bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Batman Forever (1995), Hadapi Dua Villain

Ditulis oleh Aditya Putra
Batman Forever
3
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Setiap superhero memiliki sederet nama villain sebagai musuhnya, begitu juga dengan Batman. Dengan pertaruhan yang besar, Sang Manusia Kelelawar harus berhadapan dengan orang-orang yang punya niat jahat di Gotham, tempatnya tinggal.

Di Batman Forever ada dua villain sekaligus yang punya motif sendiri untuk menguasai Gotham dan harus melewati The Caped Crusader. Dua film Batman sebelumnya yang disutradarai Tim Burton beralih ke tangan Joel Schumacher.

Schumacher membuat perubahan signifikan dalam karyanya. Bukan hanya para pemerannya yang berganti tapi dari cara penggambaran Batman. Seseru apa sih filmnya? Simak dulu sinopsis dan review film Batman Forever di sini!

Baca juga: 10 Film Paling Seru Garapan Sutradara & Produser Tim Burton

Sinopsis

Sinopsis
  • Tahun Rilis: 1995
  • Genre: Superhero
  • Produksi: Warner Bros., PolyGram Filmed Entertainment
  • Sutradara: Joel Schumacher
  • Pemain: Val Kilmer, Tommy Lee Jones, Jim Carrey, Nicole Kidman, Chris O'Donnell

Di Gotham, Batman harus berjuang melepaskan orang-orang yang dijadikan sandera oleh Two-Face. Two-Face dulunya adalah seorang jaksa bernama Harvey Dent. Dent dianggap sebagai sosok pemberantas kejahatan di Gotham.

Sayangnya, wajahnya terkena acid karena ulah kriminal kelas kakap, Sal Maroni sehingga sebagian wajahnya rusak. Dia menyalahkan Batman karena nggak bisa mencegah hal itu terjadi.

Edward Nygma, seorang peneliti di Wayne Enterprises mengembangkan teknologi untuk membaca pikiran orang-orang dan menyerapnya lewat gelombang televisi.

Program itu dianggap terlalu berbahaya oleh Bruce Wayne sehingga dia menolaknya. Nygma kemudian membunuh atasannya dan membuatnya seolah-olah kejadian bunuh diri. Dia kemudian keluar dari Wayne Enterprises dan bersiap membalas dendam pada Bruce.

Nygma dimasukkan ke Arkham Asylum karena dianggap kejiwaannya terganggu. Dia diteliti oleh seorang psikolog yang bergerak di bidang kriminal, Chase Meridian.

Selain menjalani profesi sebagai psikolog kriminal, Chase juga bertindak sebagai psikolog untuk Bruce yang masih diliputi oleh trauma masa kecil dan pertentangan dua kepribadiannya.

Bruce mulai mendekati Chase. Sementara itu, Nygma berhasil keluar dari Arkham Asylum. Bruce menghadiri pertunjukan sirkus bersama Chase. Two-Face bersama anak buahnya menyerang tempat pertunjukan itu. Dia juga mengancam akan meledakkan bom. Hal itu dilakukannya untuk memancing kedatangan Batman.

Dick Grayson, anak bungsu dari pelaku pertunjukan sirkus berhasil melempar bom buatan Two-Face ke sungai. Sayangnya, semua anggota keluarganya yang juga pemain sirkus harus terbunuh.

Bruce kemudian mengajak Grayson untuk tinggal di Wayne Manor. Perlahan-lahan Grayson tahu bahwa Bruce adalah Batman. Dia ingin balas dendam pada Two-Face tapi Bruce nggak mengijinkannya.

Nygma terinspirasi dengan aksi Two-Face, dia pun menggunakan persona baru untuk tindakan kriminalnya, yaitu The Riddler. Tanpa waktu yang lama, dia berhasil berkenalan dengan Two-Face sebagaimana mereka berdua punya visi yang sama.

Mereka pun mulai melaksanakan berbagai tindakan pencurian untuk membiayai penelitian yang dilakukan Nygma. Nygma menciptakan sebuah alat bernama The Box. Alat itu bisa digunakan untuk mengirimkan pikiran penonton televisi ke pikiran Nygma.

Dengan begitu, Nygma memiliki kecerdasan yang luar biasa. Selain itu, dia juga menggunakan alat tersebut untuk mencari informasi tentang siapa sosok di balik kostum Batman.

Dalam pencarian identitas Batman, Nygma mengadakan sebuah pesta untuk memancing Sang Manusia Kelelawar. Batman menghadiri pesta tersebut dengan niatan mencari Two-Face.

Sayangnya, dia malah masuk jebakan Two-Face yang nyaris berhasil membunuhnya. Untungnya, Grayson berhasil datang di waktu yang tepat.

Batman mengunjungi Chase dan mengatakan bahwa dia mencintai sang psikolog. Bahkan dia mengungkap jati diri yang sebenarnya yaitu Bruce Wayne.

The Riddler dan Two-Face berhasil mendapatkan informasi tersebut lewat The Box. Mereka pun mendatangi Wayne Manor, masuk ke Batcave dan meledakkannya. Selain itu, mereka juga berhasil menembak Bruce dan menculik Chase.

Ketika dalam masa pemulihan, Bruce dan Alfred mencari tahu sosok Riddler yang mengarah pada Nygma. Bruce pun mulai setuju bahwa dia butuh rekan untuk menjalankan misinya mengalahkan Two-Face dan The Riddler. Oleh karena itu, dia menerima Grayson sebagai Robin. Bisakah Gotham diselamatkan oleh Batman dan Robin?

Plus Minus Val Kilmer sebagai Batman

Plus Minus Val Kilmer sebagai Batman

Batman Forever bukan hanya beralih tangan di kursi sutradara tapi juga mengganti sosok Batman dengan Val Kilmer. Dalam dua film sebelumnya, sosok Michael Keaton yang berperan sebagai Bruce dan alter egonya itu dianggap punya karisma yang kuat.

Walau begitu, karakter playboy yang dimiliki Bruce nggak cukup berhasil ditampilkan oleh aktor asal Pennsylvania tersebut. Berbeda dengan Keaton, Kilmer secara fisik terasa jauh lebih meyakinkan sebagai Bruce maupun Batman. Sayangnya, cerita yang kurang solid membuat penampilannya di film ini nggak memorable.

Terlebih karakter yang disajikan pun terlalu umum untuk diangkat tanpa adanya pendalaman yang pas untuk membuat cerita terasa berbeda.

Salah satu kelebihan film ini adalah kostum serta alat-alat baru dari Batman. Walau hal itu menjadi elemen yang dibawa dari satu film Batman ke yang lainnya, tapi secara tampilan alat-alatnya terasa sangat futuristik.

Bahkan adegan-adegan yang menampilkan Sang Manusia Kelelawar dengan alat-alatnya itu dikemas dengan meyakinkan baik ketika menggunakan effect maupun nggak.

Penggunaan Tone Berbeda

Penggunaan Tone Berbeda

Seiring dengan beralihnya kursi sutradara ke tangan Schumacher, citra Batman a la Burton pun dirombak habis. Nggak ada Gotham dalam kemasan distopia dengan cerita bernuansa noir lagi. Unsur-unsur tersebut diganti dengan tone yang tetap gelap tapi menggunakan lampu-lampu cerah seperti neon di Gotham.

Secara sinematografi, film ini berhasil tampil berbeda secara signifikan dengan dua film sebelumnya. Gotham tetap diberi visualisasi menggunakan effect yang menampilkan gedung-gedung tinggi serta banyak jembatan yang menghubungkan satu gedung dengan gedung lainnya. Hanya saja perubahan tone menjadi yang paling menonjol.

Film ini minim sekali memunculkan unsur emosional dari segi cerita. Untuk karakter Batman sendiri, bisa dikatakan paling lemah dibandingkan dengan dalam film-film lainnya.

Klimaks dalam konflik yang disajikan dalam third act yang seharusnya terasa intens pun gagal dikemas dengan tepat. Alhasil, kita seperti menonton film yang lebih menonjolkan effect dibanding dari segi cerita.

Tempo Terlalu Cepat

Tempo Terlalu Cepat

Batman Forever berjalan dengan tempo yang terlalu cepat. Hal tersebut mengakibatkan pendalaman karakternya terasa kurang mendalam. Praktis hanya sosok The Riddler yang paling tersorot dengan latar belakang serta motifnya. Hal itu mengakibatkan sosok villain-lah yang terasa jauh lebih dominan.

Kehadiran dua villain sekaligus membuat film karya Schumacher ini nyaris berjalan tanpa basa-basi. Sekuens bermunculan secara bergantian dengan cepat.

Hal itu membuat film ini seakan-akan ingin memamerkan deretan pemainnya yang terdiri dari nama-nama besar, kecanggihan teknologi yang dimiliki Batman dan kemunculan rekan Batman yaitu Robin.

Batman Forever bukanlah tipikal film yang menggunakan cerita yang solid sebagai senjata utamanya. Alih-alih kita akan disuguhi sosok superhero dari Gotham itu dengan banyak melakukan aksi-aksi berbahaya, sayangnya nggak cukup mengikat secara emosional dan minim ketegangan.

Tapi bagi penggemar Batman, durasi selama 122 menit bisa cukup menghibur. Apa kamu termasuk penggemar Batman? Coba berikan opini kamu di kolom komentar, teman-teman!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram