showpoiler-logo

Sinopsis dan Review Film Thriller Don’t Let Go (2019)

Ditulis oleh Dhany Wahyudi
Don’t Let Go
2.6
/5
showpoiler-logo
PERHATIAN!
Artikel ini mengandung spoiler mengenai jalan cerita dari film/drama ini.

Seorang detektif menemukan seluruh anggota keluarganya dibunuh. Setelahnya, dia menerima telepon dari keponakannya yang sudah tewas, tapi anehnya dia masih bisa berkomunikasi. Lewat perbincangan penuh misteri itu, sang detektif mencoba mencari bukti dan menguak kasus pembunuhan sadis ini.

Don’t Let Go adalah film thriller dengan bumbu sci-fi misterius yang dirilis oleh OTL Releasing pada 30 Agustus 2019 setelah sebelumnya tayang perdana di Sundance Film Festival pada 27 Januari 2019 dengan judul Relive.

David Oyelowo membintangi sekaligus sebagai produser untuk film yang diarahkan oleh Jacob Aaron Estes yang sudah 8 tahun vakum dari dunia film.

Mengusung premis yang serupa dengan film Frequency (2000) dan film Korea The Phone (2015), apakah ada hal baru yang berbeda dari film ini? Baca dulu review berikut sebelum menontonnya.

Baca juga: Sinopsis dan Review Film Thriller Korea Recalled (2021)

Sinopsis

Sinopsis

Detektif Jack Radcliff ditelepon oleh Ashley, keponakannya, yang meminta tolong untuk menjemputnya karena ayahnya tidak datang. Mereka kemudian mampir ke café dan berbincang.

Ashley meminta pamannya itu untuk berbicara dengan ayahnya, seorang mantan pengedar narkoba, yang terlihat aneh belakangan ini. Jack berjanji akan berbicara dengan kakaknya itu suatu hari nanti.

Malam itu, Ashley menelepon lagi, tapi dengan suara yang terbata-bata, lalu terputus, membuat Jack khawatir. Jack langsung mengebutkan mobilnya ke rumah Garret dan melihat semua anggota keluarga di rumah itu tewas ditembak.

Polisi menyatakan bahwa kasus itu adalah penembakan dan bunuh diri yang dilakukan oleh Garret karena penyakit bipolar disorder-nya. Dua minggu kemudian, Jack menerima panggilan telepon dari Ashley.

Awalnya dia bingung, tapi setelah diangkat dan berbicara, Jack mulai paham jika dia berbicara dengan Ashley pada saat beberapa hari sebelum peristiwa pembunuhan terjadi.

Dengan maksud menghindari peristiwa itu, Jack membimbing Ashley untuk melakukan beberapa hal terkait kasus ini. Jack mulai menyelidiki kasus ini kembali dan yakin jika Garret dijebak untuk melakukan kejahatan.

Jack menemukan kata “Georgie” dari Ashley yang menurut kaptennya adalah sosok bandar narkoba misterius yang tidak pernah dilihat oleh siapa pun.

Saat menyelidiki lebih jauh, Jack terlibat dalam baku-tembak dan dia terluka. Meski begitu, Jack masih sempat ke kantornya dan membuka kotak bukti kasus.

Semakin parah, Jack dilarikan ke rumah sakit dengan ambulans. Sebelumnya, Jack meminta Ashley untuk memanggil polisi dan menangkap ayahnya, serta menghubungi Bobby, partner nya, jika terjadi hal yang mengkhawatirkan. Jack pun tak sadarkan diri.

Terbangun di dalam mobil bersama Bobby, Jack melihat berita di koran yang memberitakan peristiwa pembunuhan dengan tanggal yang berbeda.

Ashley yang masih belum tahu jika dia menghubungi pamannya di masa depan kembali menghubungi Jack yang kali ini meminta Ashley melakukan hal yang lebih spesifik. Jack meminta bertemu Ashley di café. Pertemuan ini berhasil meyakinkan Ashley.

Berdasarkan petunjuk yang didapat Ashley tentang lokasi dan nomor plat mobil, Jack menghampiri sebuah gudang dan terlibat baku-tembak yang melukainya (lagi).

Jack pun berlari ke kantornya dan membuka kotak bukti untuk menemukan nomor plat mobil yang ditulis Ashley di kertas. Bobby dan kapten menghampiri Jack dan membuka fakta tentang siapa itu Georgie.

Menurut kapten, Georgie adalah sekelompok polisi korup. Jack dibawa oleh kapten dan Bobby untuk bertemu dengan intel mereka untuk mengetahui identitas Georgie lebih lanjut.

Sedangkan Ashley yang kesulitan menghubungi Jack setelah dikejar oleh seseorang dari gudang, menghubungi Bobby yang datang menjemputnya dan mengantarnya ke rumah.

