bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Antlers, Teror Makhluk Mitologi di Hutan

Ditulis oleh Dhany Wahyudi
Antlers
2.9
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Seorang guru SMP yang baru kembali ke kampung halamannya di Oregon penasaran dengan salah satu siswanya yang terkesan misterius, sementara sheriff setempat sedang berusaha memecahkan kasus pembunuhan dengan jasad yang tercabik-cabik.

Kepala adat daerah setempat berkata bahwa itu adalah ulah makhluk mitologi. Adakah hubungan antara ketiganya? Antlers adalah film horror yang disutradarai oleh Scott Cooper dan dirilis oleh Searchlight Pictures pada 29 Oktober 2021.

Diproduseri oleh Guillermo del Toro dan David S. Goyer yang sangat paham dengan film horror berkualitas, film ini merupakan yang pertama bagi Scott Cooper dalam mengarahkan film bergenre horror.

Sempat lebih dari setahun tertunda perilisannya, akankah film ini mampu membawa atmosfer film-film horror monster seperti karya-karya Guillermo del Toro? Sebelum menontonnya, sebaiknya baca review berikut terlebih dahulu.

Baca juga: 10 Rekomendasi Film Tentang Mahkluk Mitologi yang Seru

Sinopsis

Antlers

Di pedalaman Oregon, Frank Weaver bersama temannya mengolah shabu di bekas pertambangan. Putra bungsunya, Aiden, menunggu di mobil. Tiba-tiba terdengar suara yang aneh, lalu mereka berdua diserang oleh makhluk misterius.

Lucas, putra sulung Frank, sering menjadi korban perundungan di sekolahnya. Dia cenderung pendiam dan lebih sering menyendiri. Kehadirannya menarik perhatian dari gurunya, Julia, yang baru kembali ke kampung halamannya setelah pergi selama 20 tahun.

Setelah satu aksi perundungan lagi menimpanya, Julia merasa kasihan dengan Lucas dan mengikutinya dalam perjalanan pulang ke rumah.

Julia kemudian mentraktir Lucas es krim sambil berbincang mengenai keluarganya. Lucas sedikit marah dan pergi sebelum menyelesaikan makannya. Di perjalanan dia menemukan bangkai hewan yang kemudian dibawanya pulang untuk diberikan kepada ayah dan adiknya yang dikurung di sebuah ruangan.

Sementara itu, mantan sheriff Warren menemukan jasad di hutan dan melaporkannya ke polisi. Julia merasa khawatir dengan Lucas yang diduga mengalami kekerasan di rumah sehingga mentalnya sedikit terganggu.

Awalnya Julia menghampiri rumah Lucas, tapi ketika mendengar suara aneh yang menakutkan dia berlari dan mengebutkan mobilnya menjauh. Julia kemudian mengadukan hal ini kepada kepala sekolah Ellen yang kemudian berinisiatif untuk mengunjungi rumah Lucas.

Saat datang, rumah sedang dalam kondisi kosong. Ellen kemudian membuka gembok yang didalamnya terdapat Frank dan Aiden. Lantas Ellen menjadi korban. Saat Lucas kembali ke rumah, dia mendapati jasad Ellen, tapi tidak menemukan ayah dan adiknya. Lucas kemudian membersihkan semua jejak darah yang ada di lantai.

Paul, adik Julia yang merupakan sheriff di wilayah itu, mendapat laporan dari suami Ellen yang dianggap menghilang. Sementara itu, Julia mendatangi rumah Lucas yang kemudian melaporkan kepada Paul tentang penemuan jasad manusia disitu.

Lucas kemudian dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa dimana dokter menyatakan bahwa Lucas kekurangan gizi dan mentalnya sedikit terganggu.

Kemudian ditemukan lagi sebuah jasad anak kecil yang menjadi korban saat makhluk misterius itu mengejar Lucas sepulang dari sekolah. Paul mulai lebih serius menanggapi kasus ini dan meminta bantuan Warren.

Julia menunjukkan hasil gambaran Lucas yang ternyata dianalisa oleh Warren adalah sebuah makhluk mitologi bernama wendigo. Paul tidak percaya dengan informasi ini.

Julia dan Paul kemudian memutuskan untuk membawa Lucas tinggal bersama mereka. Suatu malam, wendigo menyelinap ke rumah dan menewaskan Dan, rekan Paul. Dengan cepat, Paul kembali ke rumah dan sempat berhadapan dengan wendigo tapi dia kalah dan terluka.

Julia kemudian menolong Paul dan membawanya ke bekas pertambangan yang diyakini tempat beradanya wendigo beserta Lucas dan Aiden.

Seorang diri, berhasilkah Julia mengalahkan wendigo? Dengan cara apa dia menghadapi makhluk mitologi yang ganas itu? Semakin mencekam, nih! Tonton filmnya sampai habis untuk mendapatkan jawabannya, ya!

Mengemas Kisah Mitologi di Kota yang Suram

Mengemas Kisah Mitologi di Kota yang Suram

Kisah dalam film Antlers ini adalah pengembangan dari cerpen The Quiet Boy karya Nick Antosca yang dipublikasikan di majalah Guernica edisi Januari 2019. Menampilkan makhluk mitologi dari Amerika Utara, yaitu wendigo, tentu saja menarik perhatian Guillermo del Toro yang merupakan sineas spesialis film-film bertema monster dan makhluk aneh.

Tapi kali ini dia hanya duduk di kursi produser saja bersama David S. Goyer yang juga dikenal sebagai penulis naskah spesialis film-film horror. Dengan dukungan dari dua tokoh film yang kapasitasnya tidak diragukan lagi di genrenya, membuat Scott Cooper berani untuk membesut film horror pertamanya.

Scott Cooper bersama penulis cerpennya menyusun naskah film dibantu oleh C. Henry Chaisson yang memadukan kisah mitologi dengan sisi kejiwaan tiga karakter utamanya yang berada di sebuah kota yang suram, seolah nyaris tanpa kehidupan.

Meski cerita seolah dibuat terkotak-kotak, antara kehadiran makhluk misterius, kasus pembunuhan, dan kejiwaan tiga karakter utamanya, tapi dari awal film kita sudah bisa merajut semuanya dengan mudah. Sebenarnya tidak ada yang membuat kita penasaran selain penampakan wendigo itu sendiri.

Sinematografi Pencipta Atmosfer Kelam

Sinematografi Pencipta Atmosfer Kelam

Dari pembukaan film dimana terdapat narasi dalam bahasa Ojibwe yang mengiringi pergerakan kamera menelusuri danau yang membentang diantara gunung-gunung berselimut awan, kita sudah langsung bisa menilai bahwa sinematografi film ini berada di atas rata-rata.

Kerja Florian Hoffmeister mampu menciptakan atmosfer yang kelam di sepanjang film. Dengan pencahayaan yang temaram, kita berkali-kali akan dipaksa untuk sedikit bergerak maju agar sosok di balik kegelapan itu terlihat.

Ditambah dengan tim makeup yang sangat apik dalam menampilkan perubahan Frank, mulai dari sakit hingga menjadi wendigo, dijamin kita akan merasa tercekat melihat perubahannya di setiap adegan yang berbeda.

Kesan Monoton yang Muram

Kesan Monoton yang Muram

Sayangnya, film ini terkesan monoton karena terlalu suram, kelam dan muram. Cerita berjalan lambat dan susah bagi kita untuk bersabar, karena kurangnya keseimbangan antara pengolahan drama dan horror-nya.

Di awal, memang nuansa dramanya terlalu kental dan sisi horror dibangun dengan sangat perlahan sekali. Meskipun muncul adegan yang mengagetkan, tidak cukup membuat adrenalin kita terpompa.

Gubahan musik yang mengiringi adegannya juga kurang bisa menggiring imajinasi ketakutan kita. Sekali lagi, kita tidak dibuat ketakutan dengan film ini, tapi kita dibuat penasaran dengan sosok wendigo.

Kerja editor kawakan Dylan Tichenor yang terbiasa bekerja dengan sutradara Paul Thomas Anderson sedikit kendor dengan tidak mulusnya perpindahan di beberapa adegan, begitu juga dengan kontinuitasnya. Memang, film Antlers ini menggelar kisah penuh kekelaman, baik dari sisi manusia maupun makhluk misterius yang meneror kota.

Tapi sebenarnya, film berdurasi 1 jam 39 menit ini bercerita tentang cinta, yaitu cinta antara Frank dan kedua putranya. Sejak ditinggal wafat istrinya, Frank merawat kedua putranya seorang diri meski bekerja sebagai pengolah shabu.

Dan ketika dia terinfeksi oleh wendigo yang membuatnya sakit dan mengalami banyak perubahan fisik serta memakan daging mentah, begitupun dengan Aiden, Frank tetap tidak mau melukai anak-anaknya. Dia membuat gembok dan mengurung diri di dalam ruangannya, hingga akhirnya dia berubah total menjadi sosok wendigo.

Sisi kejiwaan Lucas diceritakan dengan cukup baik, hanya saja pendalaman karakter Julia dan Paul terkait trauma masa lalu tidak ada kaitannya dengan cerita yang disuguhkan.

Hal inilah yang membuat hubungan cerita dalam film yang syutingnya dilakukan di British Columbia ini, tempat dimana syuting First Blood (1982) dilangsungkan, kurang menggigit karena tidak terkoneksi dengan baik.

Di atas segala kekurangan, Antlers tampil lumayan baik sebagai tambahan dalam genre horror bertema makhluk mitologi. Meski ceritanya kurang menggigit dan pendalaman karakter yang kurang baik, setidaknya film ini masih memiliki sisi sinematografi yang apik dan performa akting yang cukup bisa membuat kita bertahan hingga akhir film.

Memang ada sedikit kekecewaan, tapi film ini masih layak untuk ditonton, terutama bagi fans film horror yang menyukai cerita dari dunia mitologi. Persiapkan diri kalian untuk menyimak teror makhluk yang tidak pernah bisa menahan rasa lapar ini. Selamat menonton!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram