52,7 miliar rupiah. Dalam ajang Festival Film Indonesia 2019, film ini dinominasikan dalam 12 kategori bergengsi.
Sinopsis

Tahun Rilis | 2019 |
Genre | Drama, History |
Sutradara | Hanung Bramantyo |
Pemeran | ∙ Iqbaal Ramadhan ∙ Mawar Eva de Jongh ∙ Sha Ine Febrianti ∙ Bryan Domani ∙ Giorgino Abraham |
Review | Baca di sini |
Minke adalah seorang siswa yang belajar di sekolah elit Hogereburgerschool (HBS). Di suatu hari, teman sekolahnya, Rober Suurhof, mengajak Minke berkunjung ke rumah keluarga Mellema Boerderij Buitenzorg di Wonokromo. Sesampainya di sana, Minke dicurigai dan direndahkan oleh Robert Mellema, sebaliknya, anak pertama dari keluarga tersebut menyambut hangat kedatangan Robert Suurhof.
Meski begitu, adiknya yang bernama Annelies Mellema, serta ibunya Nyai Ontosoroh menerima kehadiran Minke dengan Hangat. Sejak perkenalan pertamanya dengan Annelies, Minke mulai suka kepadanya, dan nampaknya Annelies pun begitu. Nyai Ontosoroh cukup senang dengan kedatangan Minke yang bisa membuat Annelies tampak lebih bergembira.
Keesokan harinya, sehabis pulang sekolah, Minke menemui teman dekatnya yang berdarah Prancis, Jean Marais, dan anaknya yang masih kecil, May Marais. Kepada temannya itu, Minke menceritakan tentang kedatangannya ke Boerderij Buitenzorg, dan bagaimana ia terpukau dengan Annelies, serta Nyai Ontosoroh yang meski seorang pribumi, ia berdiri sejajar dengan perempuan-perempuan Eropa.
Saat Minke berkunjung kembali ke Boerderij Buitenzorg, Annelies menceritakan kehidupan ibunya yang dulu bernama Sanikem sebelum mengganti namanya menjadi Ontosoroh. Atas cerita yang dituturkan oleh Annelies, Minke menulis sebuah artikel di koran Surabaya dengan menggunakan nama pena, Max Tollenaar.
Karena tulisannya itu, Minke tiba-tiba ditangkap oleh polisi, dan dibawa jauh menuju sebuah daerah. Polisi tersebut ternyata membawa Minke ke rumah orangtuanya. Sang ayah lalu memarahi minke karena diketahui menjalin hubungan dengan Annelies, yang menurutnya telah melanggar nilai-nilai kebudayaan, dan tradisi jawa
Setelah mengikuti proses pengangkatan ayahnya menjadi Bupati, Minke menemui Annelies kembali. Saat keduanya sedang menaiki kereta kuda yang dikemudikan oleh Darsam, Minke dibuntuti Gendut Sipit lagi yang sebelumnya pernah membuntutinya juga di kereta api. Darsam yang mengetahui hal itu, meminta Minke untuk pulang dulu, dan jangan dulu menginap di Wonokromo.
Beberapa hari kemudian setelah peristiwa itu, Annelies yang sedang berkeliling pertanian tiba-tiba pingsan, dan dirinya dirawat oleh Dokter Martinet. Minke kemudian datang ke kamarnya, dan merawat Annelies dari sakitnya.
Keduanya lalu melakukan hubungan intim yang membuat luka traumatik Annelies muncul kembali. Menurut Dokter Martinet, Minke bukanlah orang pertama yang melakukan hal itu, karena sebelumnya Robert Suurhof, kakaknya sendiri, pernah memperkosa Annelies.
Sementara itu, Gendut Sipit kemudian kembali muncul di hadapan rumah Annelies, dan membuat heboh seisi rumah. Darsam, Minke, Annelies, dan Nyai Ontosoroh mengejarnya hingga ke rumah pelacuran. Di tempat tersebut, Darsam menemukan ayahnya Annelies, Herman Mellema, yang tewas keracunan.
Tiga Jam yang Masih Terasa Kurang Sempurna

Durasi tiga jam yang disajikan oleh Hanung Bramantyo masih terasa kurang cukup untuk menerjemahkan novel Bumi Manusia ke dalam layar lebar. Selama tiga jam tersebut, rasanya versi layar lebar ini terasa kurang menarik, dan entah kenapa membaca buku aslinya lebih berkesan, serta lebih bisa memaknai kehidupan pribumi di zaman Kolonial.
Bumi Manusia memang bukanlah novel sembarangan, dan Hanung cukup berani mengadaptasinya ke film layar lebar, meski ceritanya tidak sedetail yang ada dalam isi novelnya. Bumi Manusia juga menjadi novel pertama dari Tetralogi Buru, keempat novel tersebut ditulis oleh Pram sendiri selama dirinya menjalani masa pembuangan di Pulau Buru.
Pada masa rezim Orde Baru, novel ini sempat dilarang peredarannya. Tapi, sekarang Bumi Manusia bisa dibaca dengan bebas oleh siapa saja tanpa harus mengalami rasa takut. Novel ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, dan menjadi mahakarya novel sastra Indonesia di tingkat dunia internasional.