Berhasilkah Jack mendapat identitas Georgie dan menangkapnya? Bagaimana nasib Ashley, apakah dia tetap akan tewas ditembak, atau selamat? Penasaran? Tonton filmnya sampai habis dan kita akan mengerti.

Mengubah Masa Lalu

Mengubah Masa Lalu

Don’t Let Go mencoba mengangkat kembali premis film Frequency (2000), tapi kali ini diimbuhi dengan kisah penyelidikan kasus pembunuhan.

Premis seperti ini membuka banyak peluang untuk berbagai kemungkinan yang bisa membuat cerita lebih menarik, tapi sayangnya, kali ini sutradara sekaligus penulis naskah Jacob Aaron Estes terlalu fokus mengangkat proses penyelidikan.

Berbeda dengan film Frequency yang melibatkan emosi yang erat antara ayah dan anak yang saling berkomunikasi di beda zaman, maka hubungan emosi antara Jack dan Ashley seolah dibangun tanpa pondasi yang kokoh.

Kita hanya ditunjukkan satu adegan kedekatan mereka, yaitu saat mereka bermain menggambar di café. Akibatnya, saat konflik membutuhkan emosi, semua terasa sedikit hambar.

Kejadian komunikasi beda waktu ini kemungkinan dipicu dari doa yang dipanjatkan oleh Jack saat pemakaman ketiga anggota keluarganya yang kemudian membuat Jack memiliki kesempatan kedua untuk mengubah masa lalu dan menghindari terjadinya peristiwa pembunuhan tersebut.

Menyelamatkan Masa Depan

Menyelamatkan Masa Depan

Satu hal yang menjadi fokus film berdurasi 1 jam 43 menit ini ialah bagaimana cara Jack menyelamatkan masa depan keponakannya dari peristiwa pembunuhan itu.

Lewat berbagai cara yang diperintahkannya kepada Ashley, Jack sedikit demi sedikit berhasil menguak kabut misteri pembunuhan itu, meski pada akhirnya dia pun terjebak dalam situasi bersama sang pembunuh, begitu pun dengan Ashley.

Alternative timeline yang disuguhkan dalam film ini sedikit membingungkan ketika memasuki pertengahan film, dimana Jack tersadar setelah tidak sadarkan diri di dalam ambulans.

Sedikit bocoran, setelah tersadar, Jack berada di timeline lain yang berbeda dari sebelumnya, begitu pun Ashley, dimana tanggal peristiwa pembunuhan maju sehari dari seharusnya.

Jika di film-film lainnya dengan tema sejenis, biasanya jika berpindah timeline, ingatan orang yang mengalaminya sedikit kabur dan susah untuk mengingat, seperti sedikit terhapus dari memori.

Tapi tidak dengan Jack di film ini yang langsung menyadari jika dia berpindah timeline. Faktor ini setidaknya sedikit melecehkan pemikiran kita, meski maksudnya mungkin supaya ritme film tetap terjaga.

Performa Apik Oyelowo dan Reid

Performa Apik Oyelowo dan Reid

Banyaknya kelemahan dalam penceritaan untungnya sedikit tertutupi dengan performa apik David Oyelowo dan Storm Reid.

Perasaan bingung saat awal menerima telepon, berhasil ditampilkan dengan baik oleh Oyelowo, bahkan kita bisa melihat kebingungannya saat dia tertawa tidak percaya. Begitu pun Reid yang cukup meyakinkan dengan rasa ketakutan dan penasaran yang bercampur-baur.

Bisa dibilang chemistry mereka cukup padu, meski Oyelowo dan Reid lebih banyak berakting secara terpisah dan hanya terhubung lewat telepon saja, tapi justru hal ini memperlihatkan talenta akting mereka yang cukup meyakinkan.

Setidaknya kita dibuat berdebar-debar saat Ashley berhasil menemukan satu demi satu petunjuk yang bisa membuat Jack mengungkap siapa pembunuh misterius yang diburunya.

Selain itu, film dengan lokasi syuting di Los Angeles ini memiliki sinematografi yang unik dalam menampilkan kota pusat hiburan dunia itu.

Jika biasanya Los Angeles ditampilkan dalam suasana hingar-bingar, maka kali ini sinematografer Sharone Meir justru menampilkan Los Angeles dalam rupa yang sederhana dan terlihat membumi dengan tidak menampilkan lingkungan mewah sama sekali.

Don’t Let Go memang tidak menawarkan hal baru dalam film bertema alternative timeline, bahkan kadar ketegangannya sedikit bias dengan banyaknya celah dalam cerita yang kurang tergali dengan baik.

Setidaknya akting dua pemeran utamanya tidak mengecewakan. Bagi yang suka dengan film penuh misteri yang membuat kita menebak-nebak, maka film ini bisa menjadi alternatif yang bagus.

cross linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram