bacaterus web banner retina

Sinopsis & Review Elvis, Pesona Gemilang Sang Raja Rock and Roll

Ditulis oleh Dhany Wahyudi
Elvis
3.7
/5
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Berawal dari kehidupan miskin di komunitas warga Afrika-Amerika, mulai dikenal berkat kesuksesan rekaman dan aksi panggungnya, Elvis Presley kemudian menjelma menjadi penyanyi solo paling terkenal sejagat raya dengan julukan “King of Rock and Roll”.

Tapi di balik kesuksesan itu, banyak cerita pahit seputar keluarga, rumah tangga dan hubungannya dengan sang manajer, Colonel Tom Parker.

Elvis adalah film drama tentang biografi Elvis Presley karya Baz Luhrmann yang dirilis oleh Warner Bros pada 24 Juni 2022.

Menggelar beberapa kisah dari berbagai fase karir Elvis dari sudut pandang sang manajer, film ini dipenuhi dengan deretan lagu hits miliknya.

Begitu juga dengan beberapa penampilannya di konser dan acara TV yang ditampilkan semirip mungkin dengan aslinya.

Mendapat standing ovation selama 12 menit di Cannes Film Festival setelah penayangan perdananya, membuat kita sangat penasaran dengan kualitas film ini. Sebelum menontonnya, simak review berikut terlebih dahulu, ya!

Baca juga: Sinopsis dan Review Roxanne Roxanne, Biografi Ratu Rap

Sinopsis

Sinopsis

Las Vegas, 1997. Colonel Tom Parker dilarikan ke rumah sakit. Di kamar perawatan, Tom mulai bercerita tentang perjalanan karir Elvis dan posisinya sebagai manajer dalam menggapai kesuksesan.

Dia berkata, bahwa dialah yang telah menciptakan Elvis. Kisah berpindah ke lebih dari 50 tahun sebelumnya, dimana Elvis dan ibunya harus pindah ke pemukiman warga Afrika-Amerika karena ayahnya dipenjara.

Elvis yang berusia 12 tahun sering mengintip permainan gitar Arthur Crudup, musisi blues asal Memphis, dan tenggelam dalam keriuhan musik gospel di sebuah gereja.

Beranjak remaja, setelah lulus SMA, Elvis bekerja sebagai sopir truk. Tapi Elvis tetap mendahulukan karir musiknya dengan membuat rekaman dan tampil di Louisiana Hayride yang disiarkan secara langsung di radio.

Performa apiknya di atas panggung dengan goyangan yang akan menjadi ciri khasnya, membuat banyak penonton wanita berteriak histeris.

Fenomena ini langsung ditanggapi oleh Tom yang memang sedang mencari penyanyi muda untuk diorbitkan. Setelahnya, Tom langsung berbincang tentang masa depan dan karir musik bersama Elvis.

Tom membuat RCA, label skala nasional, membeli kontrak Elvis dari Sun Records. Tom juga membuat aturan bagi kehidupan pribadi Elvis dan berhasil membujuk kedua orang tua Elvis untuk menjadikannya sebagai manajer resminya.

Elvis lalu mengikuti rombongan tur dengan bintang utamanya, Hank Snow. Tapi, karena lebih disukai oleh penonton remaja, Elvis lambat laun menjadi bintang utama tur.

Mulai rekaman untuk RCA, Elvis langsung merajai tangga lagu di Amerika. Elvis pun menjadi bintang film bagi Paramount Pictures. Dia membeli rumah besar di Graceland untuk ayah dan ibunya.

Tampil di acara TV nasional, popularitas Elvis semakin meninggi, tapi kecaman terhadap aksi panggungnya pun semakin gencar.

Elvis diminta tampil di acara TV dengan format baru, tanpa goyangan khasnya dan mengenakan pakaian formil. Elvis menganggap acara ini hanya ingin mempermalukannya saja.

Dilanda kegalauan karena image-nya diubah, Elvis lebih sering berkumpul dengan teman-temannya dari kalangan musisi blues, seperti B.B. King, yang memberikan saran kepada Elvis untuk mempertahankan image yang sudah dia punya.

Elvis kemudian tampil di panggung terbuka di atas segala kecaman. Namun dia mengikuti saran B.B. King dan tetap tampil dengan aksi panggung yang enerjik. Panggung langsung dibubarkan ketika penonton yang dibuat terpisah mulai histeris dan memicu kerusuhan.

Elvis dibawa ke kantor polisi dan diperkarakan ke pengadilan. Demi menyelesaikan masalah ini, Tom mengajukan Elvis untuk mengikuti wajib militer.

Sejak Elvis pergi untuk berlatih di Arkansas, sang ibu yang sangat khawatir tenggelam dalam kebiasaan meminum alkohol dan wafat. Elvis datang dan sangat berduka atas kematian ibunya.

Elvis kemudian ditempatkan di Jerman dan jatuh cinta kepada Priscilla. Sepulang dari tugas militernya, mereka menikah. Tom menepati janji untuk menjadikan Elvis sebagai bintang Hollywood.

Saat popularitas Elvis berada di puncak, banyak terjadi perubahan di dunia. Kehadiran The Beatles, pecahnya Perang Vietnam, dan penembakan Martin Luther King adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan karirnya.

Tidak ada studio yang mengajaknya bermain film dan dia tidak pernah tampil di atas panggung lagi. Elvis butuh angin segar untuk membawanya ke puncak popularitas kembali.

Tom mengajukan acara Natal di TV bagi Elvis. Tapi atas saran dua teman barunya dari majalah Rolling Stone, Elvis mendadak mengubah konsep acara itu menjadi ajang kembalinya dia menyanyikan musik rock and roll di atas panggung.

Peristiwa penembakan Bobby Kennedy mempengaruhi mental Elvis. Dia merasa harus membuat pernyataan kepada publik Amerika.

Di segmen terakhir acara TV ini, Elvis menyanyikan lagu baru yang berisikan protesnya atas berbagai peristiwa penembakan dan kericuhan di Amerika. Lagu “If I Can Dream” kembali menempatkan Elvis kepada popularitasnya.

Musik Elvis mulai mengarah kepada pop yang mulai disukai publik. Permintaan untuk tampil di luar Amerika berdatangan tapi ditolak oleh Tom.

Elvis dan Tom berselisih paham tentang tur dunia ini. Elvis ingin mengakhiri kerja samanya dengan Tom saat menjenguknya di rumah sakit.

Tapi Tom menjanjikan sebuah pertunjukan besar dimana Elvis tidak perlu mengeluarkan uang, yaitu menjadi penyanyi tetap di International Hotel Las Vegas. Elvis bebas memilih konsep, musisi, bahkan hingga desainer untuk merancang kostum panggungnya.

Penampilan perdananya sangat powerful dan mengagumkan, membuat Tom menandatangani kontrak agar Elvis tetap bertahan menggelar konser di hotel itu selama 5 tahun lamanya.

Keinginan Elvis untuk tur dunia tetap besar, tapi Tom menghalanginya dengan cara yang inovatif, yaitu menggelar konser yang disiarkan langsung ke seluruh dunia. Konser itu bertajuk Aloha from Hawaii.

Elvis menghabiskan waktunya dari panggung ke panggung, dan di waktu luangnya dia gunakan untuk menyendiri. Priscilla memutuskan untuk berpisah dengan alasan kecanduan Elvis kepada obat-obatan.

Menjelang konser, Elvis pingsan. Tapi Tom memutuskan Elvis tetap harus naik ke panggung dengan disuntikkan obat oleh Dr. Nick.

Dan di akhir konser itu, Elvis menghardik Tom dengan keras dari atas panggung yang diakhiri dengan pemecatan Tom dari kursi manajer. Apakah karir Elvis tanpa Tom akan lebih baik atau justru terpuruk?

Dan apakah sosok Tom memang sejahat itu? Dapatkan jawaban atas pertanyaan ini dengan menonton film yang sangat indah dalam bertutur ini sampai selesai.

Kejujuran Fakta dalam Cerita Sang Raja

Kejujuran Fakta dalam Cerita Sang Raja

Mengarahkan film biografi memang tidak mudah. Jika terlalu jujur dalam membeberkan fakta, film akan muncul seperti rangkaian dokumentasi dengan alur Wikipedia. Jika memasukkan unsur dramatis dengan secuil unsur fiktif, dianggap mengkhianati sang tokoh dan warisannya.

Dan sudah pasti, pengamat kehidupan sang tokoh, akan melemparkan cercaan secara bertubi-tubi yang akan membenamkan kualitas film ke dalam kuburan kritikan yang dalam.

Tapi untungnya, hal ini tidak terjadi pada film Elvis. Menurut pemaparan Priscilla, istri Elvis, semua yang diceritakan benar apa adanya. Penggambaran setiap adegan sesuai dengan yang pernah dialami oleh sang legenda.

Meski dianggap jujur, tetap saja ada beberapa fakta yang dimanipulasi demi kepentingan cerita. Seperti usia Priscilla saat bertemu Elvis di Jerman dan manajer Elvis sebelum Tom Parker.

Usia Priscilla tidak disebutkan di dalam film, tapi asumsi kita adalah remaja. Pada faktanya, usia Priscilla saat Elvis bertugas di Jerman adalah 14 tahun.

Lalu, sebenarnya Elvis memiliki manajer sebelum Tom Parker, yaitu Bob Neal yang membentuk band untuk mendukung Elvis di panggung.

Kontribusi besarnya dalam karir awal Elvis dihilangkan begitu saja dalam film ini. Ada beberapa tokoh penting lainnya yang juga dilewatkan di film ini, antara lain Jerry Leiber dan Mike Stoller sebagai pencipta lagu-lagu hits Elvis.

Lalu, Ed Sullivan dengan acaranya yang turut mengatrol popularitas Elvis lewat tiga kali penampilannya yang menghasilkan rating tertinggi di Amerika. Dan, satu tokoh lagi adalah Richard Nixon, Presiden Amerika di era kegemilangan karir Elvis.

Pertemuan mereka di Gedung Putih diliput luas oleh media, sehingga cukup aneh jika peristiwa bersejarah ini dilewatkan begitu saja. Tapi memang fokus cerita lebih kepada hubungan antara Elvis dan Tom Parker.

Bahkan film ini diceritakan dari sudut pandang dan penuturan Tom, mulai dari pertemuan, kerja sama menuju sukses, pertikaian karena perbedaan prinsip, hingga pemutusan kerja sama yang berakhir tragedi. Semua dipaparkan dari pernyataan tokoh antagonis dalam cerita ini.

Performa Menawan Austin Butler dan Tom Hanks

Performa Menawan Austin Butler dan Tom Hanks

Untuk memerankan sosok Elvis Presley tentu dibutuhkan aktor yang tidak hanya memiliki kemiripan fisik, tetapi juga pesona dan kharisma “Sang Raja” harus ada padanya.

Ketika audisi dibuka, setidaknya ada lima aktor sebagai kandidat terkuat. Mereka adalah Ansel Elgort, Miles Teller, Aaron Taylor-Johnson, Harry Styles dan Austin Butler.

Baz Luhrmann terpukau dengan Austin Butler, ketika pada saat audisi dia menyanyikan lagu “Unchained Melody”. Sekarang kalian bisa bayangkan jika empat aktor lainnya yang berperan sebagai Elvis?

Austin Butler mampu menjawab tantangan terbesar untuk memerankan sosok legenda yang dicintai oleh warga dunia ini. Bahkan pujian pun datang dari keluarga Elvis sendiri.

Priscilla memuji kemiripan fisik dan pesona Butler yang mengingatkan akan mendiang suaminya. Lisa Marie sangat terharu saat menyaksikan adegan perpisahan dirinya yang masih kecil dengan Elvis di bandara, karena kejadian itu masih selalu dia ingat.

Meski tidak pernah berjumpa dengan kakeknya, Riley Keough sangat bangga atas karya Baz Luhrmann dalam menggambarkan sosok yang menjadi idolanya itu.

Memang benar, Austin Butler memiliki kemiripan secara fisik. Dari awal film dimana dia masih bertubuh kurus, pesona Elvis sudah berhasil dia hadirkan.

Dan ketika cerita terus berlanjut, perubahan fisik Butler semakin mirip dengan Elvis dalam setiap fase karirnya. Tatapan mata dan senyuman khas Elvis sukses membius kita dan aksi panggungnya sangat enerjik, seolah dia kerasukan Elvis.

Tidak hanya saat penampilan musikalnya saja Butler berhasil meniru aksi sang legenda, tapi juga ketika berada di adegan dalam lingkup pribadi, seperti hubungan antara Elvis dan ibunya.

Chemistry Butler dan Helen Thompson sangat erat membuat kita merasa yakin akan kasih sayang yang besar antara mereka. Tapi sayangnya, chemistry-nya dengan Olivia DeJonge tidak terpercik dengan baik.

Sementara Tom Hanks sekali lagi membuktikan kapasitasnya sebagai aktor kelas Oscar. Dengan penggunaan makeup prostetik, membuat wajahnya tidak begitu dikenali.

Apalagi dengan gaya bicara dan aksen yang berbeda, membuat kita semakin kagum dengan performanya. Kesan intimidatif dan manipulatif mampu ditampilkannya dengan baik.

Biografi Musikal yang Enerjik

Biografi Musikal yang Enerjik

Harapan kita saat menyaksikan film biografi tentang musisi dan penyanyi adalah ingin mendengar lagu-lagu hits mereka. Biasanya, rekaman yang ditampilkan adalah versi asli dari penyanyinya yang dikutip dari rekaman dalam album.

Tapi sangat berbeda dengan film Elvis ini. Memang benar, hampir semua lagu hits Elvis diperdengarkan disini, bahkan beberapa diantaranya secara kronologis.

Tapi yang membuatnya berbeda adalah aransemen yang diubah dan dicampur dengan musik kontemporer. Beberapa diantaranya membuat kita kagum, tapi kebanyakan membuat kita bingung.

Asal-usul kejeniusan Elvis dalam bermusik ditampilkan dalam sebuah adegan yang sangat dinamis dan hingar-bingar. Dua jenis musik di mash-up ke dalam satu lagu. “That’s All Right” dimulai oleh seorang penyanyi blues dengan gitarnya yang kemudian disambut oleh nyanyian gospel dari choir gereja.

Dua genre musik ini memang yang mempengaruhinya, termasuk juga music country. Ditambah dengan editing dinamis yang menampilkan gambar berbeda dalam hitungan detik, sebenarnya membuat kepala kita pusing karena mata terlalu cepat mengikuti pergantian gambar.

Tapi berkat hal ini, degup jantung kita ikut berdetak cepat seiring tensi yang semakin memuncak. Di beberapa adegan musikal lainnya, Baz Luhrmann tidak segan-segan menampilkan gaya visualnya yang unik di berbagai adegan.

Permainan warna, layar yang terbagi dalam jumlah banyak, grafis dengan kesan retro, dan slow motion dengan permainan fokus kamera, membuat film ini tampil beda. Ini adalah bagian dari keseluruhan sinematografi film yang tampil sangat apik.

Pada akhirnya, Elvis adalah film biografi yang menghentak dengan visualisasi yang unik dan dinamis. Kita akan dibuat mengerti dengan apa yang dirasakan Elvis dalam setiap fase karirnya, meski itu datangnya dari orang yang mengeksploitasinya.

Rasa senang, haru, galau, sedih dan bahagia tersaji dalam kadar yang proporsional. Sehingga di akhir film, kita akan sangat menghargai perjalanan karir dan hasil karya sang legenda. Dan juga pelajaran berharga yang bisa dipetik dari tragedi yang terjadi di akhir hidupnya.

Terlepas apakah kalian mengidolakan Elvis atau tidak, penggemar rock and roll atau bukan, film ini sangat wajib untuk kalian tonton. Jangan sampai melewatkan salah satu film terbaik di tahun 2022 ini, ya!

cross
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram