showpoiler-logo

Sinopsis & Review 3 Srikandi, Tiga Gadis Mengharumkan Bangsa

Ditulis oleh Suci Maharani R
3 Srikandi
3.5
/5
showpoiler-logo
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Membawa pulang medali dari ajang Olimpiade bukanlah perkara mudah, inilah yang dirasakan oleh Yana, Lilis dan Kusuma. Mereka adalah tiga perempuan muda yang berhasil membawa pulang medali perak cabang olahraga Panahan di Olimpiade Musim Panas 1988 di Seoul.

Ketiganya mengalami masa-masa pelatihan yang sulit, di bawah pelatihan Donald pandiangan, yang dijuluki sebagai “Robin Hood Indonesia”.

Kisah ketiga pahlawan Indonesia ini secara apik diceritakan dalam sebuah film berjudul 3 Srikandi (2016). Film yang diproduksi oleh MVP Pictures ini dibintangi oleh Bunga Citra Lestari, Tara Basro, Chelsea Islan dan Reza Rahadian.

Film ini berhasil menjadi salah satu film yang bisa meningkatkan semangat juang bagi para atlet muda Indonesia untuk terus berjuang. Lalu, bagaimana kisah perjuangan dari para Srikandi Indonesia ini melangkah hingga ke babak final Olimpiade Musim Panas 1988? Untuk mengetahui cerita lengkapnya, mari baca ulasannya di bawah ini.

Sinopsis

3 Srikandi_

Hari itu Nurfitriyana Saiman tengah berjuang untuk mendapatkan medali emas di ajang Pekan Olahraga Nasional. Penampilannya yang sangat cemerlang berhasil membawanya ke atas podium sambil memegang medali emas yang diimpikannya.

Kemenangannya membuat ia bermimpi untuk bisa pergi bertanding di ajang Olimpiade Musim Panas Tahun 1988 di Seoul. Para atlet sudah banyak, sayangnya tidak ada pelatih yang mumpuni dalam meningkatkan kualitas para atlet untuk pergi ke Seoul.

Hal ini membuat mereka mengingat satu sosok yang dijuluki dengan nama “Robin Hood Indonesia”. Donald Pandiangan adalah atlet berbakat Indonesia yang gagal pergi ke Olimpiade Musim Panas 1980 karena isu politik.

Sebagai sekjen Persatuan Pemanah Indonesia, Udi harsono berusaha mencari Donald untuk memperkuat timnas panahan Indonesia, apalagi seleksi atlet akan segera dilakukan membuat Udi harus segera bergegas menemukan Donald dengan cepat.

Akhirnya Udi pun bertemu dengan Donald di sebuah bengkel usang. Sempat ditolak, akhirnya Donald menerima dengan syarat ia hanya akan melatih tim tersebut dengan caranya sendiri.

Di tempat lain, ada tiga atlet perempuan Indonesia yang sedang bergelut dengan kenyataan hidup masing-masing. Nurfitriyana kembali ke rumah dengan bangga atas kemenangannya, sang ayah justru memarahi Nurfitriyana karena gadis ini terkesan menomor duakan skripsinya.

Sementara di tempat lain, Kusuma Wardhani harus dilanda dilema untuk memilih antara bekerja sebagai CPNS atau terus latihan memanah. Hal yang agak berbeda datang dari Lilies Handayani, ia tidak memiliki masalah seperti kedua orang tuanya karena kedua orang tuanya juga atlet panahan.

Tapi, yang mengganjal di hatinya adalah ketika sang ibu terus saja menjodohkannya dengan pria lain. Dengan permasalahan yang berbeda ini, akhirnya ketiga perempuan ini disatukan sebagai atlet binaan di pelatnas, di bawah pelatihan coach Donald Pandiangan.

Tidak mudah bagi mereka untuk melakukan pelatihan ini, Pasalnya Donald memang pelatih yang militan dan sangat disiplin. Pelatihan yang diberikannya tidak hanya menguras tenaga, tetapi menguras emosi ketiga gadis muda ini.

Ketiganya hampir saja gagal dikirim ke Seoul, untungnya setelah mendapatkan kesempatan kedua mereka berhasil pergi ke Olimpiade Musim Panas Tahun 1988.

Tak hanya berhadapan dengan angin dan cuaca yang tidak menentu, tiga atlet panahan Indonesia ini merasakan kerasnya arena lomba Internasional. Mereka harus menerima kenyataan gagal di perorangan, hingga kini tujuan mereka hanya di cabang beregu.

Berhasilkan tiga srikandi Indonesia membawa pulang medali, ketika harus berhadapan dengan atlet dari negara-negara besar?

Premisnya Bagus, Tapi Tidak Fokus pada Perjuangan Olimpiade

Premisnya Bagus, Tapi Tidak Fokus Pada Perjuangan Di Olimpiade_

Seperti judulnya 3 Srikandi (2016), film ini memang menceritakan kisah dari tiga atlet muda cabang panahan menuju Olimpiade Seoul 1988. Film ini bisa dikatakan berhasil untuk menceritakan kisah kehidupan Yana, Lilies dan Kusuma sebagai atlet tahun 80-an.

Film ini menggambarkan bagaimana para atlet berjuang seorang diri dan kurang mendapatkan apresiasi dari pemerintah untuk mengembangkan diri. Konflik bertambah ketika tiga atlet perempuan Indonesia yang berasal dari tiga keluarga, suku dan kehidupan yang berbeda dipertemukan.

Untuk memperkuat cerita dan membangun ikatan dengan ketiga atlet, sosok Donald pandiangan si “Robin Hood Indonesia” juga sedikit diceritakan. Untuk hal ini saya tidak ada masalah, memang benar hal ini menjadi background penting untuk karakter pemeran utamanya.

Tapi yang saya sayangkan adalah, mereka malah fokus pada kisah hidup masing-masing atlet dan pelatihnya. Sedangkan kisah mengenai perjuangan mereka di olimpiade justru tidak diperdalam.

Padahal dari sini mentalitas seorang atlet akan terlihat jelas, ketika mereka berada di lapangan. Saya ingin melihat bagaimana ketiga atlet berusaha melawan ego dan diri sendiri saat berada di arena pertandingan.

Saya juga ingin melihat bagaimana cara mereka mengembalikan semangat juang dan perasaan mereka saat dikelilingi atlet luar negeri, heat saat mereka harus berhadapan dengan Amerika, hingga ketika pundak Yana terluka karena jatuh.

Hal inilah yang ingin saya lihat dalam 3 Srikandi (2016), sayangnya malah nihil. Padahal intensitas ceritanya sudah pas, tapi sutradara dan penulis cerita sepertinya kurang materi.

Alhasil film ini terasa kurang memiliki nyawa, pasalnya arena olimpiade yang menegangkan malah terlihat biasa saja. Apalagi adegan ketika mereka berada di olimpiade, bagi saya sangat singkat, membuat saya kurang menjiwai filmnya.

Terlalu Banyak Side Story & Efek Visual Amatir

Terlalu Banyak Side Story Dan Efek Visual Yang Amatir_

Seperti yang sudah saya singgung di atas, 3 Srikandi (2016) terlalu fokus pada kehidupan pribadi Yana, Lilies, Kusuma dan Donald. Ternyata, hal ini disebabkan karena terlalu banyak side story yang diangkat, dari awal hingga menuju akhir filmnya.

Mulai dari kisah cinta Kusuma dengan pelatih tim panahan pria, yang entah kenapa sangat santai seperti tidak memiliki kesibukan. Lalu, cara ketiga gadis ini bergaul dan menikmati hidup selama mereka menjalani pelatihan.

Sebenarnya hal ini bisa dipersingkat karena side story seperti itu malah membuang durasi. Contohnya, saat adegan senang-senang, scene itu bisa disesuaikan dengan durasi lagu "Astaga" saja sudah cukup, tapi malah diperpanjang lagi. Lalu untuk scene lagu “Ratu Sejagad”, entah kenapa bagi saya hal ini adalah scene paling aneh.

Tapi, hal yang tidak kalah mengganggu yaitu soal efek visualnya, yang menurut saya sangat-sangat amatir. Saya sangat terganggu dengan efek ketika Yana, Lilies dan Kusuma melesatkan anak panahnya di olimpiade. Terlihat sekali bahwa real footage dengan efek visualnya tidak sinkron.

Lalu, soal venue panahan di Seoul, untuk pembuatannya saya bisa katakan cukup oke, karena vibes Korea-nya lumayan terasa.

Tapi yang membuat mata saya teralihkan adalah, ketika melihat para figuran yang muncul untuk berperan sebagai penonton Korea. Mereka terlihat seperti orang Korea jalur kearifan lokal, meski mereka berusaha menutupinya dengan blur.

Namun, saya juga memuji bagian Ipung Rachmat Syaiful yang menggarap sinematografinya dengan sangat baik. Saya menyukai berbagai macam scene ketika Yana, Lilies, Kusuma dan Donald berlatih di lapangan, pantai hingga di jalan perbukitan.

Pengambilan gambarnya sangat baik, hal ini juga didukung dengan proses penyuntingan gambar yang terasa smooth. Salah satu adegan yang paling saya sukai adalah, ketika sosok ketiga atlet diperlihatkan dalam siluet saat mereka berlatih di pantai. Tata musiknya juga berhasil membangkitkan nuansa tahun 80-an dengan sangat baik dan enjoyable.

Bukan BCL, Dian Sastro Pilihan Pertama Sebagai Nurfitriyana

Bukan BCL, Dian Sastro Pilihan Pertama Sebagai Nurfitriyana Saiman_

3 Srikandi memang tidak lengkap jika tidak ada Reza Rahadian, Bunga Citra Lestari, Chelsea Islan dan Tara Basro sebagai pemeran utamanya. Pasalnya akting dan penjiwaan karakternya memang sangat luar biasa, siapapun bisa merasakan sulitnya jadi atlet di tahun 80-an.

Namun, ternyata Dian Sastro sempat dikabarkan akan menjadi pemeran utama di film ini lho. Sebenarnya Dian Sastro awalnya digadang-gadang menjadi pemeran karakter Nurfitriyana Saiman untuk film ini.

Sayangnya hal ini gagal direalisasikan, karena Dian Sastro sudah memiliki jadwal syuting untuk film lainnya. Sehingga, salah satu aktris paling berbakat di Indonesia ini, harus melepaskan perannya sebagai Yana.

Setelah itu, nama Bunga Citra Lestari akhirnya muncul dan menjadi pengganti Dian Sastro untuk memerankan karakter Nurfitriyana Saiman. Makanya, waktu pelatihan yang dimiliki oleh Bunga Citra Lestari bisa dikatakan sangat minim.

Pasalnya ibu satu anak ini memang dihadirkan saat-saat terakhir, sebelum filmnya mulai melakukan proses syuting. Hebatnya, meski waktu latihannya sangat minim, ternyata Bunga Citra Lestari berhasil menunjukkan kemampuan akting dan panahan terbaiknya.

Saya pun tidak menyangka jika proses pelatihan Bunga sangat singkat karena ia terlihat begitu akrab dengan alat panahan yang digunakannya. Body language yang diperlihatkannya juga tidak terasa kagok, makanya aktingnya di sini memang sangat memukau.

Inilah review saya setelah menonton 3 Srikandi (2016), kisah tiga atlet perempuan Indonesia untuk membawa pulang medali di ajang Olimpiade.

Sayangnya, meski memiliki premis yang sangat bagus, film ini kurang bisa menggambarkan kisah haru perjuangan dari Yana, Lilies dan Kusuma. Bagaimana menurutmu? Jangan lupa untuk menuliskan jawabannya di kolom komentar di bawah ini.

cross linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram